HALAMANKU

Selasa, 07 Desember 2010

Lebih dari Biasanya

Yang kau butuhkan adalah...


















kaki yang berjalan lebih jauh dari biasanya,

tangan yang berbuat lebih banyak dari biasanya,

mata yang menatap lebih lama dari biasanya,

leher yang lebih sering melihat ke atas,

lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja

dan hati yang bekerja lebih keras dari biasanya,

serta mulut yang selalu berdoa










Tahun baru SEMANGAT dibarui
1 Muharram 1432 H

07 Desember 2010








*quote from here




Selasa, 23 November 2010

Wajah Kami berlabel TKI

***
"dan satu hal yang harus kita perhatikan adalah, bahwa orang Indonesia yang datang ke Malaysia, sudah dicap sebagai TKI" (jleb)

Sore itu, beberapa hari sebelum keberangkatan, kami dibekali oleh seorang penulis tersohor. Fokus pembekalan kali itu adalah tentang apa dan bagaimana yang harus kami lakukan ketika berada di bandara internasional dan berada di negara tujuan.

Beliau menceritakan pengalamannya lebih lanjut. "dulu waktu saya mengantri di bandara Singapore untuk pengecekan pasport, di depan saya ada rombongan TKI Indonesia yang diperlakukan semena-mena oleh petugas bandara. Bayangkan, tas mereka direbut paksa, dihambur hamburkan isinya, ditanyai dengan kasar, dsb, sungguh tidak manusiawi sekali perlakuaannya. Setelah itu mereka didorong digiring ke sudut ruangan, diteriaki, dipisahkan dari penumpang-penumpang lainnya. Jangan heran kalau petugas bandara di sana lebih ramah pada orang bule berkulit putih, daripada orang Indonesia."

"Oleh karena itu saya menyarankan u/ melakukan hal hal berikut"
1. Pastikan pasport dan undangan dari UTM (Universitas Teknologi Malaysia) dibawa, itu dua benda yang paling 'sakral'
2. Belajarlah bahasa Inggris. Walaupun bahasa Inggris saya agak pas pasan tapi tidak mengapa, percaya diri saja ngomong pakai bahasa  Inggris. Itu akan meningkatkan sedikit derajat anda di depan mereka. Karena TKI tidak mungkin bisa berbahasa Inggris.
3. Berpenampilan : sebagai bisnisman atau pelancong. bisnisman itu rapi, pakai tas yang eleganlah ya jangan tas sekolah, kalau ada jas pakai jas. kalau pelancong, yg keren, ada camdig dsb dipamerin saja

Mendengar hal tersebut, sebenarnya saya agak tersinggung. Saya nggak ngerti apakah ini lebay saja. Bagaimana mungkin negara Malaysia bisa memandang orang Indonesia, yang masih satu rumpun, sebegitu rendah. Tetapi memang begitulah kenyataannya, negara kita masih sabagai pengekspor TKI.

***
Alhamdulillah. Saya bisa langsung ngacir waktu dicek.  Saya tidak membayangkan bagaimana jika tidak membawa undangan itu maupun tidak bisa berbahasa inggris, akankah saya disisihkan seperti barisan di ujung sana. Ya, saya benar melihat saudara-saudara saya dengan kaos seragam khas TKI, dibariskan berjalan menuju barisan paling ujung. Sedangkan 'wisatawan' lain bebas mengantri di mana pun.

Saya masih menunggu kawan kawan di loket pengecekan pasport. Lalu, barisan TKW (karena wanita semua) lewat di depan saya. Perasaan sangat iba bercampur sedih pada diri sendiri seraya memandangi mereka, ya Rabb mereka sedang berjuang. Tapi sepertinya pandangan mata saya salah fokus, ada seorang di antara mereka lalu menyeletuk "kenapa mbak, belum pernah liat TKW ya!" kontan saya kaget, saya buang pandangan saya ke teman-teman. Betul, itu pertama kalinya saya melihat secara langsung.

***
Selain Ptaling Street, sepertinya jarang sekali ada pasar tradisional. Bahkan ketika kita minta di antar ke pasar yang agak murah, mobil ini berhenti di Giant supermarket. Baiklah, kita punya definisi yang berbeda tentang pasar murah. Saya melirik lirik baju kurung, khas Malaysia. Kami bertanya dengan bahasa melayu saja pada pelayan toko : "berapa ini?" dengan raut wajah agak terpaksa dan nada bicara nggak ikhlas dia menyahut "RM35". Heh? Mahal bener. Kami yang emang masih kere mencoba menawar, lalu disahut "kalau yang murah yang ini"  kami bandingkan jenis kainnya jelas berbeda, ini murahan. Lalu si kakak tadi tanya balik "dari mana?" saya masih sumringah dan menjawab "Indonesia" si kakak tanya lagi "ngapain?" sambil megang megang baju kurung saya jawab datar "belajar kat UTM" seketika si kakak jadi ramah. Nadanya jadi lembut, melayani kami memilih baju kurung yang lain. Tapi maaf kak, saya mendadak kere untuk membeli baju kurung disini.

Capek sekali muter2 mall gede gini. Sebelumnya kami harus berjalan cukup jauh. Kami putuskan serombongan untuk duduk di tangga kecil, sambil nungguin kelompok putra. Di tempat itu tidak ada orang berlalu lalang. Dari kejauhan saya memperhatikan pelayan toko yang sedang berberes ngedumel pake bahasa malaysia "ih apalah, duduk duduk kat situ" wajah penuh hina dilemparkan pada kami. Kami hampir diusir. Untung ada kakak cantik malay yang jadi guide kami "tak pe, ni pelajar UTM". Model pakaian kami mudah sekali diidentifikasi sebagai orang Indonesia. Jilbab malaysia saat itu lagi trend model mesir, hampir 90% perempuan pakai baju kurung, dan kalaupun pakai jilbab segiempat, mereka tidak menggunakan ciput model topi.



Masih serombongan kami berkeliling, singgah di money changer. Tiba-tiba seorang makcik bertanya : "Nak ape di Malaysia? bekerja kah?" beuh.. ni makcik apatis sekali. Emang ada cap TKI apa di wajah kami. Saya langsung jawab "no, we are student, study in UTM for 2 weeks". Si makcik kayaknya tengsing, "oh UTM KL?". Saya jawab yes, langsung ngacir.



_________
hmm,, masih banyak pengalaman lain tapi.. klo diterusin panjang bener.
to be continued


Senin, 25 Oktober 2010

Suatu Hari, Merekam Anis Matta


***
Antum punya narasi besar tetapi tidak punya spirit penaklukan seperti itu. Antum tidak akan menang. Karena itu ciri semua pemenang, sepanjang sejarah, ciri semua komunitas pemenang, apa pun namanya itu adalah "agresifitas". Persoalan kita ini adalah krena kita tidak agresif, kita terlalu bijak, dan kita memilih menjadi orang bijak.

Itu sebabnya kalau antum baca lagi dalam sejarah. Apa bedanya Soekarno dengan pemimpin-pemimpin islam yang lain, Cokroaminoto, H. Agus Salim, M Natsir. Apa perbedaaannya? Bahkan apa bedanya Soekarno dengan pemimpin-pemimpin sekuler nasionalis yang lain? Bedanya "agresifitas".


Soekarno percaya bahwa untuk merdeka kita perlu revolusi. Dan untuk melakukan revolusi yang kita perlukan adalah gerakan masa. Dan masa itu hanya perlu satu, tantangan.

Hatta percaya bahwa untuk merdeka kita perlu revolusi, tapi untuk menciptakan revolusi kita butuh kader-kader yang terdidik secara politik, nanti kader-kader inilah yang memimpin bangsa.



***
Makin besar untungnya makin besar resikonya. Kalau antum tanya, kapan kaum muslimin mulai kaya? Waktu mereka pernah menang dalam jihad. Makanya biasanya saya suka bertanya pada orang. Coba tunjukkan metode saya. Ada satu negara yang berdiri di madinah, namanya negara Madinah, tapi menteri keuangannya siapa? Ada nggak menteri keuangnnya? Siapa menteri keuangan zaman nabi?  Hah? Nggak ada.

Jangankan tanya menteri keuangan, kas negaranya ada nggak? Nggak ada juga. Tapi disebut negara nggak? hah? Disebut negara, tapi dia tidak punya kas negara. Kenapa ia disebut negara? karena ia menjalankan otoritas negara, contohnya membuat perjanjian, iya kan, melakukan peperangan.

Bagaimana caranya negara membiyayain dirinya? itu proyek negara seringkali dibiayain oleh individu. Kapan saatnya mereka punya saldo? Mereka punya saldo itu, waktu masa Umar bin Khattab. Karena ekspansinya sudah sedemikian luas dan luas wilayah yang dikuasai oleh Umar waktu itu setara dengan 18 negara sekarang ini. Setara dengan 18 negara sekarang ini. Berkali-kali lipat dari Imperium Romawi. Luar biasa.


80% hasil harta rampasan itu untuk para mujahidin. 20% nya untuk negara. makanya yang kaya raya dikalangan para sahabat itu para mujahidin. karena semuanya ikut perang. karena sebagian diantara masyarakat ikut berperang, yang 20% ini begitu didistribusi kepada orang-orang miskin jumlahnya makin sedikit, penerimanya makin sedikit karena semuanya pergi perang, iya kan. semuanya pergi perang. sehingga yang 20% ini masih banyak saldonya. karena sebagian besar pergi perang, sebagian besarnya sudah tidak termasuk mustahiq, karena sudah dapat ghanimah, dan bahkan termasuk muzakki.
*dipotong disini


_____________
Kalau lupa bawa catatan, atau merasa semua kalimat pembicara itu penting, saya biasa menggunakan hape untuk merekam.
Ditengah kemumetan mau UTS hehe, isenk, mencoba menuliskan hasil rekaman  pada suatu pertemuan beberapa waktu lalu. Semoga bermanfaat.

Attachment: Anis Matta.amr
Attachment: Anis Matta 1.amr

Minggu, 24 Oktober 2010

Keluhan anak SMA : Ortu Maunya Saya Nyontek


***
Sudah jelas, bahwa menyontek adalah media pembelajaran yang secara tidak langsung dibentuk oleh sistem pendidikan kita untuk menjadi koruptor prestatif. (*sotoy)

Selain melakukan rutinitas belajar yang membosankan, setiap  kali ujian, pelajar bisa mendapatkan training-training mandiri "Menjadi Koruptor Cerdas". PPDS (Pelajar Penipu Diri Sendiri) mampu mengatasi ketegangan-ketegangan yang terjadi saat mereka melakukan perbuatan "halal" itu. Bagaimana si dia bisa mencontek dengan mudahnya sedangkan ada yang sampai keringat dingin. Adalah sebuah pembiasaan, sesuatu yang dilakukan secara sadar dan berulang. Secara teori, sebuah pembiasaan akan masuk ke dalam alam bawah sadar yang akhirnya diterima dan diulang tanpa proses evaluasi pada otak. Jadi, ketika dari sekolah kita sudah membiasakan mencontek, berhasil dalam defence mechanism, komplitlah jumlah SKS untuk bisa menjadi koruptor sejati ketika sudah bekerja (*sotoy lagi).

Pernah tahu alat pendeteksi kebohongan? Ada kasus kekurangakuratan alat pengukur kebohongan pada tersangka kriminal. Sehingga alat tersebut tidak selalu bisa menunjukkan bahwa seseorang itu bohong atau benar. Alat tersebut disetting dengan mengukur : percepatan denyut nadi selama diintrogasi, air keringat yang diproduksi, dan gejala fisik lainnya yang ditimbulkan oleh rasa tegang. Ketegangan muncul salah satunya karena kondisi diluar keinginan kita,  kita merasa ada was-was dan ragu, khawatir juga takut, sehingga secara alami tanpa diminta kondisi tubuh yang tidak siap akan mersepon berbagai gejala biologis. Bagi penjahat kelas kakap yang sudah biasa melakukan perampokan dan pembunuhan, respon tubuh tersebut tidak bisa dideteksi, karena ia sudah berulang kali melatih ketegangan ketika diinterogasi. Kondisi diluar keinginan pelaku kriminal, dalam hal ini "tertangkap basah", sudah terjadi berulang kali, sehingga tubuh mahir dalam melakukan netralisasi, yang didapatkan dari hasil belajar sebelumnya. Sama hal nya pada kasus menyontek. (*eh)


***
Pada suatu pertemuan dengan adek kelas di SMA.
Dek May : Mbak, tau nggak sih?
Desti : Enggak.
Dek May : ih mbak ini serius.
Desti : hehe iya apa dek?
Dek May : Alhamdulillah semester ini aku nggak nyontek. Aku udah bersusah payah untuk belajar sendiri dan menghasilkan nilai murni hasil usahaku tanpa nyontek.
Desti : wah hebat itu! gimana rasanya.
Dek May : ya aku lebih puas, karena tau kemampuanku segitu, tapi mbak aku dilema.
Desti : alhamdulillah. eh dilema kenapa?
Dek May : (nada tinggi) kenapa sih ortuku itu! hmm.. jadi kan mbak karena nggak nyontek nilaiku jadi jelek, turun. trus ortuku tau masalah ini. dan mereka bilang apa coba.
Desti : hm apa?
Dek May : "Kenapa kamu nggak nyontek aja sih? temen-temenmu pada dapet nilai bagus, kamu kayak gini!"
Desti : (saya jadi tegang. masih mendengarkan cerita sang adek)
Dek May : aku sedih mbak, mereka tidak bisa menghargai hasil kejujuranku, mereka malu kalau anaknya dapet nilai jelek. mereka lebih seneng kalau aku dapat nilai bagus meskipun itu harus nyontek.
Desti : (menghela nafas panjang) mencoba memahami.
*percakapan dipotong di sini saja


***
Miris mendengarnya. Saya tidak tahu apakah kejadian seperti itu hanya dialami oleh adek kelas saya itu, atau ternyata lebih banyak lagi orang tua yang mendukung anaknya melakukan tindakan kriminal semacam itu. Saya salut pada adek kelas saya itu yang kemudian tidak menciutkan nyali untuk berlaku jujur meskipun ditentang oleh kedua orangtuanya. Namun, bagaimana dengan anak-anak yang dari rumah sudah dibekali dukungan "nyeleneh" semacam itu oleh orang tuanya?

Kembali pada pembahasan di awal. Kondisi kontradiktif antara mempertahankan kejujuran dan keinginan orang tua akan menimbulkan ketegangan. Menyontek tegang. Tidak menuruti perintah ortu juga tegang. Manakah di antaranya yang akan kita jadikan sebuah pembiasaan? Tentunya pembiasaan yang baik bukan. Sesuatu dikatakan baik dan benar tentu ada ilmunya.

عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ فَقَالَ « الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ ». ” رَوَاهُ مُسْلِمْ … وَعَنْ وَابِصَةَ بنُ مَعْبَدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ” جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ البِرِّ؟ ” قُلْتُ : نَعَمْ قَالَ ” اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ , اَلْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ , وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتُوْكَ ” حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَيْنَاهُ فِي مُسْنَدِي الإِمَامَيْنِ أَحْمَدْ بنُ حَنْبَلٍ وَالدَرَامِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

Dari An Nawas bin Sam’an radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlaq sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya”.
(HR. Muslim)

Menggaris bawahi bahwa dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya. Bukankah ini terjadi saat sedang melakukan aksi menyontek?


“Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-Ankabut:8]


Pada posisi tersebut, kita memilih tidak mematuhi keinginan orang tua karena kita tahu bahwa menyontek adalah perbuatan dosa, dengan alasan bahwa dosa merupakan suatu perbuatan mempersekutukan Allah yang dilarang untuk dipatuhi. Diluar hal itu (syirik pada Allah), wajib patuh sama ortu - no excuse.

Saya tahu, menggunakan dan menafsirkan ayat atau hadis sembarangan tanpa ilmu yang baik akan menjerumuskan. Oleh karena itu jika ada pembaca yang lebih faham mohon koreksiannya. Terimakasih.


________________
*pliss deh buat para orang tua (termasuk saya nantinya). jangan korbankan anak sebagai alat pemenuhan obsesi dan gengsi semata.

*tulisan ini dibuat dan diposting soalnya saya mau ujian mid semester pekan depan.




Senin, 18 Oktober 2010

Bukan Masalah Fasilitas Semata



Ada sebuah perbincangan kecil yang terus berulang isinya dari jaman SD, SMP, SMA bahkan kuliah ini. Tidak lain berupa tuntutan-tuntutan pada pemerintah. Tapi tuntutan itu hanya berhenti di meja kantin saat istirahat. Apalagi yang dituntut oleh pelajar macam kami selain : fasilitas.

Kadang saya ternganga-nganga atas penggambaran teman-teman saya tentang fasilitas sekolah di luar negeri. Kadang saya terpancing ikut merasa iri pada kemewahan-kemewahan itu. Dari yang seragamnya bebas, karena masa muda masa berekspresi. setiap kelas ada ACnya, ada LCD viewernya, ada lapangan indoor outdoor, ada laptop di tiap meja, guru-guru profesional, bahkan sekolah gratis. Saya sempat bertanya-tanya ada tidak sekolah macam itu di Indonesia? Untuk sekolah berfasilitas itu memang sudah ada, tapi untuk bisa bersekolah di sana, orang tua kita haruslah korupsi uang negara dulu, eh maksdunya kaya raya. Minimal biar nggak malu-maluin kita harus diantar naik terios. Sekolah gratis juga ada, tapi ijasah kita mungkin akan dipertanyakan, karena sewaktu-waktu sekolah itu akan kena gusur.

Tidak-tidak, saya tidak ingin mengkritik kondisi pendidikan di Indonesia. Sudah terlalu banyak yang mengkritik, kasihan tanah air kita kalau selalu dikritik tanpa solusi.


Lalu terketuklah saya membaca sebuah Novel Negeri Lima Menara yang menggambarkan pendidikan ala pesantren Gontor. Sepertinya saya tidak melihat banyak gambaran fasilitas di sana. Tapi entahlah kondisi Gontor yang sekarang.


Setelah mencoba membanding-bandingkan, ternyata fasilitas yang kita tuntut bukan masalah utama pendidikan kita. Saya melihat beberapa teman saya yang pernah bersekolah di sekolah yang katanya termahal di Jakarta. Dia tidak perlu pamer, karena dengan menyebut merk saja, kami pasti bergosip tentang sekolah itu. Tapi tapi tapi, bukannya mau menjelekkan teman saya, karena saya sendiri juga belum lebih baik, jebolan dari sekolah dengan fasilitas wah wah itu tidak menampakkan bahwa sekolah itu memang wah. Saya pikir dengan fasilitas semacam itu dia bisa memenangkan berbagai macam lomba tingkat nasional karena lab juga perlengakapan praktikum lengkap, atau lancar berbahasa Inggris karena seminggu sekali pakai bahasa bule itu. Semoga teman saya memang benar rendah hati sehingga ia tidak hendak memamerkan kehebatannya itu. Tapi maaf saya lebih percaya pada karya nyata. Beberapa kali saya menjumpai orang-orang lulusan Gontor yang menghasilkan minimal satu buku.

Cerita lebih lanjut soal Gontor. Saya teringat waktu mengikuti Jambore Pramuka di Baturaden. Ada satu regu dari Gontot. Regu itu berhasil membuat saya terkesima. Betapa tidak. Saat saya baru bangun, menggeliat menghirup udara dingin, regu Gontor sudah berbaris rapi pulang dari sholat subuh berjamaah. Saat saya baru datang ngantri kamar mandi. Regu gontor sudah necis-necis. Saya pernah mencoba menggebrak regu saya untuk bisa seperti itu. Haha, yang ada kami berbaris dengan mata tertutup (dasar anak SD!).

Sebenarnya tidak hanya Gontor yang menginspirasi saya dalam hal ini. Banyak sekolah-sekolah lain yang berhasil menelurkan bibit unggul dengan segala keterbatasan fasilitas.

Ya, sekali lagi bukan masalah fasilitas yang membuat kita hebat. Tapi bagaimana memanfaatkan seminimal apa pun yang ada menjadi fasilitas untuk belajar. Serta kemauan kita untuk menggunakan fasilitas itu untuk belajar lebih giat.

Allahu'alam.

_________
menyindir diri sendiri ceritanya ini.

Selasa, 12 Oktober 2010

Beliau bertanya : "Kalian Islam? Yakin?"

Kami tidak pernah menduga suasana akan menjadi sepanas dan setegang itu. Kehadirannya membuat murka. Seenaknya saja dia melecehkan agama. Saya, tidak bisa tinggal diam. Dia pikir dia siapa?

***
Awalnya beliau mengucapkan Assalamu alaikum. Bau-baunya dia muslim yang taat. Kesan pertama cukup menarik perhatian kami. Akrab saja perasaannya berdialog dengan beliau. Penuh canda tawa. Setelah istirahat makan. Entah kesambet jin mana perbincangan kami mulai melenceng. Saya pikir ini sandiwara. Ya, pasti sandiwara. Hanya saja mimik beliau terlalu meyakinkan jika ini disebut rekayasa.

"Kalian agamanya apa?"
Dengan yakin kami ber tiga puluh langsung mengaku : ISLAM.

"Yakin dengan agama kalian? Apa tidak salah pilih agama?"
(heh)
Entah kenapa mendadak jadi ada sedikit jeda untuk menjawab pertanyaan itu.  Kami ragu apa tujuan beliau bertanya tentang itu. Jeda itu membuat beliau berteriak "Yakin nggak?"
Karena kaget kami menyahut : IYA

"Kenapa kalian memeluk islam?"
Kali ini beliau meminta kami menjawab satu per satu. Kedapatan teman saya menjawab : KARENA ISLAM AGAMA YANG BENAR.
Teman lainnya : KARENA ISLAM AGAMA YANG SUDAH DIJAMIN DI DALAM ALQURAN, SELAMAT.
Teman lainnya lagi : KARENA DARI LAHIR SUDAH ISLAM SIH PAK. (gyaa)

"Oh begitu, kata siapa islam itu benar? orang tua kalian? orang tua kalian tahu dari mana?"
Jeda semakin panjang. Saya meletakkan buku dan pulpen yang saya genggam dari tadi. Saya pikir kami akan mendapat materi tentang aqidah. Rupanya ini ujian aqidah. Saya terdiam.
Seorang teman saya menyeletuk : "Bapak agamanya apa?"

Beliau tampak tidak serius menjawab : "Oh saya ya dengan agama saya"
ERrr..geregetan.

Belum sempat kami berpikir beliau sudah menggertak lagi "Jadi jawabannya apa?!!!"
Seorang teman saya angkat tangan : "Islam itu sebuah keyakinan Pak! Saya yakin islam itu agama yang benar, jadi ya sudah, ngapain bapak nanya2"
Tidak. Bukan itu jawaban yang bijak. Saya memutar otak untuk bisa menjawab pertanyaan bapak itu.
Ehem saya angkat tangan : "Islam adalah agama fitrah manusia, segala tata urusan kehidupan di bumi telah diatur oleh islam di dalam Alquran, sedangkan Alquran sendiri adalah firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad." (cieh, dapet bisikan malaikat)

Tidak bergidik beliau semakin melecehkan "Jadi kalian percaya sama Muhammad, dia itu kan juga manusia kayak kalian, bisa saja dia bohong, ya kan?"
ERrr..sebel.

"Gimana? Masih yakin bahwa agama kalian itu benar?"

Teman disamping saya cekikan. "Ah Des, bapak ini ngerjain kita, rasanya pengen aku balas!"
Kami memang punya argumentasi yang baik, hanya saja untuk menjelaskan dengan redaksi yang runtut dan memahamkan sangat sulit. Berkali kali kami berdiskusi kecil membantah lelucon dan pernyataan beliau tetap saja kami kepentok. Tok.

Lalu.
"Baiklah, saya pending pertanyaan itu? Tapi saya tetep mau bertanya lagi. Boleh?"

Dengan terpaksa dan perasaan mengambang kami jawab : Ya boleh.

"Tuhan kalian itu ada nggak sih?"
(hah! akjhaskhfueifrdjcnn!)
Ada yang tidak sabaran lalu berteriak : ada dong pak! gimana sih.

"Mana? saya nggak bisa liat? tunjukkin dong ke saya kalau Tuhan kalian itu ada?"
Saya ikut tidak sabar : "Kita bisa merasakan keberadaan Allah lewat penciptaannya, manusia, bumi, planet, dll adalah bukti bahwa Allah ada. Masak semua itu tidak ada penciptanya." (bisikan dari surga)

"Siapa bilang Tuhan kalian yang menciptakan. Lha wong saya punya teori terciptanya alam semestah kok. Sok tahu kalian itu!"
(Arghhh.. Zzzz!)

Lalu beliau menjelaskan teori-teori itu, memasukkan logika bahwa itu semua bukan ciptaan Allah tetapi ada dengan sendirinya.
"Jadi mana Tuhan kalian? mana bisa dipercaya kalau nggak kelihatan begitu. Berarti agama kalian itu bohong!"

Teman di depan saya bergumam dengan keras "Allah itu bisa ada dimana-mana."

"Wah hebat sekali ya. Berarti kalau kalian masak Tuhan juga ada disitu, dimana? diwajannya? terus kalau kalian ke WC trus buang air ada Tuhan juga ngikut gitu?"

ERrr.. Hssssss!

Teman di samping saya berbisik. "Des, aku ada ide, tapi kamu yang ngelakuin ya?"
Hahaha... sepertinya kali ini beliau akan terjepit.
Saya memanggil beliau untuk menghampiri posisi duduk saya. Lalu memintanya untuk mengulurkan tangannya. Dan "plak!" saya memukul tangan beliau dengan sebuah pensil. Lalu saya bertanya "sakit pak?"
Beliau tersenyum "ya sakitlah! emangnya ini kulit besi apa, enak aja main pukul"
"Apa buktinya Pak? Mana kita nggak bisa liat kalau tangan bapak sakit?"
Beliau masih mengelus-elus bagian tangan bekas pukulanku. Hwadu, semoga nggak parah. Lalu beliau mengambil penggaris panjang berjalan lagi ke arahku. "Sini, kalau mau tau rasanya."
Hedew, senjata makan tuan. Beliau tidak segan-segan memukul lengan saya dengan penggaris panjang. Duh!
Beliau tanya balik "Sakit kan? mana buktinya?"

Saya meringis. Seluruh ruangan malah tertawa. Pukulan itu tidak merubah pendiriannya.

Kami mutung (bahasa jawa artinya : ngambek). Setiap pernyataan dan pertanyaan beliau tidak lagi kami jawab.

"Terus bapak ini maunya apa sih?"
Teman saya tampak marah.
"Saya datang kesini, untuk mengajak kalian ikut dengan agama saya."
Badan tegak kami menjadi lunglai. Ada yang berbalik ke belakang.
"Kalau kalian ikut dengan saya, saya jamin akan selamat."
Tanpa mengangkat tangan saya nyeletuk lagi : "Apa buktinya pak kalau kami bisa selamat?"
Beliau tidak menjawab, malah menantang lagi "Lhah tadi pertanyaan saya belum dijawab, kenapa kalian memilih agama kalian itu, yang nggak jelas!?!"

ERrr...dibolak balik doang.

"Gimana ada yang mau ikut dengan saya?" beliau menunjuk satu persatu wajah kami.
"Enggak, emoh, enggak lah, tidak, no way, islam paling benar, apapun yang terjadi agama saya tetap islam." Kami bersikukuh memeluk islam dengan modal YAKIN.

Eitz, ada dua orang teman kami yang terjebak.
"Nah, ini teman kalian ada yang sudah cerdas! mereka mau ikut dengan saya."
Semua mata tertuju padanya. Dia hanya diam sambil tersenyum. Mata beralih ke salah seorang lagi. Dia mengajukan syarat "tapi bapak harus menjelaskan dulu pada kami, agama bapak itu seperti apa?"

"Oke. Saya sudah cukup puas sampai sini. Sudah dapat dua anggota. Saya doakan semoga yang lainnya cepat menyusul. Saya yakin pasti kalian akan mengikuti saya. Baiklah, kita istirahat dulu."

_________
*Kejadiannya sudah cukup lama. Saat ilmu yang cetek masih bikin malu. Ni postingan terinspirasi dari sini.


Dalam Dekapan plUrkhuwah



Terinspirasi dari arisan kata ala MP. Iseng iseng saya bikin juga di plurk. Jadi begini deh. NB :  Kalau mau liat jelas di klik aja gambarnya.




Apa itu Plurk? (*kayaknya udah banyak yang tau)
Saya baru beberapa bulan gabung di jejaring sosial ini. Awalnya diprovokasi sama Mbak Sarah. Pertama bingung gak punya teman. Tapi lama-lama asik juga. Ada satu hal yang bikin bersemangat berada di sana, yaitu Karma dan Emoticon. Emoticon unik yang nggak ada di dunia MP apalagi fesbuk. Kalau mau dapet emoticon harus punya karma tinggi. Tampilan plurk berbentuk timeline jadi semacam jurnal. Lebih jelasnya langsung aja ke : www.plurk.com eh tapi harus daftar dulu dink. klo mau liat contohnya boleh tengok digambar ni.



Sengaja saya setting untuk orang-orang yang saya tahu atau kenal di komunitas tertentu. Tidak sebanyak fesbuk (*kabarnya semakin saya tinggalin semakin banyak yang add. huex sombong. hedew jadi bingung.)

Arisan kata ala Plurk, gimana?



Kirain nggak ada yang minat sama ide aneh saya itu. Ternyata eh ternyata ada juga. Secara sukarela tanpa paksaan pada daftar ke dalam jamaah dakwah *eh arisan plukers itu. 

Sejujurnya saya juga bingung mau ngasih kata kunci apa untuk tema KEMENANGAN. Setelah bertapa lima menit akhirnya tercetus : DIMULAI DARI SINI






Dan tahukah apa yang terjadi selanjutnya?






Keributan pun terjadi. Tidak seperti MP yang kalau salah komen bisa diedit. di plurk salah komen artinya dibiarkan atau dihapus diganti yang baru.

Dinamikanya lebih natural. Emoticonny ekspresif. 
Ada juga yang mungkin merasa "nggak penting Des!" ngapain arisan begituan? kurang kerjaan. hehe








Banyak hal menarik yang saya amati disana.

1. Plukers terdiri dari berbagai macam latar belakang : gender, usia, spesialisai, tapi masih satu iman.
2. Kecepatan koneksi tiap plukers beda-beda : ada yang pakai hape, ada yang pakai sp****, ada yang pakai sm***, dan berbagai modem2 lainnya.
3. Plukers juga punya kepentingan lain selain ngurusin arisan, yaitu ngurusin plurknya sendiri.
4.  Ada tata aturan saling komen di tret : jika sudah melewati jam 21.00 artinya plukers akhwat/putri harus offline. Jika ketahuan masih beredar maka kami punya satpam keamanan yang bernama NOTPLURKPATROL *siap2 kena warning!

Kondisi-konsidi itu menyebabkan hal-hal berikut tidak dapat dielakkan :
1. Ada yang sudah komen duluan, eh masih ada yang lebih dulu, jadi harus mengalah. 
2. Ada yang merasa benar, padahal setelah dicek jelas salah.
3. Ada yang bingung bagaimana melanjutkan kata terakhir dan merangkainya dengan dua kata baru. 
4. Ada plukers baru login tiba2 nyambung arisan tanpa baca aturan, jadi bikin gempar.
5. Ada yang melanggar batas jam malam eh malah jadi kacau.
6. Karena kekacauan itu, ada yang sempat tidak yakin dengan hasil akhir dari arisan ini. 

Semakin disambung kata-kata semakin tidak jelas mau dibawa kemana hubungan kita *eh mau sampai kapan arisan ini akan berakhir. Aturan tujuh hari dirasa terlalu lama, setelah musyawarah, jadi 2x24 jam saja sudah cukup membuat peserta menurun produktifitasnya. Saya juga hampir menyudahi arisan itu sebelum tenggat waktu karena dirasa sudah cukup banyak urunan kata. Saya pikir ini kondisi yang sangat natural dimana seringnya kita begitu bersemangat di awal namun diakhirnya mengalami kefuturan, apalagi dengan ketidakjelasan arah. Arisan itu tidak punya pemimpin yang diangkat secara musyawarah anggota, hanya ada aturan yang dibuat oleh saya sebagai pengusul. Saya juga heran mengapa mau-mau saja menuruti hal itu. Mungkin ini yang disebut kepercayaan. Keserabutan terjadi tapi semua tertangani dengan baik karena pada nggotanya terdapat jiwa-jiwa pemimpin yang bertanggung jawab, dimana tidak segan-segan mengingatkan jika ada kekeliruan. Tidak peduli dia siapa. Juga mengaku salah jika memang begitu adanya. Kesadaran komunitas yang tinggi, kalau saya bilang. 

Yang paling menarik, versi saya..
Saya pasang tema KEMENANGAN
Perhatikan baik-baik kata-kata yang muncul dalam kerangkeng kemenangan. Sampelnya ada di kata warna hitam, kalau baca semua kata lebih baik. Secara sadar atau tidak konsep kemenangan itu menggiring kita untuk menggunakan kata-kata yang positif. Ada beberapa saja yang menurun yaitu berkaitan dengan keraguan. Saya rasa itu adalah hal yang lumrah ketika mencapai sebuah kemenangan. Tidak selamanya indah. Akan tetapi "kurungan" kemenangan membuat kita bersikap lebih positif untuk tujuan positif. Kalau saya sendiri merasakan begini : kata apalagi yang akan membawa kemenangan.

Finally, inilah hasil arisan itu.

Klik gambar untuk memperjelas.


Sebagai penutup saya ada sedikit argumen paksaan
Menjadi sukarela itu tidak mudah. Ditambah lagi ada konsekuensi aturan yang harus dijalani. Akan tetapi kita semua tahu bahwa kita sedang merangkai bait bait kemenangan. Terkadang kita tidak sabar untuk segera mengetahui hasil akhirnya. Mungkin tidak seindah yang kita bayangkan, tapi itu hanya sudut pandang kita. Keindahan itu terletak pada proses, karena hasil akhir hanyalah bentuk kebersyukuran. Saya tidak akan pernah bisa merangkai kemenangan itu sendirian, kalau pun bisa, akan terlihat bodoh nge-tret sendirian gajebo, juga tidak akan seindah jika dilakukan bersama. Karena kawan akan datang dengan kata semangat baru yang tidak pernah kita duga, untuk menopang kepercayaan. Sebagaimana fungsi jejaring sosial, selayaknya ia menjadi wadah menghimpun kebaikan saling menyemangati. Dalam Dekapan plUrkhuwah kita merangkai serpihan kata kemenangan.

Quote kata-kata sampul DDU kemudian dimodifikasi untuk DDpU 

Dalam dekapan plUrkhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di plurk. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencintai. Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan plurkuwah.


Penghimpun kata : bung_tomo (Pak Tomo), taftazani (Pak Iqbal), new_ayyah (Mbak Danti), yohang.tuing! (Yohang), yulianapuspita (Yuli), minorAngel (Arif), din_don (Dini), blossompurple (Mbak Wulan), Aufklarung (Pak Muhandis). 



___________
NB : maap kalau agak alay, maksa, geje, n gak penting (*bg yg g punya plurk) . cuma pengen share saja.




Jumat, 08 Oktober 2010

Puisi untuk Haji

bagaimana berpuisi
jika pikiran sedang berlari
tak tentu dan tak pasti

sekali lagi
ku tak bisa menulis puisi
bahkan sudah berhari-hari

berapa kali lagi
harus ku akui
merangkainya sulit sekali

kini ku rendah diri
pada karya sejati
penulis yang kukagumi

duhai Rabbi
kau tahu rindu ini
anugerahkan sedikit improvisasi

kupaksakan mencipta puisi
karena rasa yang menyeruak dihati
ingin pergi ke tanah suci

bila bukan kali ini
masih ada lain kali
semoga jasad belum mati




Dekat jendela.
07 Oktober 2010
28 Syawal 1431H











________
dari tadi si Desti nyoba bikin puisi untuk ikut lomba dimari
tapi masih belum bisa khusyuk kebayang tugas segudang
saingan semakin banyak dan berat
apa daya malah jadi bikin beginian. hedew.


*langsung kabur bikin laporan.
semangka!






Kamis, 07 Oktober 2010

[mohon bantuan] Polling - Kepercayaan terhadap E-commerce [poll closed]

Berapa persen tingkat kepercayaan anda untuk membeli produk melalui online seller?

kurang dari 50%
 
 11

50%
 
 28

lebih dari 50%
 
 32

tidak percaya
 
 5

Teman-teman MP'ers. Dengan segala kerendahan hati Desti bermaksud minta tolong untuk mengisi poling berikut. Jika berkenan, boleh menambahkan alasan atau komentar lebih lengkap di kotak komen.

Atas partisipasi dan keikhlasan teman-teman mengisi polling, Desti ucapkan terima kasih.

NB : ini bukan buat skripsi. dan maap tidak ada hadiah. cuma doa : semoga kebaikan teman-teman berbalas kebaikan yang lebih baik.


Senin, 27 September 2010

Komentar atau Gombal?

Saya mau teman-teman yang terjeblos di postingan ini mengikuti petunjuk berikut. Jangan banyak tanya, jangan dibuat-buat. Ikuti saja. Sampai menemukan tulisan : sudah selesai. Barulah boleh menyimak alasannya.

Oya, kalau teman-teman lagi di kantor atau di tempat umum. Pastikan semua orang merasa aman. Tapi kalau anda memiliki rasa percaya yang tinggi. Okelah, tidak masalah.

Ngapain sih Des?!

Gini :

Bunyikan kalimat berikut, boleh semua, atau salah satu dengan berbagai versi :

"keren banget ya!" atau "subhanallah" atau "tulisan inspiratif" atau "foto nya bagus" atau "aku juga suka lagu ini" atau "kok kita sama ya, suka film ini"
versi 1 : lemah lembut, mendayu dayu
versi 2 : cepat dan datar tanpa nada
versi 3 : berteriak lantang
versi 4 : ekspresi senyum
versi 5 : ekspresi datar

"terimakasih banyak!" atau "terimakasih komentarnya ya kak/dek/om/mbak/mas/pak/bu"
atau "thank's banget!" atau "jazakallah/jazakillah/jazakumullah"
versi 1 : lemah lembut, mendayu-dayu
versi 2 : cepat dan datar tanpa nada
versi 3 : penuh semangat
versi 4 : biasa saja
versi 5 : wajah sumringah
versi 6 : wajah datar biasa aja

"aaarrrrghhhhhh!" atau "ah!" atau "idih" atau "ooh gitu"
versi 1 : datar dan panjang
versi 2 : teriak dan panjang
versi 3 : mendayu dayu manja
versi 4 : sambil mengerutkan dahi
versi 5 : sambil sebel sekali
versi 6 : biasa saja

"hihihihi.." atau "hahahaha.." atau "hehehehe..."
versi 1 : pelan
versi 2 : kenceng
versi 3 : suara rendah kayak laki2
versi 4 : suara tinggi kayak perempuan
versi 5 : wajah senang
versi 6 : wajah sedih

sudah selesai.

bagaimana perasaan teman-teman setelah mencoba?

sebenernya masih banyak lagi. tapi sebaiknya jangan banyak-banyak nanti jadi ketagihan.

Terus Des?!

Tulisan ini terinspirasi dari note : friewan.mp.com lalu saya buka-buka lagi catetan Psikologi Sosial bab Internet.
 




Salah satu kelemahan menjalin komunikasi di dunia maya adalah tidak terlihatnya reaksi non verbal dari teman maya kita. Sebagaimana MP kita ini. Aktifitas yang berlalu lalang disana hanyalah : huruf, kata, kalimat, cerita gambar, video, audio,  emotikon, dan sedikit bumbu alay2. Tidak ada layanan chatting via webcam atau audio. Artinya segala yang muncul di sana akan dipersepsi berbeda-beda oleh setiap orang yang melihat dan mendengarnya.

Eksperimen di atas adalah salah satu bentuk persepsi. Kalimat yang digunakan  hanya sebagian kecil dari bentuk komentar teman-teman. Sebuah kata terimakasih jika diucapkan mendayu-dayu dan itu didengar oleh lawan jenis, boleh jadi akan tersanjung. Tapi kalau diucapkan datar saja, ya biasa saja, malah mungkin tersinggung : "nih orang niat nggak sih bilang makasih?!" Kalimat jazakallah/jazakillah/jazakumullah yang mengandung doa yang mulia juga menjadi horor ketika diucapkan mendayu-dayu. Oya, mendayu-dayu tidak hanya ada pada perempuan, laki-laki juga bisa. Kita juga tidak tahu bagaimana komentator postingan kita berkspresi. Bisa jadi dia bilang "keren banget" tapi wajahnya sedih.

Tidak jarang kita menggunakan emoticon sebagai pelengkap kometar-komentar kita. Harapannya supaya bisa ditafsirkan dengan benar, minimal mengubah persepsi pembaca. Lagi-lagi masalahnya sang penafsir tidak selamanya netral. Kalau dikasih kedipan mata artinya apa ya.

Lebih lagi, jika kita belum mengenal siapa sang empunya MP, jangan buru-buru mendjuge. Karena bisa jadi apa yang tampak di blog bertolak belakang dengan kepribadian si empunya. Bukti penelitian, yang insyAllah akurat, bisa dibaca di attachment bawah.

Lhah terus gimana?

No problemo. Wajar saja. Tidak lebih tidak kurang. Kita flashback kembali bahwa begitulah hukum dunia maya. Tidak bisa tertolak karena fitrahnya dunia maya itu bebas.  Ini bisa diartikan pula kebebebasan ekspresi di dunia maya akan ditanggapi dengan kebebasan persepsi. Bukan berarti saya menjunjung kebebasan yang tidak beradab. Selama tidak melanggar SARA, insyaAllah aman.

Hubungannya sama gombal?

Versi lengkapnya adalah rayuan gombal.

Rayuan adalah ajakan atau bujukan dengan kata-kata yang lemah lembut menyenangkan yang mampu menggerakkan diri kita dengan senang hati melakukan segala sesuatu yang semula kita enggan melaksanakannya.

Gombal (bhs Jawa) artinya semua bahan yang terbuat dari kain, biasanya kain dan celana, yang sudah lusuh, robek, jelek serta sama sekali berbeda dari wujud dan kegunaan aslinya.

Jadi arti kata ‘Rayuan Gombal’ adalah ajakan atau bujukan dengan kata-kata yang lemah lembut menyenangkan disertai pujian-pujian, yang seringkali terdengar norak dan sama sekali tidak sesuai dengan kenyataanya, yang membuai perasaan kita serta mampu membuat kita dengan suka hati menerima dan melakukan segala sesuatu yang sebelumnya tidak kita sukai sama sekali.
(definisi ini saya dapatkan dari sebuah artikel, dimungkinkan ada definisi yang lebih akurat)

Ternyata gombal itu bohong. Dosa dong .  Sesuai definisi di atas maka silakan persepsikan masing - masing setiap komentar di postingan kita. Komentar kah atau gombal kah? Perlu ditanggapi kah atau dibiarkan saja kah? Ohiya, umumnya gombalisasi terjadi pada para bujang terhadap bujangwati atau sebaliknya. Pula terjadi pada postingan/blog yang memicu terjadinya penggombalan. Kalau ada yang bilang, nggombal itu wajar sekali-sekali dilakukan, kalau nggak nggombal kurang sedep gaulnya. Nah, kalau sedepnya bikin ketagihan ya tanggung sendiri lho. Antisipasi jika gombal berlanjut sampai dunia nyata.



Sebagai manusia yang multipersepsi ini maka baiknya selalu mensucikan hati dengan mengingat Allah.  Supaya tidak terjebak pada arus gombalisasi dunia maya. Pastikan tetap pada jalur niat, u/ silaturahim ya monggo, belajar menulis ya silakan, mencari ilmu oke, buat promosi juga boleh. Kejujuran menjadi kunci penting di sini.

Allahu'alam.


______________
*Sebagai Desti, saya mempersepsikan setiap komentar di MP ini adalah bentuk apresiasi dari teman-teman MP'ers. Semoga tidak lebih tidak kurang. Menafsirkan puisi saja saya agak sulit apalagi komentar gombal. Jadi, semua komentar saya terima insyaAllah dengan usaha dinetralkan saja. Jika terjadi ketidaknetralan pada persepsi komentator maka "maaf" saya sama sekali tidak bermaksud. Mungkin, terdapat kekeliruan pada tulisan ini, mohon kritik dan sarannya (*tulisan masih  acakadut). Ada yang tersindir? itu persepsi siapa ya. hehe



 

Kamis, 23 September 2010

[lagi] Bontang - Sholat Ied [2 Jumat yang lalu]




Jepret2an di Bontang edisi ke-3. Kali ini di Lapangan Town Center, tempat langganan sholat Idul Fitri. Sebagian jepretan adekku :)

Rabu, 22 September 2010

Bungkus Rokok yang Ideal



Bungkus rokok yang bagus. Sengaja q jepret waktu jalan-jalan di negeri orang beberapa waktu yang lalu.


Postingan ini terinspirasi dari Kuliah Psikologi Riset & Konsumen kemaren. Saya pikir di Indonesia tidak memberlakukan peraturan pengemasan rokok. Ternyata ada :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pasal 8 (ayat 1 poin i)

1 Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta

Pasal 17 (ayat 1 poin d)
1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
    d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

Rokok ala Indonesia, resiko pemakaiannya ditulis dengan font paling kecil, semakin kecil semakin bagus, trus ditaroh di belakang, kalau bisa dibungkus luarnya aja, biar kalau udah dibuka langsung dibuang. Nggak melanggar peraturan. Soalnya di undang-undang itu nggak dikasih ukuran pencantuman label informasi.

Di Eropa, kalau mau beli harus nunjukin KTP, harganya mahal, belinya juga mesti satu slot. Di Indonesia dibuat gampang aja belinya. Diecer boleh, jadi yang beli nggak sempat baca resiko pemakaian di bungkusnya, harganya yg bisa dijangkau anak SD.

Jangan lupa bikin iklan yang maco. Cari kuda yang gagah, jangan kambing apalagi keledai. Kalau bisa pake' bidadari. Sesekali bikin iklan yang menyentuh, biar dapet simpati juga. Eh jangan cuma iklan nanti pada nggak percaya. Sekalian bikin aksi sosial, misal bikin gedung olahraga, program beasiswa berprestasi atau kurang mampu, yang kreatiflah.





________
*Sebagai calon psikolog aq harus belajar peka terhadap VALS (value, attitude, life-style) yang sangat mempengaruhi tingkat pengkonsumsian suatu produk. Ternyata hanya masalah "sugesti".

Sabtu, 18 September 2010

Senin, 30 Agustus 2010

Tulisan Sebelum I'tikaf ini kuberi judul : "HIDAYAH"

"Begitu pula dengan kau kawan, jika tak sengaja tertarik melirik postingan ini, yakinlah itu bukan suatu ketidaksengajaan, tapi saat ini Allah menggerakkan hatimu, kau memilihnya, lalu..."


Sengaja aku membuka Alquran digital. Kuketik kata "hidayah". Kubuka ayat-ayat yang kemudian muncul dibawahnya. Kucoba merangkainya ke dalam kisah hidupku, eh bukan kisah ayahku, aneh bilang ayah, kisah bapakku, eh aku juga lah.

Tentang pencarian hidayah.

Desti    :Pak, Bapak kapan mau sholat?
Bapak   :Nanti kalau Bapak sudah siap.
Desti    :Kapan bapak bisa siap kalau nggak dicoba?
Bapak   :Iya, Bapak tahu.
Desti    :Kalau sudah tahu kenapa tidak dilaksanain?

Bapak terdiam sejenak. Mengambil nafas agak dalam. Mungkin sedikit kaget aku menanyakan hal itu lagi. Beliau lalu mengalihkan pembicaraan.

Bapak   :Kamu sudah sholat dhuhur?
Desti    :waha iya belom! (*tengsin sendiri

Setelah selesai sholat. Tiba-tiba bapak mulai angkat bicara.
Bapak   :Bapak tidak ingin, sholat hanya sebagai sebuah ritual.
Desti    :ya enggaklah Pak, ini kan bagian dari ibadah, kewajiban orang islam.
Bapak  :Kamu lihat, berapa banyak orang yang sholat, tapi perilaku kesehariannya  tidak menunjukkan bahwa dia adalah orang islam. Dia sholat tetapi tetap saja menipu. Koruptor, apa mereka nggak sholat? Mereka itu sholat, pakai peci rapi. Jadi, sholat itu cuma ritual kan?
Desti    :(aku terdiam, baru kali ini bapak berkata seperti itu)
Bapak   :Dulu bapak sholat. Bapak juga rajin ke masjid. Bapak dulu ikut membangun   masjid yang di deket rumah simbah itu. Istilahnya takmir apa pa itu. Setelah masjid itu berdiri. Bapak mendengar kabar ketua takmir masjid menghamili anak gadis satu desa, diluar nikah. Buat apa itu sholatnya? Buat apa susah payah bikin masjid kalau kelakuannya masih begitu?
Desti    :(aku benar-benar tidak bicara, hanya menatap bapak lebih dalam)
Bapak   :Itu yang bikin bapak masih tidak sholat Nak. Belum lagi teman sekantor Bapak. Dia, jenggotan, celananya cingkrang, udah kayak dakocan dandanannya. Iya, memang dia paling alim, rajin sholat. Dia tahu bapak tidak pernah sholat. Suatu hari bapak ditegur, yang pada akhirnya dia ngatain bapak ini seperti babi, karena tidak sholat. Masak seperti itu perkataan orang yang rajin sholat. Bapak aja yang tidak pernah sholat tidak pernah mengatakan hal semacam itu pada orang lain.
Desti     :mungkin maksudnya bukan begitu Pak?
Bapak    :tapi apa ya nggak ada kata-kata lain? bapak jadi semakin ragu, sholat nggak sholat kok nggak ada bedanya, lebih parah lagi. Itu juga di TV, ibu-ibu pakai jilbab tapi anaknya disuruh jadi artis pake baju kembenan gitu.
Desti    :hehe,, iya ya Pak. Tapi, semua orang kan punya dosa, walau begitu mereka
masih dapat pahala melaksanakan sholat. Lha bapak?
Bapak   :ya doakan saja ya nak, biar bapak bisa sholat.
Desti    :doa sih iya, tapi klo bapak nggak usaha ya sama aja bo'ong.
Bapak   :iya-iya, bapak akan usaha. sudah beli makan siang dulu sana. bapak laper.
ibu lagi pergi sama adek.

Aku sedikit tenang mendengar pernyataan bapak. Hanya saja, Aku jadi berfikir lebih dalam, tentang arti ibadahku. Sudahkah benar? Bukankah seharusnya sholat mencegah perbuatan munkar. Tapi segala alasan yang dilontarkan bapak tadi tidak bisa menjadi sebuah pembenaran bagi tidak sholatnya beliau selama ini.

<key : hidayah> Q.S. An-Nahl : 104
   Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman
   kepada ayat-ayat Allah (Al Quran),
   Allah tidak akan memberi petunjuk
   kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih.

Jika Nabi Nuh bisa sabar atas hidayah yang tidak kunjung sampai pada anak isterinya. Aku tidak seperti itu. Aku pikir Allah tidak akan mengujiku dengan hal yang sama, aku rasa Allah tahu aku tidak sesabar itu.

Sejak kecil aku tak pernah melihat beliau sholat. Aku pun baru mengenal sholat sebagai hal yang wajib di usia 14 tahun. Sampai percakapan di atas berarti sudah hampir 20 tahun bapak tidak lagi sholat. Sebelumnya aku sudah sering berdiskusi bahkan berdebat tentang sholat dengan beliau, tak terhitung, awalnya bapak tidak pernah merespon, lama-lama beliau menanggapi dengan kata "ya". Bahkan, anehnya, cukup seringbapak mengingatkan aku untuk sholat. Kadang aku tidak sabar. Kadang sedikit tinggi nada bicaraku (*maaf). Aku berkeluh kesah dan juga resah, apakah beliau mendengarkan aku? Pernah kubelikan beliau baju koko dan sarung. Berharap itu sebuah tanda nyata bahwa aku menginginkan beliau menjadi imam, berdiri di depanku saat aku sholat. Tapi, hati lelaki memang keras, tidak selembut ibu. Saat aku mengajak ibu untuk sholat, beliau tidak segan untuk berubah, walaupun awalnya hanya untuk membahagiakan aku, tetaplah hidayah pun menyapa ibu lebih awal.

<key1 : hidayah> Q.S An-Nahl : 82
   Jika mereka tetap berpaling,
   maka sesungguhnya kewajiban 
   yang dibebankan atasmu (Muhammad)
   hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.

Sudah kukatakan aku tidak cukup sabar. Aku sempat putus asa tahap satu. Berhenti menegur bapak supaya mau sholat. Namun, hati wanita memang lembut. Seperti hatiku (*jiyaah ujub!), dalam diam tetap kupanjatkan doa untuk beliau. Kata ibu, doa seorang anak pasti terkabul.

Perasaan resahku semakin menjadi-jadi. Karena ilmuku belum dalam. Saat terbesit keraguan akan Allah, entah kenapa justeru semakin dalam aku mencari-cari mengapa Allah melakukan ini. Apakah Allah sudah mentakdirkan aku akan terseret ke neraka juga karena bapakku tidak sholat? Ya Allah, sudah bolehkah aku berlepas tanggung jawab, aku sudah lelah mengingatkan.

<key2 : hidayah> Q.S Al-Israa:15
   Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah),
   maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri;
   dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat
   bagi (kerugian) dirinya sendiri.
   Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain,
   dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.

Dasar remaja. Sok bersikap dewasa. Sok bijaksana menasihati bapaknya untuk sholat. Disaat tak kunjung dikabulkan kau seperti anak kecil. Marah dan putus asa. Jika kau tahu duhai remaja, koreksi dulu niat hatimu. Mengapa kau ingin bapakmu sholat? Karena engkau mencintainya? atau kau ingin berlepas tanggung jawab dari 'amar ma'ruf nahi munkar'?

<key3 : hidayah> Q.S Az-Zukhruf : 27
   tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; 
   karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku."

Aku baru sadar bahwa hidayah Allah bertingkat-tingkat. Aku seperti mendapat hidayah baru. Tentang arti ke"tulus"an. Ternyata, ketika kita menyeru keluar untuk berbuat baik, sesungguhnya seruan itu kembali berlari kedalam, mempertajam ilmu menguatkan iman. Bahwa Rasulullah menyeru umatanya karena rasa cinta yang  begitu dalam, bukan semata-mata karena kewajiban beliau sebagai seorang Rasul. Sampai sakaratul maut pun, Rasulullah saw menyebut "ummati ummati ummati" kalau bukan karena cinta, alasan apalagi? Bukankah di akhirat nanti kita akan bersama orang yang kita cintai? Ya. Mungkin perlu kubeningkan hati dengan cinta baru kemudian berbincang lagi dengan bapak.


Malam itu aku tegang. Besok ujian akhir semester. Tapi bukan karena ujian itu. Gara-gara telepun dari ibuku barusan yang mengabarkan bahwa bapak sedang menjalani operasi. Operasi sakit jantung stadium tiga. Disaat aku mulai belajar menyeru dengan cinta, mengapa Allah menjadikan beliau yang kucintai tergolek kaku. Jika kau pernah mencintai seseorang, ada rasa yang kau sebut dengan "memiliki". Begitulah aku yang mulai takut kehilangan bapak. Bukan berarti dulu aku tidak cinta dan tidak takut kalau bapak suatu saat pergi. Kali ini rasanya berbeda, aku takut bapak belum sholat ketika peristiwa itu terjadi. Ah bodoh! Siapa bilang beliau sekarat!
Dua pekan setelah operasi aku tidak bisa berbicara dengan bapak. Aku tidak tahu bagaimana keadaannya karena saat itu aku pun tidak bisa menemui beliau karena ujian. Lebih lagi ibu melarangku bolos, ibu berusaha menenangkanku dengan berita tentang bapak yang masih baik-baik saja. Mungkin kalau masih satu kota akan lebih mudah.

<key4 : hidayah> Q.S Al-anbiya : 51
   Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan
   kepada Ibrahim hidayah kebenaran
   sebelum (Musa dan Harun), 
   dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya.

Seminggu kemudian, sebelum pulang ke kampung halaman bapak dan ibu menyempatkan diri menjengukku di kota pelajar. Aku tidak mampu membendung air mataku melihat bapak dipapah oleh ibu saat berjalan. Bapak yang selama ini melindungiku dengan jiwa dan raga yang begitu kuat. Saat ini berjalan dituntun perlahan. Ibu bilang selama di RS beliau harus memakai kursi roda. Air mataku semakin deras ketika kulihat jahitan yang masih merah di dadanya. Juga jahitan membujur panjang dibetisnya. Beliau bilang pembuluh betisnya harus diambil sebagai pengganti pembuluh darah ke jantung. Ku dengar nafasnya berbunyi, jika bersin selain mengatakan alhamdulillah beliau juga beristighfar karena sakit sekali rasanya di dada. Beliau berbicara seperti anak TK yang baru belajar membaca, mendengarkan beliau sangat menyayat hati. Saat mau tidur kami harus menahannya, dan meletakkan kepalanya di atas bantal, seperti ibu yang akan menidurkan anak bayinya di tempat tidur. Semalaman beliau tidak bisa tidur karena harus membuang lendir yang menggumpal di mulut setiap satu jam, katanya akibat operasi. Bolehlah kau bayangkan. Makanan untuk beliau hanyalah bubur dan sayur yang bagiku samasekali hambar. Aku haru, kupeluk beliau tapi tak bisa erat dan lama, karena itu hanya akan menambah sakit fisiknya. Sudah sebulan bapak tidak boleh mandi, bahkan untuk buang air harus dituntun oleh ibu. Kami selalu waspada ketika beliau batuk, sebuah alat bantu pernafasan (*tidak tahu apa namany?) harus segera dipasang dimulut bapak untuk menstabilkan nafasnya lagi.

<key5 : hidayah> Q.S Al-Fatihah : 6
   Tunjukilah kami jalan yang lurus.

Dulu aku berdoa agar Allah menyegerakan pemberian hidayah untuk bapak. Aku terus beroda agar Allah lebih cepat memberikan petunjukNya untuk bapak. Aku tidak behenti menyebut bapak dalam doa di malam tahajudku agar beliau segera sholat. Allah tak kunjung mengabulkan doaku. Bahkan doa yang sama pun dilantunkan ibuku, adikku, dan simbah putriku.
Orang beriman tidak akan pernah putus asa dari rahmat Allah.
 
Tak seorang pun pendoa, melainkan ia berada di antara salah satu dari tiga kelompok ini: Kadang ia dipercepat sesuai dengan permintaannya, atau ditunda (pengka-bulannya) demi pahalanya, atau ia dihindarkan dari keburukan yang menimpanya.” (HR. Imam Ahmad dan AI-Hakim)

Lalu aku tidak lagi meminta Allah memberikan hidayah pada bapak. Aku hanya memasrahkan bapak pada Allah. Ba'da tahlil dan shalawat "Ya Allah hamba lemah selemah-lemah makhluk, Ya Allah hamba rela dengan keputusanMu, akan bapak, Engkau sebaik baik Pemberi Keputusan" 

Hingga akhirnya aku tahu hidayah tersampaikan, cepat atau lambat, dengan susah atau senang, dengan cara apa pun Allah yang menentukan.

<key6 : hidayah> Q.S Yunus : 25
   Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga),  
dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya

  kepada jalan yang lurus (Islam).



Ramadhan. Bulan penuh berkah. Dua tahun yang lalu. Malam itu sebelum tarawih, ibu telepon lagi. "Des, bapak sudah sholat." Alhamdulillahirabbil alamin. Menit itu aku menjadi manusia paling bahagia di dunia. Tak perlu kutuliskan, kau pasti tahu mengapa. Serangkaian dzikrullah kuhaturkan. Mengucap rasa syukur yang tak terhingga.



<key 7 terakhir : hidayah> Q.S Al-Hajj : 37
   Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
   (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
   Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu
   supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu.
   Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Atas peristiwa bersejarah itu. Aku belajar banyak hal tentang takdir, tentang janji, dan tentang ikhlas.




Mungkin, spekulasiku :


1. Allah pasti sudah menuliskan dalam lauh mahfuz, bahwa bapak akan menerima hidayah sholatnya di bulan Ramadhan, tahun sekian, jam sekian.
2. Bisa jadi, tanpa perlu seruan dariku, Allah tetap akan memberikan hidayah itu pada bapak tepat waktu, melalui hal atau orang lain.
3. Bahwa hidayah yang didapatkan bapak, belum tentu karena nasihat atau obrolanku dengan beliau, atau hadiah yang aku berikan untuk beliau, atau bahkan doa yang aku panjatkan untuk beliau.
4. Allah mengajariku untuk tidak beranggapan bahwa aku mampu membuat orang lain mendapat hidayah. Allah memberiku kesempatan untuk beramal, berikhtiar, dan bertawakal. Allah Memberiku kesempatan untuk lebih dekat denganNya lewat tahajud, munajat dan doa.
5. Banyak pilihan untuk putus asa, tetapi Allah selalu menarikku agar tetap yakin dengan ilmuNya, janjiNya. Ia mengambil sedikit kenikmatan duniawi, sungguh Ia akan menukar kenikmatan itu dengan kenikmatan akhirat yang tidak bisa kita beli dengan apa pun, kecuali ikhlas.

Begitu pula dengan kau kawan, jika tak sengaja tertarik melirik postingan ini, yakinlah itu bukan suatu ketidaksengajaan, tapi saat ini Allah menggerakkan hatimu, kau memilihnya, lalu tanganmu bergerak dan "klik". Semoga ada hikmah yang kau ambil sebelum kau tinggalkan halaman ini.

Allahu'alam
_______________

- sesungguhnya tafsir ayat-ayat di atas benar adanya diambil dari Alquran, namun jika ternyata pada kaidah2, penempatan, dan asbabun nuzulny tidak sesuai harap maklum. semoga bermanfaat.
- selamat menjalankan I'tikaf di 10 hari terakhir bagi yang menjalankan, semoga mendapat Lailatul Qadar.