HALAMANKU

Senin, 25 Oktober 2010

Suatu Hari, Merekam Anis Matta


***
Antum punya narasi besar tetapi tidak punya spirit penaklukan seperti itu. Antum tidak akan menang. Karena itu ciri semua pemenang, sepanjang sejarah, ciri semua komunitas pemenang, apa pun namanya itu adalah "agresifitas". Persoalan kita ini adalah krena kita tidak agresif, kita terlalu bijak, dan kita memilih menjadi orang bijak.

Itu sebabnya kalau antum baca lagi dalam sejarah. Apa bedanya Soekarno dengan pemimpin-pemimpin islam yang lain, Cokroaminoto, H. Agus Salim, M Natsir. Apa perbedaaannya? Bahkan apa bedanya Soekarno dengan pemimpin-pemimpin sekuler nasionalis yang lain? Bedanya "agresifitas".


Soekarno percaya bahwa untuk merdeka kita perlu revolusi. Dan untuk melakukan revolusi yang kita perlukan adalah gerakan masa. Dan masa itu hanya perlu satu, tantangan.

Hatta percaya bahwa untuk merdeka kita perlu revolusi, tapi untuk menciptakan revolusi kita butuh kader-kader yang terdidik secara politik, nanti kader-kader inilah yang memimpin bangsa.



***
Makin besar untungnya makin besar resikonya. Kalau antum tanya, kapan kaum muslimin mulai kaya? Waktu mereka pernah menang dalam jihad. Makanya biasanya saya suka bertanya pada orang. Coba tunjukkan metode saya. Ada satu negara yang berdiri di madinah, namanya negara Madinah, tapi menteri keuangannya siapa? Ada nggak menteri keuangnnya? Siapa menteri keuangan zaman nabi?  Hah? Nggak ada.

Jangankan tanya menteri keuangan, kas negaranya ada nggak? Nggak ada juga. Tapi disebut negara nggak? hah? Disebut negara, tapi dia tidak punya kas negara. Kenapa ia disebut negara? karena ia menjalankan otoritas negara, contohnya membuat perjanjian, iya kan, melakukan peperangan.

Bagaimana caranya negara membiyayain dirinya? itu proyek negara seringkali dibiayain oleh individu. Kapan saatnya mereka punya saldo? Mereka punya saldo itu, waktu masa Umar bin Khattab. Karena ekspansinya sudah sedemikian luas dan luas wilayah yang dikuasai oleh Umar waktu itu setara dengan 18 negara sekarang ini. Setara dengan 18 negara sekarang ini. Berkali-kali lipat dari Imperium Romawi. Luar biasa.


80% hasil harta rampasan itu untuk para mujahidin. 20% nya untuk negara. makanya yang kaya raya dikalangan para sahabat itu para mujahidin. karena semuanya ikut perang. karena sebagian diantara masyarakat ikut berperang, yang 20% ini begitu didistribusi kepada orang-orang miskin jumlahnya makin sedikit, penerimanya makin sedikit karena semuanya pergi perang, iya kan. semuanya pergi perang. sehingga yang 20% ini masih banyak saldonya. karena sebagian besar pergi perang, sebagian besarnya sudah tidak termasuk mustahiq, karena sudah dapat ghanimah, dan bahkan termasuk muzakki.
*dipotong disini


_____________
Kalau lupa bawa catatan, atau merasa semua kalimat pembicara itu penting, saya biasa menggunakan hape untuk merekam.
Ditengah kemumetan mau UTS hehe, isenk, mencoba menuliskan hasil rekaman  pada suatu pertemuan beberapa waktu lalu. Semoga bermanfaat.

Attachment: Anis Matta.amr
Attachment: Anis Matta 1.amr

Minggu, 24 Oktober 2010

Keluhan anak SMA : Ortu Maunya Saya Nyontek


***
Sudah jelas, bahwa menyontek adalah media pembelajaran yang secara tidak langsung dibentuk oleh sistem pendidikan kita untuk menjadi koruptor prestatif. (*sotoy)

Selain melakukan rutinitas belajar yang membosankan, setiap  kali ujian, pelajar bisa mendapatkan training-training mandiri "Menjadi Koruptor Cerdas". PPDS (Pelajar Penipu Diri Sendiri) mampu mengatasi ketegangan-ketegangan yang terjadi saat mereka melakukan perbuatan "halal" itu. Bagaimana si dia bisa mencontek dengan mudahnya sedangkan ada yang sampai keringat dingin. Adalah sebuah pembiasaan, sesuatu yang dilakukan secara sadar dan berulang. Secara teori, sebuah pembiasaan akan masuk ke dalam alam bawah sadar yang akhirnya diterima dan diulang tanpa proses evaluasi pada otak. Jadi, ketika dari sekolah kita sudah membiasakan mencontek, berhasil dalam defence mechanism, komplitlah jumlah SKS untuk bisa menjadi koruptor sejati ketika sudah bekerja (*sotoy lagi).

Pernah tahu alat pendeteksi kebohongan? Ada kasus kekurangakuratan alat pengukur kebohongan pada tersangka kriminal. Sehingga alat tersebut tidak selalu bisa menunjukkan bahwa seseorang itu bohong atau benar. Alat tersebut disetting dengan mengukur : percepatan denyut nadi selama diintrogasi, air keringat yang diproduksi, dan gejala fisik lainnya yang ditimbulkan oleh rasa tegang. Ketegangan muncul salah satunya karena kondisi diluar keinginan kita,  kita merasa ada was-was dan ragu, khawatir juga takut, sehingga secara alami tanpa diminta kondisi tubuh yang tidak siap akan mersepon berbagai gejala biologis. Bagi penjahat kelas kakap yang sudah biasa melakukan perampokan dan pembunuhan, respon tubuh tersebut tidak bisa dideteksi, karena ia sudah berulang kali melatih ketegangan ketika diinterogasi. Kondisi diluar keinginan pelaku kriminal, dalam hal ini "tertangkap basah", sudah terjadi berulang kali, sehingga tubuh mahir dalam melakukan netralisasi, yang didapatkan dari hasil belajar sebelumnya. Sama hal nya pada kasus menyontek. (*eh)


***
Pada suatu pertemuan dengan adek kelas di SMA.
Dek May : Mbak, tau nggak sih?
Desti : Enggak.
Dek May : ih mbak ini serius.
Desti : hehe iya apa dek?
Dek May : Alhamdulillah semester ini aku nggak nyontek. Aku udah bersusah payah untuk belajar sendiri dan menghasilkan nilai murni hasil usahaku tanpa nyontek.
Desti : wah hebat itu! gimana rasanya.
Dek May : ya aku lebih puas, karena tau kemampuanku segitu, tapi mbak aku dilema.
Desti : alhamdulillah. eh dilema kenapa?
Dek May : (nada tinggi) kenapa sih ortuku itu! hmm.. jadi kan mbak karena nggak nyontek nilaiku jadi jelek, turun. trus ortuku tau masalah ini. dan mereka bilang apa coba.
Desti : hm apa?
Dek May : "Kenapa kamu nggak nyontek aja sih? temen-temenmu pada dapet nilai bagus, kamu kayak gini!"
Desti : (saya jadi tegang. masih mendengarkan cerita sang adek)
Dek May : aku sedih mbak, mereka tidak bisa menghargai hasil kejujuranku, mereka malu kalau anaknya dapet nilai jelek. mereka lebih seneng kalau aku dapat nilai bagus meskipun itu harus nyontek.
Desti : (menghela nafas panjang) mencoba memahami.
*percakapan dipotong di sini saja


***
Miris mendengarnya. Saya tidak tahu apakah kejadian seperti itu hanya dialami oleh adek kelas saya itu, atau ternyata lebih banyak lagi orang tua yang mendukung anaknya melakukan tindakan kriminal semacam itu. Saya salut pada adek kelas saya itu yang kemudian tidak menciutkan nyali untuk berlaku jujur meskipun ditentang oleh kedua orangtuanya. Namun, bagaimana dengan anak-anak yang dari rumah sudah dibekali dukungan "nyeleneh" semacam itu oleh orang tuanya?

Kembali pada pembahasan di awal. Kondisi kontradiktif antara mempertahankan kejujuran dan keinginan orang tua akan menimbulkan ketegangan. Menyontek tegang. Tidak menuruti perintah ortu juga tegang. Manakah di antaranya yang akan kita jadikan sebuah pembiasaan? Tentunya pembiasaan yang baik bukan. Sesuatu dikatakan baik dan benar tentu ada ilmunya.

عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ فَقَالَ « الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ ». ” رَوَاهُ مُسْلِمْ … وَعَنْ وَابِصَةَ بنُ مَعْبَدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ” جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ البِرِّ؟ ” قُلْتُ : نَعَمْ قَالَ ” اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ , اَلْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ , وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتُوْكَ ” حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَيْنَاهُ فِي مُسْنَدِي الإِمَامَيْنِ أَحْمَدْ بنُ حَنْبَلٍ وَالدَرَامِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

Dari An Nawas bin Sam’an radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlaq sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya”.
(HR. Muslim)

Menggaris bawahi bahwa dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya. Bukankah ini terjadi saat sedang melakukan aksi menyontek?


“Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-Ankabut:8]


Pada posisi tersebut, kita memilih tidak mematuhi keinginan orang tua karena kita tahu bahwa menyontek adalah perbuatan dosa, dengan alasan bahwa dosa merupakan suatu perbuatan mempersekutukan Allah yang dilarang untuk dipatuhi. Diluar hal itu (syirik pada Allah), wajib patuh sama ortu - no excuse.

Saya tahu, menggunakan dan menafsirkan ayat atau hadis sembarangan tanpa ilmu yang baik akan menjerumuskan. Oleh karena itu jika ada pembaca yang lebih faham mohon koreksiannya. Terimakasih.


________________
*pliss deh buat para orang tua (termasuk saya nantinya). jangan korbankan anak sebagai alat pemenuhan obsesi dan gengsi semata.

*tulisan ini dibuat dan diposting soalnya saya mau ujian mid semester pekan depan.




Senin, 18 Oktober 2010

Bukan Masalah Fasilitas Semata



Ada sebuah perbincangan kecil yang terus berulang isinya dari jaman SD, SMP, SMA bahkan kuliah ini. Tidak lain berupa tuntutan-tuntutan pada pemerintah. Tapi tuntutan itu hanya berhenti di meja kantin saat istirahat. Apalagi yang dituntut oleh pelajar macam kami selain : fasilitas.

Kadang saya ternganga-nganga atas penggambaran teman-teman saya tentang fasilitas sekolah di luar negeri. Kadang saya terpancing ikut merasa iri pada kemewahan-kemewahan itu. Dari yang seragamnya bebas, karena masa muda masa berekspresi. setiap kelas ada ACnya, ada LCD viewernya, ada lapangan indoor outdoor, ada laptop di tiap meja, guru-guru profesional, bahkan sekolah gratis. Saya sempat bertanya-tanya ada tidak sekolah macam itu di Indonesia? Untuk sekolah berfasilitas itu memang sudah ada, tapi untuk bisa bersekolah di sana, orang tua kita haruslah korupsi uang negara dulu, eh maksdunya kaya raya. Minimal biar nggak malu-maluin kita harus diantar naik terios. Sekolah gratis juga ada, tapi ijasah kita mungkin akan dipertanyakan, karena sewaktu-waktu sekolah itu akan kena gusur.

Tidak-tidak, saya tidak ingin mengkritik kondisi pendidikan di Indonesia. Sudah terlalu banyak yang mengkritik, kasihan tanah air kita kalau selalu dikritik tanpa solusi.


Lalu terketuklah saya membaca sebuah Novel Negeri Lima Menara yang menggambarkan pendidikan ala pesantren Gontor. Sepertinya saya tidak melihat banyak gambaran fasilitas di sana. Tapi entahlah kondisi Gontor yang sekarang.


Setelah mencoba membanding-bandingkan, ternyata fasilitas yang kita tuntut bukan masalah utama pendidikan kita. Saya melihat beberapa teman saya yang pernah bersekolah di sekolah yang katanya termahal di Jakarta. Dia tidak perlu pamer, karena dengan menyebut merk saja, kami pasti bergosip tentang sekolah itu. Tapi tapi tapi, bukannya mau menjelekkan teman saya, karena saya sendiri juga belum lebih baik, jebolan dari sekolah dengan fasilitas wah wah itu tidak menampakkan bahwa sekolah itu memang wah. Saya pikir dengan fasilitas semacam itu dia bisa memenangkan berbagai macam lomba tingkat nasional karena lab juga perlengakapan praktikum lengkap, atau lancar berbahasa Inggris karena seminggu sekali pakai bahasa bule itu. Semoga teman saya memang benar rendah hati sehingga ia tidak hendak memamerkan kehebatannya itu. Tapi maaf saya lebih percaya pada karya nyata. Beberapa kali saya menjumpai orang-orang lulusan Gontor yang menghasilkan minimal satu buku.

Cerita lebih lanjut soal Gontor. Saya teringat waktu mengikuti Jambore Pramuka di Baturaden. Ada satu regu dari Gontot. Regu itu berhasil membuat saya terkesima. Betapa tidak. Saat saya baru bangun, menggeliat menghirup udara dingin, regu Gontor sudah berbaris rapi pulang dari sholat subuh berjamaah. Saat saya baru datang ngantri kamar mandi. Regu gontor sudah necis-necis. Saya pernah mencoba menggebrak regu saya untuk bisa seperti itu. Haha, yang ada kami berbaris dengan mata tertutup (dasar anak SD!).

Sebenarnya tidak hanya Gontor yang menginspirasi saya dalam hal ini. Banyak sekolah-sekolah lain yang berhasil menelurkan bibit unggul dengan segala keterbatasan fasilitas.

Ya, sekali lagi bukan masalah fasilitas yang membuat kita hebat. Tapi bagaimana memanfaatkan seminimal apa pun yang ada menjadi fasilitas untuk belajar. Serta kemauan kita untuk menggunakan fasilitas itu untuk belajar lebih giat.

Allahu'alam.

_________
menyindir diri sendiri ceritanya ini.

Selasa, 12 Oktober 2010

Beliau bertanya : "Kalian Islam? Yakin?"

Kami tidak pernah menduga suasana akan menjadi sepanas dan setegang itu. Kehadirannya membuat murka. Seenaknya saja dia melecehkan agama. Saya, tidak bisa tinggal diam. Dia pikir dia siapa?

***
Awalnya beliau mengucapkan Assalamu alaikum. Bau-baunya dia muslim yang taat. Kesan pertama cukup menarik perhatian kami. Akrab saja perasaannya berdialog dengan beliau. Penuh canda tawa. Setelah istirahat makan. Entah kesambet jin mana perbincangan kami mulai melenceng. Saya pikir ini sandiwara. Ya, pasti sandiwara. Hanya saja mimik beliau terlalu meyakinkan jika ini disebut rekayasa.

"Kalian agamanya apa?"
Dengan yakin kami ber tiga puluh langsung mengaku : ISLAM.

"Yakin dengan agama kalian? Apa tidak salah pilih agama?"
(heh)
Entah kenapa mendadak jadi ada sedikit jeda untuk menjawab pertanyaan itu.  Kami ragu apa tujuan beliau bertanya tentang itu. Jeda itu membuat beliau berteriak "Yakin nggak?"
Karena kaget kami menyahut : IYA

"Kenapa kalian memeluk islam?"
Kali ini beliau meminta kami menjawab satu per satu. Kedapatan teman saya menjawab : KARENA ISLAM AGAMA YANG BENAR.
Teman lainnya : KARENA ISLAM AGAMA YANG SUDAH DIJAMIN DI DALAM ALQURAN, SELAMAT.
Teman lainnya lagi : KARENA DARI LAHIR SUDAH ISLAM SIH PAK. (gyaa)

"Oh begitu, kata siapa islam itu benar? orang tua kalian? orang tua kalian tahu dari mana?"
Jeda semakin panjang. Saya meletakkan buku dan pulpen yang saya genggam dari tadi. Saya pikir kami akan mendapat materi tentang aqidah. Rupanya ini ujian aqidah. Saya terdiam.
Seorang teman saya menyeletuk : "Bapak agamanya apa?"

Beliau tampak tidak serius menjawab : "Oh saya ya dengan agama saya"
ERrr..geregetan.

Belum sempat kami berpikir beliau sudah menggertak lagi "Jadi jawabannya apa?!!!"
Seorang teman saya angkat tangan : "Islam itu sebuah keyakinan Pak! Saya yakin islam itu agama yang benar, jadi ya sudah, ngapain bapak nanya2"
Tidak. Bukan itu jawaban yang bijak. Saya memutar otak untuk bisa menjawab pertanyaan bapak itu.
Ehem saya angkat tangan : "Islam adalah agama fitrah manusia, segala tata urusan kehidupan di bumi telah diatur oleh islam di dalam Alquran, sedangkan Alquran sendiri adalah firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad." (cieh, dapet bisikan malaikat)

Tidak bergidik beliau semakin melecehkan "Jadi kalian percaya sama Muhammad, dia itu kan juga manusia kayak kalian, bisa saja dia bohong, ya kan?"
ERrr..sebel.

"Gimana? Masih yakin bahwa agama kalian itu benar?"

Teman disamping saya cekikan. "Ah Des, bapak ini ngerjain kita, rasanya pengen aku balas!"
Kami memang punya argumentasi yang baik, hanya saja untuk menjelaskan dengan redaksi yang runtut dan memahamkan sangat sulit. Berkali kali kami berdiskusi kecil membantah lelucon dan pernyataan beliau tetap saja kami kepentok. Tok.

Lalu.
"Baiklah, saya pending pertanyaan itu? Tapi saya tetep mau bertanya lagi. Boleh?"

Dengan terpaksa dan perasaan mengambang kami jawab : Ya boleh.

"Tuhan kalian itu ada nggak sih?"
(hah! akjhaskhfueifrdjcnn!)
Ada yang tidak sabaran lalu berteriak : ada dong pak! gimana sih.

"Mana? saya nggak bisa liat? tunjukkin dong ke saya kalau Tuhan kalian itu ada?"
Saya ikut tidak sabar : "Kita bisa merasakan keberadaan Allah lewat penciptaannya, manusia, bumi, planet, dll adalah bukti bahwa Allah ada. Masak semua itu tidak ada penciptanya." (bisikan dari surga)

"Siapa bilang Tuhan kalian yang menciptakan. Lha wong saya punya teori terciptanya alam semestah kok. Sok tahu kalian itu!"
(Arghhh.. Zzzz!)

Lalu beliau menjelaskan teori-teori itu, memasukkan logika bahwa itu semua bukan ciptaan Allah tetapi ada dengan sendirinya.
"Jadi mana Tuhan kalian? mana bisa dipercaya kalau nggak kelihatan begitu. Berarti agama kalian itu bohong!"

Teman di depan saya bergumam dengan keras "Allah itu bisa ada dimana-mana."

"Wah hebat sekali ya. Berarti kalau kalian masak Tuhan juga ada disitu, dimana? diwajannya? terus kalau kalian ke WC trus buang air ada Tuhan juga ngikut gitu?"

ERrr.. Hssssss!

Teman di samping saya berbisik. "Des, aku ada ide, tapi kamu yang ngelakuin ya?"
Hahaha... sepertinya kali ini beliau akan terjepit.
Saya memanggil beliau untuk menghampiri posisi duduk saya. Lalu memintanya untuk mengulurkan tangannya. Dan "plak!" saya memukul tangan beliau dengan sebuah pensil. Lalu saya bertanya "sakit pak?"
Beliau tersenyum "ya sakitlah! emangnya ini kulit besi apa, enak aja main pukul"
"Apa buktinya Pak? Mana kita nggak bisa liat kalau tangan bapak sakit?"
Beliau masih mengelus-elus bagian tangan bekas pukulanku. Hwadu, semoga nggak parah. Lalu beliau mengambil penggaris panjang berjalan lagi ke arahku. "Sini, kalau mau tau rasanya."
Hedew, senjata makan tuan. Beliau tidak segan-segan memukul lengan saya dengan penggaris panjang. Duh!
Beliau tanya balik "Sakit kan? mana buktinya?"

Saya meringis. Seluruh ruangan malah tertawa. Pukulan itu tidak merubah pendiriannya.

Kami mutung (bahasa jawa artinya : ngambek). Setiap pernyataan dan pertanyaan beliau tidak lagi kami jawab.

"Terus bapak ini maunya apa sih?"
Teman saya tampak marah.
"Saya datang kesini, untuk mengajak kalian ikut dengan agama saya."
Badan tegak kami menjadi lunglai. Ada yang berbalik ke belakang.
"Kalau kalian ikut dengan saya, saya jamin akan selamat."
Tanpa mengangkat tangan saya nyeletuk lagi : "Apa buktinya pak kalau kami bisa selamat?"
Beliau tidak menjawab, malah menantang lagi "Lhah tadi pertanyaan saya belum dijawab, kenapa kalian memilih agama kalian itu, yang nggak jelas!?!"

ERrr...dibolak balik doang.

"Gimana ada yang mau ikut dengan saya?" beliau menunjuk satu persatu wajah kami.
"Enggak, emoh, enggak lah, tidak, no way, islam paling benar, apapun yang terjadi agama saya tetap islam." Kami bersikukuh memeluk islam dengan modal YAKIN.

Eitz, ada dua orang teman kami yang terjebak.
"Nah, ini teman kalian ada yang sudah cerdas! mereka mau ikut dengan saya."
Semua mata tertuju padanya. Dia hanya diam sambil tersenyum. Mata beralih ke salah seorang lagi. Dia mengajukan syarat "tapi bapak harus menjelaskan dulu pada kami, agama bapak itu seperti apa?"

"Oke. Saya sudah cukup puas sampai sini. Sudah dapat dua anggota. Saya doakan semoga yang lainnya cepat menyusul. Saya yakin pasti kalian akan mengikuti saya. Baiklah, kita istirahat dulu."

_________
*Kejadiannya sudah cukup lama. Saat ilmu yang cetek masih bikin malu. Ni postingan terinspirasi dari sini.


Dalam Dekapan plUrkhuwah



Terinspirasi dari arisan kata ala MP. Iseng iseng saya bikin juga di plurk. Jadi begini deh. NB :  Kalau mau liat jelas di klik aja gambarnya.




Apa itu Plurk? (*kayaknya udah banyak yang tau)
Saya baru beberapa bulan gabung di jejaring sosial ini. Awalnya diprovokasi sama Mbak Sarah. Pertama bingung gak punya teman. Tapi lama-lama asik juga. Ada satu hal yang bikin bersemangat berada di sana, yaitu Karma dan Emoticon. Emoticon unik yang nggak ada di dunia MP apalagi fesbuk. Kalau mau dapet emoticon harus punya karma tinggi. Tampilan plurk berbentuk timeline jadi semacam jurnal. Lebih jelasnya langsung aja ke : www.plurk.com eh tapi harus daftar dulu dink. klo mau liat contohnya boleh tengok digambar ni.



Sengaja saya setting untuk orang-orang yang saya tahu atau kenal di komunitas tertentu. Tidak sebanyak fesbuk (*kabarnya semakin saya tinggalin semakin banyak yang add. huex sombong. hedew jadi bingung.)

Arisan kata ala Plurk, gimana?



Kirain nggak ada yang minat sama ide aneh saya itu. Ternyata eh ternyata ada juga. Secara sukarela tanpa paksaan pada daftar ke dalam jamaah dakwah *eh arisan plukers itu. 

Sejujurnya saya juga bingung mau ngasih kata kunci apa untuk tema KEMENANGAN. Setelah bertapa lima menit akhirnya tercetus : DIMULAI DARI SINI






Dan tahukah apa yang terjadi selanjutnya?






Keributan pun terjadi. Tidak seperti MP yang kalau salah komen bisa diedit. di plurk salah komen artinya dibiarkan atau dihapus diganti yang baru.

Dinamikanya lebih natural. Emoticonny ekspresif. 
Ada juga yang mungkin merasa "nggak penting Des!" ngapain arisan begituan? kurang kerjaan. hehe








Banyak hal menarik yang saya amati disana.

1. Plukers terdiri dari berbagai macam latar belakang : gender, usia, spesialisai, tapi masih satu iman.
2. Kecepatan koneksi tiap plukers beda-beda : ada yang pakai hape, ada yang pakai sp****, ada yang pakai sm***, dan berbagai modem2 lainnya.
3. Plukers juga punya kepentingan lain selain ngurusin arisan, yaitu ngurusin plurknya sendiri.
4.  Ada tata aturan saling komen di tret : jika sudah melewati jam 21.00 artinya plukers akhwat/putri harus offline. Jika ketahuan masih beredar maka kami punya satpam keamanan yang bernama NOTPLURKPATROL *siap2 kena warning!

Kondisi-konsidi itu menyebabkan hal-hal berikut tidak dapat dielakkan :
1. Ada yang sudah komen duluan, eh masih ada yang lebih dulu, jadi harus mengalah. 
2. Ada yang merasa benar, padahal setelah dicek jelas salah.
3. Ada yang bingung bagaimana melanjutkan kata terakhir dan merangkainya dengan dua kata baru. 
4. Ada plukers baru login tiba2 nyambung arisan tanpa baca aturan, jadi bikin gempar.
5. Ada yang melanggar batas jam malam eh malah jadi kacau.
6. Karena kekacauan itu, ada yang sempat tidak yakin dengan hasil akhir dari arisan ini. 

Semakin disambung kata-kata semakin tidak jelas mau dibawa kemana hubungan kita *eh mau sampai kapan arisan ini akan berakhir. Aturan tujuh hari dirasa terlalu lama, setelah musyawarah, jadi 2x24 jam saja sudah cukup membuat peserta menurun produktifitasnya. Saya juga hampir menyudahi arisan itu sebelum tenggat waktu karena dirasa sudah cukup banyak urunan kata. Saya pikir ini kondisi yang sangat natural dimana seringnya kita begitu bersemangat di awal namun diakhirnya mengalami kefuturan, apalagi dengan ketidakjelasan arah. Arisan itu tidak punya pemimpin yang diangkat secara musyawarah anggota, hanya ada aturan yang dibuat oleh saya sebagai pengusul. Saya juga heran mengapa mau-mau saja menuruti hal itu. Mungkin ini yang disebut kepercayaan. Keserabutan terjadi tapi semua tertangani dengan baik karena pada nggotanya terdapat jiwa-jiwa pemimpin yang bertanggung jawab, dimana tidak segan-segan mengingatkan jika ada kekeliruan. Tidak peduli dia siapa. Juga mengaku salah jika memang begitu adanya. Kesadaran komunitas yang tinggi, kalau saya bilang. 

Yang paling menarik, versi saya..
Saya pasang tema KEMENANGAN
Perhatikan baik-baik kata-kata yang muncul dalam kerangkeng kemenangan. Sampelnya ada di kata warna hitam, kalau baca semua kata lebih baik. Secara sadar atau tidak konsep kemenangan itu menggiring kita untuk menggunakan kata-kata yang positif. Ada beberapa saja yang menurun yaitu berkaitan dengan keraguan. Saya rasa itu adalah hal yang lumrah ketika mencapai sebuah kemenangan. Tidak selamanya indah. Akan tetapi "kurungan" kemenangan membuat kita bersikap lebih positif untuk tujuan positif. Kalau saya sendiri merasakan begini : kata apalagi yang akan membawa kemenangan.

Finally, inilah hasil arisan itu.

Klik gambar untuk memperjelas.


Sebagai penutup saya ada sedikit argumen paksaan
Menjadi sukarela itu tidak mudah. Ditambah lagi ada konsekuensi aturan yang harus dijalani. Akan tetapi kita semua tahu bahwa kita sedang merangkai bait bait kemenangan. Terkadang kita tidak sabar untuk segera mengetahui hasil akhirnya. Mungkin tidak seindah yang kita bayangkan, tapi itu hanya sudut pandang kita. Keindahan itu terletak pada proses, karena hasil akhir hanyalah bentuk kebersyukuran. Saya tidak akan pernah bisa merangkai kemenangan itu sendirian, kalau pun bisa, akan terlihat bodoh nge-tret sendirian gajebo, juga tidak akan seindah jika dilakukan bersama. Karena kawan akan datang dengan kata semangat baru yang tidak pernah kita duga, untuk menopang kepercayaan. Sebagaimana fungsi jejaring sosial, selayaknya ia menjadi wadah menghimpun kebaikan saling menyemangati. Dalam Dekapan plUrkhuwah kita merangkai serpihan kata kemenangan.

Quote kata-kata sampul DDU kemudian dimodifikasi untuk DDpU 

Dalam dekapan plUrkhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di plurk. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencintai. Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan plurkuwah.


Penghimpun kata : bung_tomo (Pak Tomo), taftazani (Pak Iqbal), new_ayyah (Mbak Danti), yohang.tuing! (Yohang), yulianapuspita (Yuli), minorAngel (Arif), din_don (Dini), blossompurple (Mbak Wulan), Aufklarung (Pak Muhandis). 



___________
NB : maap kalau agak alay, maksa, geje, n gak penting (*bg yg g punya plurk) . cuma pengen share saja.




Jumat, 08 Oktober 2010

Puisi untuk Haji

bagaimana berpuisi
jika pikiran sedang berlari
tak tentu dan tak pasti

sekali lagi
ku tak bisa menulis puisi
bahkan sudah berhari-hari

berapa kali lagi
harus ku akui
merangkainya sulit sekali

kini ku rendah diri
pada karya sejati
penulis yang kukagumi

duhai Rabbi
kau tahu rindu ini
anugerahkan sedikit improvisasi

kupaksakan mencipta puisi
karena rasa yang menyeruak dihati
ingin pergi ke tanah suci

bila bukan kali ini
masih ada lain kali
semoga jasad belum mati




Dekat jendela.
07 Oktober 2010
28 Syawal 1431H











________
dari tadi si Desti nyoba bikin puisi untuk ikut lomba dimari
tapi masih belum bisa khusyuk kebayang tugas segudang
saingan semakin banyak dan berat
apa daya malah jadi bikin beginian. hedew.


*langsung kabur bikin laporan.
semangka!






Kamis, 07 Oktober 2010

[mohon bantuan] Polling - Kepercayaan terhadap E-commerce [poll closed]

Berapa persen tingkat kepercayaan anda untuk membeli produk melalui online seller?

kurang dari 50%
 
 11

50%
 
 28

lebih dari 50%
 
 32

tidak percaya
 
 5

Teman-teman MP'ers. Dengan segala kerendahan hati Desti bermaksud minta tolong untuk mengisi poling berikut. Jika berkenan, boleh menambahkan alasan atau komentar lebih lengkap di kotak komen.

Atas partisipasi dan keikhlasan teman-teman mengisi polling, Desti ucapkan terima kasih.

NB : ini bukan buat skripsi. dan maap tidak ada hadiah. cuma doa : semoga kebaikan teman-teman berbalas kebaikan yang lebih baik.