HALAMANKU

Sabtu, 15 Desember 2012

Kepada Jiwaku


Kepada jiwaku
Bertahanlah

Kepada jiwaku
Menangislah

Kepada jiwaku
Menguatlah

Add caption

Kepada jiwaku
Mengadulah

Kepada jiwaku
Menunggulah

Kepada jiwaku
Meyakinlah

Kepada jiwaku
Merendahlah

Kepada jiwaku
Pasrah-pasrahlah

Kepada jiwaku
Kembalilah
Kembalilah
Kembalilah
Bening

Rabu, 12 Desember 2012

Dua Empat?


Alhamdulillah
Sampai detik ini aku masih dibangunkan oleh Allah
Memuhasabahi 24 tahun usiaku berlalu di dunia ini
Tahun tahun lalu bergelimang dosa
Tahun tahun lalu bertumpukan khilaf
Sedikit sekali amal

Tertakdir, ketika merasai hinanya diri ini
Menjelang fajar tadi saat kubuka Alquran
Allah melayangkan mataku membaca ayatNya yang indah

Q.S Gafir : 60
Allah mempersilakan hamba-hambaNya agar memohonn perlindungan dari godaan setan, baik di dunia maupun di akhirat. Agar tidak memikul beban persoalan di atas pundaknya sendiri, adukanlah kepada Zat Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa. Sesungguhnya Allah mencintai hamba-hambaNya yang selalu mengadukan permasalahan kepadaNya. Maka, Allah akan mengabulkan permintaan dan permohonan hamba-hambaNya. Dia pun memperingatkan agar manusia tidak menyombongkan diri karena manusia diciptakan dalam keadaan sangat lemah, terbatas oleh tempat dan waktu. Sungguh, Allah Maha Bersyukur terhadap hamba-hambanya yang mau mendekat dan meminta pertolongan kepadaNya. Apabila manusia tidak mau memanfaatkan kesempatan itu, mereka termasuk orang-orang yang tidak bersyukur dan melampaui batas.

Betapa kusadari bahwa kesempatan hidup hari ini dan jika esok
Adalah bentuk kasih sayang Allah padaku
ya Allah
Semoga kesempatan hidup di dunia ini menjadi sarana pnggugur dosa dosa dan penambahan amal
Semoga kesempatan hidup di dunia ini menjadi sarana menggapai rahmat dan ridha Mu saja.

Aamiin.
11 Desember 2012

Minggu, 02 Desember 2012

Pernah Ada Masa-Masa




Pernah ada masa-masa dalam cinta kita
Kita lekat bagai api dan kayu
Bersama menyala, saling menghangatkan rasanya
Hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
Tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu



Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
Kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
Merasa menghias langit, menyuburkan bumi, dan melukis pelangi
Namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai



Di satu titik lalu, sejenak kita berhenti, menyadari
Mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan diatas iman
Bahkan saling nasihat pun tak lain bagai dua lilin
Saling mencahayai, tapi masing-masing habis dibakar api



Kini saatnya kembali kepada iman yang menerangi hati
Pada amal shalih yang menjulang bercabang-cabang
Pada akhlak yang santun, lembut dan mempesona
Hingga ukhuwah ini menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
Yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya



Dalam Dekapan Ukhuwah
Salim A. Fillah

Minggu, 28 Oktober 2012

Ala Bisa "Tidak Menyontek" Karena Biasa



Saya awali jurnal di blog ini dengan mengambil sebagian dari tulisan di blog saya yang lain, lalu di repackaging dengan menambah beberapa opini dan wawasan yang saya dapatkan dari beraksi dan membaca, serta menonton film kita vs korupsi.

Boleh ya saya beranggapan bahwa menyontek adalah sikap yang secara tidak langsung dibentuk oleh sistem pendidikan kita. Guru dan kelas yang membosankan, siswa tidak memahami pelajaran, lalu dituntut agar nilai harus bagus. Sehingga wajarlah setiap  kali ujian, siswa-siswa itu berkesempatan melakukan training-training mandiri untuk mendapatkan nilai bagus tapi tidak perlu susah payah yakni menyontek.

Saya tidak akan membahas soal bagaimana merubah sistem pendidikan di Indonesia supaya pelajarnya tidak menyontek. Terlalu rumit dan kompleks. Saya hanya ingin mengangkat satu aspek saja sesuai dengan background pendidikan saya saja dibidang psikologi. Saya mengambil sudut pandang teori behavioristik. Apakah menyontek itu benar, salah, atau kesalahan yang dianggap biasa sehingga boleh dibenarkan? Kita simpan pertanyaan ini.

***
Ala bisa karena biasa. 

"Bagaimana si dia bisa mencontek dengan mudahnya sedangkan ada yang sampai keringat dingin?"

Adalah sebuah pembiasaan, sesuatu yang dilakukan secara sadar dan berulang. Gage dan Berliner, dalam teori belajar behavioristiknya, mengungkapkan bahwa perubahan tingkah laku merupakan hasil dari pengalaman. Pembiasaan atau perbuatan berulang akan masuk ke dalam alam bawah sadar yang akhirnya diterima dan diulang tanpa proses evaluasi pada otak. Sering kita dengar istilah ala bisa karena biasa.

Saya yakin kita pernah hampir berkeinginan mencontek, sekalipun tidak terjadi, pastilah ada rasa cemas yang muncul. Darimana datangnya cemas itu? Kondisi dimana merasa tidak tenang saat mencontek. Jika orang tua atau lingkungan kita membiasakan untuk minta izin jika mengambil sesuatu dari orang lain, dan menganggap itu perbuatan baik, dilanjutkan dengan menghukum kita saat mengambil sesuatu dari orang lain tanpa izin karena dianggap perbuatan tercela, maka rule yang tertanam dalam diri kita adalah jika diizinkan kita boleh mengambil, jika tidak diizinkan kita tidak boleh mengambil. Melawan rule, membuat kita tegang karena bertentangan dengan arus kebiasaan kita selama ini.

Pernah tahu alat pendeteksi kebohongan? Disebut polygraph atau lie detector (lebih lengkap disini : polygraph ). Pernah ada kasus kekurangakuratan alat pengukur kebohongan itu pada tersangka kriminal. Sehingga alat tersebut tidak selalu bisa membuktikan bahwa seseorang itu bohong atau jujur. Alat tersebut disetting untuk  mengukur percepatan denyut nadi selama diintrogasi, air keringat yang diproduksi, dan gejala fisik lainnya yang ditimbulkan oleh rasa tegang. Ketegangan muncul salah satunya karena kondisi diluar keinginan kita,  kita merasa was-was dan ragu, khawatir juga takut, sehingga secara alami tanpa diminta kondisi tubuh yang tidak siap akan mersepon berbagai gejala biologis. Gampangnya kalau tidak pernah menabrak orang, sekalinya menabrak pastilah deg-degan, keringetan, panik.

Bagi penjahat kelas kakap yang sudah biasa melakukan perampokan dan pembunuhan, respon tubuh tersebut sangat sulit bahkan tidak bisa dideteksi, karena ia sudah berulang kali melatih ketegangannya ketika diinterogasi. Kondisi diluar keinginan pelaku kriminal, dalam hal ini "tertangkap basah", sudah terjadi berulang kali, sehingga tubuh mahir dalam melakukan netralisasi yang didapatkan dari hasil belajar sebelumnya. Sama hal nya pada kasus menyontek. Pencontek mampu mengatasi ketegangan-ketegangan yang terjadi saat mereka melakukan perbuatan itu. Sejak kecil sudah terlatih tenang melanggar peraturan, mengambil hak orang lain tanpa izin, menerima nilai hasil mencontek. Wajar ya, kalau sudah besar korupsi uang rakyat.

***
Saya sering melakukan pendampingan ke adik-adik kelas SMA, saat diberi amanah oleh sekolah setelah jadi alumni. Target pribadi saya terhadap mereka adalah menumbuhkan rasa percaya diri terhadap kemampuan mereka. Menurut saya, bukti paling kongkrit kalau mereka sudah pede adalah tidak menyontek saat ujian. Kenapa? Berangkat dari keprihatinan saya masa SMA dulu, saya sruvey wawancara dan menemukan hampir 80% teman-teman dikelas saya mencontek saat ulangan. Itu baru di kelas saya, belum kelas lain. Berikut  saya cuplikkan pengalaman saya dengan salah seorang adik kelas SMA Negeri di Yogyakarta. 

Dek May : Mbak, tau nggak sih?
Desti : Enggak.
Dek May : ih mbak ini serius.
Desti : hehe iya apa dek?
Dek May : Teman-temanku mbak, mereka ada yang nyembunyiin buku di kolong laci, ada yang smsan, ada yang ngrepek, ada yang pura-pura ke kamar mandi.  Alhamdulillah semester ini aku berhasil nggak nyontek. Aku udah bersusah payah untuk belajar sendiri dan menghasilkan nilai murni hasil usahaku tanpa nyontek. 
Desti : wah hebat itu! gimana rasanya.
Dek May : ya aku lebih puas, karena tau kemampuanku segitu, tapi mbak aku dilema.
Desti : alhamdulillah. eh dilema kenapa?
Dek May : (nada tinggi) kenapa sih ortuku itu! hmm.. jadi kan mbak karena nggak nyontek nilaiku jadi jelek, turun. trus ortuku tau masalah ini. dan mereka bilang apa coba.
Desti : hm apa?
Dek May : "Kenapa kamu nggak nyontek aja sih? temen-temenmu pada dapet nilai bagus, kamu kayak gini!"
Desti : (masih mendengarkan cerita sang adek)
Dek May : aku sedih mbak, mereka tidak bisa menghargai hasil kejujuranku, mereka malu kalau anaknya dapet nilai jelek. mereka lebih seneng kalau aku dapat nilai bagus meskipun itu harus nyontek.
Desti : (menghela nafas panjang) mencoba memahami.


Pada kasus diatas, satu sisi adik kelas saya merasa benar dengan perbuatan tidak menconteknya, pun pujian dari saya mengatakan dia hebat, namun disisi lain orang tuanya merasa bahwa perbuatan itu salah diukur dari nilai ujian. Pembahasan behavioristik tidak berhenti pada stimulus – respon berulang yang menyebabkan seorang melakukan hal tersebut. Reinforcement atau penguatan juga berpengaruh pada perilaku berikutnya. Ada dua bentuk reinforcement (penguatan) yang kita lihat dari percakapan tersebut yakni “integritas diri” dan “rasa bersalah” pada lingkungan (orang tua, saudara, sahabat, teman sebaya, guru). Integritas diri merupakan suatu proses bukan hasil, penjabarannya saya tautkan dengan link integritas. Rasa bersalah dugunakan sebagai salah satu penentu ukuran integritas tersebut.

***
Ini tentang budaya.

Di beberapa negara Eropa dan China, ada budaya seorang anak berusia tujuh belas tahun pantang menerima uang saku dari orang tua. Sedini mungkin orang tua mereka mengajarkan untuk mandiri. Lingkungan pun sepakat dengan hal tersebut. Terbentuklah konsep diri “malu” jika tidak bisa mendapatkan uang dari bekerja part time atau wirausaha. Guru mereka di sekolah pun ikut bertanya, adakah muridnya yang belum bisa menghasilkan uang sendiri. Bahkan bekerja mandiri menjadi suatu kebanggaan diantara teman-teman sekolah atau lingkungan mereka. Hingga diusia dewasa awal mereka tidak gagap mengatur keuangan, tidak kaku berinvestasi, tidak deg-degan dengan kegagalan usaha, tidak khawatir dengan persaingan bisnis. Budaya itu tentu tidak instan. Turun temurun dari orang tua mereka, kebiasaan yang diulang-ulang, pengalaman yang tidak putus, dan ada reinforcement yang padu membentuk “integritas diri” dan “rasa bersalah” pada lingkungan.

Kita semua bersepakat ya, bahwa perubahan suatu bangsa disokong oleh perubahan masyarakatnya, perubahan masyarakat didukung oleh perubahan keluarga-keluarga kecil di dalamnya, dan perubahan keluarga kecil itu dimulai dari perubahan individu-individunya. Wajar dong kalau negara-negara tersebut kuat ekonominya, tidak bergantung hutang pada negara lain lalu mudah disetir.

***
Tidak bisa cepat, sederhananya, kita harus mengawali sejarah membentuk sebuah budaya baru.

Sampai hampir kusut otak saya berfikir, masih juga belum menemukan cara cepat untuk menuntaskan masalah korupsi di negara kita. Kalau faktanya korupsi di Indonesia sudah akut, jalan satu-satunya adalah operasi. Sayangnya tidak ada dokter juga yang berani mengoperasi sakit korupsi di negara kita ini. Sejarah membuktikan, sembuhnya negara-negara terkorup di dunia pun tidak hanya dari resep obat peraturan hukum pemerintah, tetapi juga kesadaran sel terkecil dari tubuh bangsa itu untuk sembuh.

Nah, saya kira ini langkah awal mencegah korupsi. Sulit tetapi butuh. Pelajar, orang tua, guru, lingkungan butuh memiliki kesamaan konsep bahwa : mencontek berarti tidak percaya diri, tidak percaya diri sering berakibat kita tidak mandiri, tidak mandiri mengurangi bahkan menghilangkan integritas diri. Konsep ini harus diulang-ulang oleh media, digelontorkan oleh guru di sekolah, dikuatkan oleh orang tua di rumah, sehingga menjadi sebuah kebiasaan anak-anak muda generasi penerus bangsa ini. Kita akan tetap menaruh sikap mencontek (latihan korupsi) pada tempatnya, yaitu salah. Bukan ala bisa benar karena biasa.

Saya sadar bahwa solusi di tulisan saya ini normatif. Tetapi saya sudah membuktikan melalui cerita saya di atas dengan salah seorang adik kelas, dan saya terus melakukan pendampingan tersebut, beberapa kelompok  yang saya dampingi justru semakin giat belajar, menggunakan waktunya untuk menggali pelajaran, tidak sempat tawuran atau melakukan hal-hal tidak bermanfaat dan semakin percaya diri dengan tidak mencontek.

***
Kepada KPK dan mungkin pemerintah.

Khusus untuk KPK. Menurut pendapat saya, penangkapan pelaku korupsi adalah obat untuk penyembuhan jangka pendek bagi pelaku. Sedang yang kita butuhkan saat ini adalah pencegahan, karena bibit-bibit keturunan pelaku korupsi itu masih ada dan terus lahir, apalagi terkadang pupuk media tidak mendukung, menyimpangsiurkan informasi, dan jarang mengambil kesimpulan yang mendorong pencegahan korupsi.

Saya tidak tahu apakah sudah ada duta anti korupsi di sekolah-sekolah. Prosesnya duta-duta itu adalah perwakilan dari tiap sekolah yang ditraining integritas dirinya, difasilitasi dan dijadikan model di sekolah, digunakan sebagai media untuk mempengaruhi teman-teman sebayanya melalui noton bareng film “Kita versus Korupsi”, stiker, blog, facebook, twitter, dan media lainnya. Serius, saya pribadi kesulitan jika sudah berbenturan dengan orang tua mereka, guru-guru mereka yang memandang sebelah mata sebuah kejujuran. Fase pencarian jati diri adalah masa yang efektif bagi para remaja atau pelajar bertemu dengan konsep positif integritas diri - sebagian sudah saya paparkan diatas. Kita harus membuka peluang pertemuan mereka dengan nilai-nilai tersebut, sebanyak dan sesering mungkin, simpel, agar mereka terbiasa. Terbiasa tidak menyontek, terbiasa tidak korupsi.

Demikian, jurnal ini dibuat dalam waktu sesingkat-singkatnya. 




Yogyakarta, 28 November 2012 - 23:45

by : Desti Purnamasari


tulisan inspirasi di blog saya yang lain : http://destipurnamasari.multiply.com/journal/item/151/Keluhan-anak-SMA-Ortu-Maunya-Saya-Nyontek
sumber bisa langsung klik pada kata yang terkait sumber

Sabtu, 27 Oktober 2012

Forgive Me





I'm about to lose the battle and cross the line
I'm about to make another mistake
And even though I try to stay away 
Everything around me keeps dragging me in
I can't help thinking to myself
What if my time would end today, today, today,
Can I gaurantee that I will get another chance
Before it's too late, too late, too late

Forgive me
My heart is so full of regret
Forgive me
Now is the right time for me to repent, repent, repent

Am I out of my mind?
What did I do?
Oh, I feel so bad
And everytime I try to start all over again
My shame comes back to haunt me
I'm trying hard to walk away but 
temptation is surrounding me, surrounding me
I wish that I could find the strength to change my life
Before it's too late, too late, too late

I know, Oh Allah, you're the most forgiving
And that you've promised to always be there 
when I call upon you
So now I'm standing here ashamed of 
all the mistakes I've committed
Please don't turn me away and hear my prayer 
when I ask you to

Forgive me
My heart is so full of regret
Forgive me
Now is the right time for me to repent, repent, repent

[Maher Zain]

Selasa, 16 Oktober 2012

MP #18 Lelaki Pembelah Bulan


Oct 1, '10 5:15 AM

Aku jatuh hati padanya
Pada lelaki pembelah bulan
yang berambut ikal bergelombang
dengan alis lembut dan bulu mata yang panjang

Aku benar-benar suka padanya
Pada lelaki pembelah bulan
Yang bermata hitam
dan berkulit putih kemerahan

Aku ingin bertemu dengannya
Dengan lelaki pembelah bulan
Yang wajah tampannya
melebihi rembulan saat purnama

Aku ingin sekali
Duhai lelaki pembelah bulan
Melihatmu mengenakan baju berwarna merah
Yang membuat semua orang jatuh cinta padamu
Dan aku sangat yakin ketika itu
Aku pun akan terlena
Semakin jatuh cinta

Sudikah engkau wahai pujaanku,
Lelaki pembelah bulan
Untuk menatap
Atau paling tidak
menoleh padaku
Di hari kemudian

Karena aku takut kita tidak bisa bertemu
Karena aku tahu engkau akan selalu dikelilingi para kekasihmu
Karena aku tahu aku bukan siapa-siapa
Karena aku tahu tidak akan bisa menggapaimu
Karena aku lemah dan mudah goyah
Ketika berusaha mengejarmu

Lalu akan kemana aku bila tidak di sisimu
...

Duhai Lelaki pembelah bulan
Aku tahu cinta tak hanya cukup bicara
Apalagi hanya dalam hati

Cintaku ini, duhai lelaki pembelah bulan
Kujadikan mahar untuk berdampingan denganmu di sana
Untuk itulah aku hidup di dunia
Berusaha dengan segala kemampuan

Maka duhai cintaku,
Lelaki pembelah bulan
Ijinkan aku jatuh cinta padamu



(Rumaisha Ali)
8 Rabbi’ul Awwal 1431H-22Februari 2010







MP #17 Air Mata yang Menuntun Ke Surga


Oct 31, '10 10:00 PM

Dua ilmuwan pernah melakukan penelitian disertasi tentang air mata. Kedua peneliti tersebut berasal dari Jerman dan Amerika Serikat. Hasil penelitian kedua peneliti itu menyimpulkan bahwa air mata yang keluar karena tepercik bawang atau cabe berbeda dengan air mata yang mengalir karena kecewa dan sedih.

Air mata yang keluar karena tepercik bawang atau cabe ternyata tidak mengandung zat yang berbahaya. Sedangkan, air mata yang mengalir karena rasa kecewa atau sedih disimpulkan mengandung toksin, atau racun. Kedua peneliti itu pun merekomendasikan agar orang-orang yang mengalami rasa kecewa dan sedih lebih baik menumpahkan air matanya. Sebab, jika air mata kesedihan atau kekecewaan itu tidak dikeluarkan, akan berdampak buruk bagi kesehatan lambung.



Menangis itu indah, sehat, dan simbol kejujuran. Pada saat yang tepat, menangislah sepuas-puasnya dan nikmatilah karena tidak selamanya orang bisa menangis. Orang-orang yang suka menangis sering kali dilabeli sebagai orang cengeng. Cengeng terhadap Sang Khalik adalah positif dan cengeng terhadap makhluk adalah negatif.

Orang-orang yang gampang berderai air matanya ketika terharu mengingat dan merindukan Tuhannya, air mata itu akan melicinkannya menembus surga. Air mata yang tumpah karena menangisi dosa masa masa lalu akan memadamkan api neraka.

Hal ini sesuai dengan hadis Nabi, "Ada mata yang diharamkan masuk neraka, yaitu mata yang tidak tidur semalaman dalam perjuangan fisabilillah dan mata yang menangis karena takut kepada Allah."

Seorang sufi pernah mengatakan, jika seseorang tidak pernah menangis, dikhawatirkan hatinya gersang. Salah satu kebiasaan para sufi ialah menangis. Beberapa sufi mata dan mukanya menjadi cacat karena air mata yang selalu berderai.

Tuhan memuji orang menangis. "Dan, mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (QS Al-Isra' [17]:109). Nabi Muhammad SAW juga pernah berpesan, "Jika kalian hendak selamat, jagalah lidahmu dan tangisilah dosa-dosamu."

Ciri-ciri orang yang beruntung ialah ketika mereka hadir di bumi langsung menangis, sementara orang-orang di sekitarnya tertawa dengan penuh kegembiraan. Jika meninggal dunia ia tersenyum, sementara orang-orang di sekitarnya menangis karena sedih ditinggalkan.

Tampaknya, kita perlu membayangkan ketika nanti meninggal dunia, apakah akan lebih banyak orang mengiringi kepergian kita dengan tangis kesedihan atau dengan tawa kegembiraan.

Jika air mata kerinduan terhadap Tuhan tidak pernah lagi terurai, apalagi jika air mata selalu kering di atas tumpukan dosa dan maksiat, kita perlu segera melakukan introspeksi. Apakah mata kita sudah mulai bersahabat dengan surga atau neraka.

Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Prof Nasaruddin Umar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--
Ahad, 31 Oktober 2010, 19:05 WIB







Senin, 15 Oktober 2012

MP #16 Ketemu Andrea HIrata



Apr 26, '08 9:23 PM


Hati kecil ini benar-benar berdoa pada Allah... Ya Allah jika memang bila hamba datang ke talkshow laskar pelangi mendapat kebaikan ... maka redakanlah hujanMu... namun jika tidak maka deraskanlah hujanMu...

Subhanallah... Allah mendengar doa hamba... seketika hujan reda, tinggal genangan air sisa hujan tadi sore membasahi jalan...

Sengaja aku datang lebih awal.  Sambil membayangkan aku adalah orang pertama yang datang lalu duduk paling depan sehingga bisa melihat Andrea Hirata lebih dekat. Dalam hati ini menyebut namanya seperti sesosok orang yang pantas untuk dikagumi karyanya, saat ini, walaupun tiada yg lebih pantas menggantikan Rasulullah. Dugaanku salah. Sesampainya di sana, tubuh-tubuh besar kurus, gendut, dari berbagai bentuk ciptaan Allah untuk manusia- memadati ruangan itu. Aku pikir ada kursinya eh ternyata kita dipersilakan duduk ndlosor di atas tikar. Aku sempat kebingungan sendiri, iya karena aku dengan PD-nya datang sendirian ke acara itu. Di mana ya? Ya ampun di mana aku harus duduk. Haduh! ditengah kebingungan memutar mata ke segala penjuru mencari tempat nyaman untuk menatap penulis buku Laskar pelangi itu. Nah, akhirnya selembar tikar di gelar, paling belakang dan dengan sigap aku mendudukinya bersama beberapa orang.

Alhamdulillah, g bayangin klo harus berdiri sampai akhir acara yang g aku ketahui kapan. Seperti biasa jam ngaret Indonesia masih berlaku. Sampai jam 19.30 acara baru di mulai (harusnya 19.00). Diawali dengan basa-basi kumpulan pemusik yang menamakan dirinya hmmm 'lupa???', dengan dalih menggabungkan musik jazz dan keroncong, apapun namanya sama sekali aku tidak bisa merasakan harmoni campuran kedua aliran musik itu, aku menikmati musik itu karena lagunya cukup populer, tidak lebih. Entah karena jiwa musikku yng rendah atau apa, ah enggak juga. Atau mungkin ini jawaban yang paling tepat, otak dan hatiku telah bekerja sama menciptakan suasana ‘coriousity'  yang begitu tinggi tentang Laskar Pelangi & Andrea Hirata. Jadi, embel-embel apa pun yang disediakan untuk menghibur penonton di awal sama sekali tidak membuatku bergidik. Di tengah kesesakan pengunjung, duduk bersila dengan orang yang tidak aku kenal dan aku yakin beberapa jam lagi kakiku kesemutan, aku mengagumi orang2 di sekitarku itu sambil bertanya-tanya apakah feeling yang aku rasakan tentang acara ini sama dengan mereka. 

Supaya penonton yang rela berhujan-hujan sejak tadi sore datang ke event ini semakin penasaran maka para panitia itu mengulur-ulur waktu, lagi-lagi dengan basa-basi memanggil tiga penulis buku terbitan Bentang (bukan Andrea Hirata tentunya) untuk diajak berdialog soal tulis-menulis. Jujur aku bosan! Tapi berusaha seminimimal mungkin menangkap hikamah dari obrolan yang mereka sajikan. Intinya, perhatikan lingkunganmu sedetail mungkin, terus berusaha keras bila ingin konsisten menulis, banyak membaca, dan akan ada banyak peluang terbuka dengan menjadi penulis

Lalu, detik yang telah dirindu-rindu, saya yakin semua manusia yang ada di dalam ruangan itu berharap sama denganku. “Mari kita sambut... Andrea Hirata” serentak semua bertepuk tangan dan yang paling menyebalkan, ketika tangan-tangan manusia di depanku mulai mendjulur-julur ke atas sambil memfokuskan kamera digital yang mereka bawa. Oh sungguh, bersabarlah!


Seperti yang telah kuduga sejak awal, di belakang sini aku nggak bakal bisa melihat Andrea dengan begitu mantap. Mata yang memang tidak diragukan lagi kerusakannya tidak mampu menaruh bayangan wajah Andrea dengan tepat di bintik kuning. Yang bisa ku lihat hanyalah Andrea duduk dan berbicara tepat lurus di depanku, sedikit bersyukur. Sungguh, banyak sekali kata-kata berharga yang keluar dari bibir si penulis kondang itu, dan aku tak sanggup merekam semuanya, kuharap aku tidak berlebihan. Sebentar ya, aku berusaha keras mengingat dan menuangkannya dalam tulisan ini, mungkin bahasanya g bisa plek pas, rangkumannya aja ni:  Bila anda ingin menulis maka fokuslah pada bidang yang anda geluti, jika anda seorang matematikawan, psikologi, fisikawan, dkk tulislah karya mengenai hal itu maka itu akan lebih diapresiasi (sip... bener banget tuh!). Lalu lakukanlah riset, baca buku-buku ilmiah, penelitian, jurnal, dan semacam itu, dan katanya Andrea sebuah alasan mengapa ia mengidolakan Roma Irama, masih ingat lagunya 135 juta penduduk Indonesia “k-lo Kak Roma nggak riset mana mungkin dia bisa melagukan lagu itu?! (wush.... iya ya?

Trus ada seorang penanya. Klo riset ilmiah bagaimana dengan saya yg fokus di bidang agama? Kata seorang penanya dgn antusiasnya. Andrea menjawab, justru karya-karya dengan basic agama itu yang akan membuka sebuah pintu di hati manusia yang jarang di dapatkan dari karangan-karangan biasa, itu nilai lebihnya! Jadi kenapa tidak?! (wah..wah.. bisa bisa bisa nih bisa!) Trus ada pertanyaan lagi menganai kepopuleran dan celebritaisme. Andrea dgn rendah hati mengatakan, sebenarnya ini bukan karena Andrea Hirata itu hebat atau Laskar Pelangi itu hebat tapi inilah moment kebangkitan karya sastra Indonesia bayangkan ada 5000 orang rela menonton acara semacam ini juga dan dijaga oleh 30 orang sekuriti, emang kapan sih ada diskusi sastra yang bisa sebegitu hebatnya... (pertanyaan&pernyataan yg ma’jleb!) maka sebenarnya ini adalah kehebatan para pembaca Indonesia yang (haduh lupa-lupa... g inget apa namanya... sleeping apa gituh?) itulah.
Andrea juga mengatakan bahwa klo dikira-kira ada sekitar, ya hanya sekitar 150.000 pembaca (the real pembaca: yang rela berkorban demi membaca, yang menyediakan budjet tiap bulan untuk membeli buku) dari 20an juta penduduk Indonesia. (oh... miris sekali). Oya, Andrea juga baru saja pulang dari Kuala Lumpur dan di sana dia juga mengadakan acara diskusi sastra, tau nggak ternyata eh ternyata karya-karya sastra Indonesia baik itu film, lagu, buku, dsb sangat diapresiasi di Malaysia, mereka mungkin justru jauh lebih antusias menghargai hasil karya orang Indonesia di banding orang Indonesia sendiri (ya ampun... malu saya!) tapi ya harus segera dipatenkan! Biar g diaku-aku... hehe...


Trus lagi ni,,, ditengah diskusi yg g tau kapan selesainya, si MC pemandu acara yang dari awal dah ngoceh melulu (ya namanya juga MC) memanggil sebuah nama “Pras, ada yang namanya Pras di sini?” sungguh mencengangkan ketika yang beridir adalah seorang laki-laki “Usianya berapa?” ... dengan lantang si Pras itu menjawab “enam tahun”. Gyaaaa.... keren banget! Menit itu aku menjadi lebih kagum pada si adik itu dibanding Andrea, dan yang bikin aku malu sendiri dia udah menyelesaikan membaca Edensor sementara Laskar Pelangi aja aku belom selese baca. (huuu...) truss si adik ini emang sudah persiapan lebih matang dari aku, dia melukis sebuah lukisan pelangi (kayaknya sih, cz dari jauh g keliatan) dan dipersembahkan untuk mas Ikal. Sebagai pembalasannya si adik di kasih seperangkat marcendaise (apa ya?) pokoknya masih berhubungan dengan laskar pelangi n penerbitnya. Eh ngomong-ngomong soal penerbit, ada ni sebuah pertanyaan jujur yang dilontarkan salah seorang penonton dari balik jeruji kawat duri bercelah dihalang tembok bata sehingga cuma terdengar suaranya saja, yah bisa dibayangkan kan betapa buanyaknya penggemar yang merubung ingin masuk namun karena keterbatasan tempat dan keterlambatan hadir mau g mau ya “nrimo”. Pertanyaannya begini,, “apakah anda tidak merasa dikapitalismekan oleh penerbit?” (bleb) Andrea tertawa entah kagum atau terasadar, lalu karena itu sebuah pertanyaan bagus ia pun menjawab dengan bagus pula, yakni dengan menerangkan sebuah bab kuliah ekonomi tentang entahlah apa namanya yang aku tangkap begini; ketika sebuah buku akan diluncurkan maka akan melalui proses begini,  40% para distributor meminta jatah, lalu 10% untuk si penulis, kemudian 30% untuk percetakannya jadi penerbit hanya mengganyang 20% n belum lagi dipotong panjak, dan dengan sisa itu penerbit menyelenggarakan berbagai acara “penting” ini, oya belom lagi k-lo dibajak (maklum?) dsambung dengan cerita ketika andrea n the crew makan di sebuah warung ada seorang penjual buku Laskar pelangi bajakan sambil mengatakan “mas beli buku ini lho mas... bagus” penjual itu mengatakan hal itu di depan andrea... kontan andrea membalas “mas buku itu bajakan mas, saya penulisnya” seketika di penjual kabur... (haduh-haduh penjual yang tidak kompeten!) tertawalah seluruh penonton.

Saat ini andrea sedang disibukkan dengan penggarapan film laskar pelangi yang disutradarai oleh Riri Reza dan Mira Lesmana. Satu peran yang belum dapet aktornya adalah mbah dukun, hahaha, spontan penonton terbahak-bahak dan lebih lagi waktu dia bilang bahwa nggak salah memilih sutradara untuk menggarap film laskar pelangi, soalnya untuk casting buaya aja itu bener-bener diperhatikan. Sumpah aku geli banget dengernya. Pertama dipilihlah buaya yang keren tapi ganas, wah g jadi, trus ada lagi buaya yang cakep tuh tapi pendiem, trus ada lagi buaya yang cuma manggut-manggut kayak boneka, jadinya belum ada buaya yang ideal deh memerankan tokoh buaya di film ini... (gubrakk!) so selain mbah dukun masih ada lowongan mengisi casting bagi yg punya piaraan buaya, hihihi.

Truss adalagi pertanyaan tentang “keseimbangan alam semestah” (filsuf banget!) dan Andrea bercerita tentang keajaiban-keajaiban yang terjadi pada dirinya “kebetulan saya Islam eh salah saya telah ditakdirkan Allah menjadi Islam, wah klo ibu saya mendengar hal itu bisa dirajam saya” 
"Dia ada dikampung belitong yang sangat-sangat udik bahkan tidak ada toko buku,  itu siapa yang duga, lalu dia tentang semua semua yang dulunya nggak pernah ia duga terjadi padanya, terjadi juga (bener kan?)

Kemudian ada satu cerita menarik mengenai kejeniusan si Lintang temannya itu. Jadi waktu itu Andrea kuliah di Prancis lalu dia mendapatkan soal dari dosennya (aku nggak begitu paham) yang pasti untuk menyeleseikan soal itu ada blok-blok yang harus dipisah-pisah, Andrea menyerah lalu dia berfikir untuk membawa soal itu ke Lintang, akhirnya dengan buku setebal kamus dia membawa kasus itu ke Lintang, Lintang bilang “iya aku baca dulu bukunya” (glek!) trus diselesaikanlah soal itu dan dibawa hasil itu kembali ke Prancis pengerjaan soal itu dan diserahkan ke dosen Andrea, lalu setelah itu Andrea ditelepon dan diminta masuk keruangan dosen itu, dosen itu bilang “jawaban ini belum ada solusinya, tapi memang telah ada jalannya” (subhanallah... tepuk2 tangan menggema) lalu ketika ada seorang penanya lagi-lagi dari luar tembok hehe. “apakah Andrea pintar, karena saya membaca buku ini andrea bisa menjelaskan rumus-rumus ekonomi dengan renyahnya” (ini point penting bagiku...) “saya bukan orang yang pintar, tapi saya termasuk orang yang rajin, punya obsesi, n terus tekun mencari tahu”. Tahu kenapa aku menganggapnya point penting, karena aku juga merasa tidak sejenius orang2 jenius tapi aku masih punya rasa curiosity yang tinggi dan aku yakin bahwa inilah yang harus aku optimalkan dan juga kerja lebih keras untuk mencapai keinginanku. 

Overall, secara subjektif aku menilai andrea memang sosok yang punya wawasan luas dan keilmuan yang cukup dalem. Tapi ada satu hal yang kutunggu-tunggu keluar dari pembicaraannya adalah... “kapan dia benar-benar mengagungkan Allah atas keberhasilan ini?” ucapan rasa syukur yg sempat ia lontarkan terkesan standar, entahlah ini cuma penilaian dari sudut pandangku., ya tentunya aku tidak menuntut hal itu terjadi, cuma timbul semacam konflik ketika dia mengagungkan guru atau kepala sekolah SD Muhamadyah yang katanya inspirator banget itu.




[tulisan awal awal ng BLOG (2008) penuh dengan celotehan batin tidak jelas, diambil bagian pentingnya saja yang ada tulisan bold biru] ^^


Minggu, 14 Oktober 2012

Optimisme Kolektif Bangsa Wajib Dibangun


Belakangan ini, salah satu orang/tokoh yang ditakdirkan Allah untuk menjadi inspirasi bagi saya adalah Anies Baswedan. 





Dalam usia yang belum genap 40 tahun,Anies Baswedan masuk 100 intelektual dunia versi jurnal Foreign Policy (FP) di Amerika Serikat. FP memasukkan nama Anis bersama ilmuwan Samuel Huntington, Francis Fukuyama, Thomas Friedman, dan sederet ilmuwan penting dunia lainnya. Lalu, apa tanggapan dan peran yang ingin dilakukan ke depan? Berikut wawancara SINDO dengan Anis Baswedan.

Anda masuk menjadi satu di antara 100 intelektual dunia versi jurnal FPAmerika?
Saya kaget, tidak mengira karena saya juga tidak tahu bahwa saya dinominasikan. Saya merasa masih banyak yang lebih pantas. Saya tidak tahu,saya nggak ngertiprosesnya.Kalau ada begini (penghargaan) ya anggap saja ini wakil Indonesia. Itu bukan karena saya,tapi karena Indonesianya.

Pendapat Anda tentang Jurnal FP sendiri?
Foreign Policy cukup dikenal dan dibaca luas. Ini (untuk referensi) kalau orang bicara masalah hubungan internasional,masalah global. Jurnal ini diterbitkan oleh Carnegie Endowment for International Peace, salah satu think tank yang berpengaruh di Amerika. Hasil ulasan cukup dikenal dan sangat kritis terhadap Bush (Presiden AS George W Bush). Jadi,ini sebuah think tank yang berseberangan dengan Bush.

Apakah sebelumnya Anda pernah mengirim tulisan ke Jurnal FP?
Tidak. Tidak. Saya lihat kalau dari daftar-daftar (nominator), seperti Paus Benedict XVI, Noam Chomsky, Fukuyama, Friedman, Huntington, Yusuf Qardhawi, dan Muhammad Yunus kelihatannya orang-orang itu tidak diminta untuk mengirim tulisan atau mengisi formulir.

Secara akademis,apa yang membedakan di luar negeri dengan di Indonesia?
Tradisi riset yang kuat.Yang menarik, kalau di institusi akademik internasional,seperti Amerika dan Eropa, mereka punya sumber daya yang cukup untuk melakukan kajian-kajian. Jadi,seseorang memunculkan pemikiran tidak spekulatif. Ada riset yang panjang. Barubaru ini muncul sebuah tulisan yang luas tentang lobi Israel di Amerika.

Itu ditulis Stephen Walt dan John Mearsheimer. Mereka begawan Ilmu Politik Internasional. Paper-nya itu setebal 82 halaman dan 42 halaman di antaranya adalah catatan kaki.Jadi,dia ingin membuktikan bahwa semua yang dia tulis tidak ada yang tidak punya data. Ini bukan jumlah referensinya, tapi footnote.

Bagaimana dengan riset-riset di Indonesia?
Di sini kita sudah memiliki sebagian riset, tetapi belum semuanya sehingga kadang-kadang kita sering berspekulasi. Misal,menyebutkan persentase korupsi sekian persen, tapi kita belum ada risetnya. Kemudian, ada kemenangan dalam pemilu di tiga atau empat tempat, lalu kita simpulkan menjadi tren.

Kekalahan di beberapa tempat kita simpulkan sebagai tren. Kecenderungan itu ada. Perdebatan akademik disana dimunculkan lewat jurnal-jurnal. Kalau di Indonesia,perdebatan keilmuan atau pemikiran biasanya di media massa.Jadi, media massa itu kira-kira 800 kata atau 900 kata maksimum.

Jadi, di sana sangat disiplin?
Tuntutan kita tidak seperti di negara lain. Kalau di sana, menjadi dosen harus ?publish or parish? .Anda harus menerbitkan tulisan jurnal atau buku. Jika tidak,Anda hilang.Jadi, kalau Anda jadi akademisi di sana akan begitu; publikasi atau hilang.Tradisi itu kuat. Sebetulnya kita punya tradisi seperti itu,tapi akhir-akhir ini menghilang.

Terkait itu, apa yang menjadi pokok persoalan di Indonesia?
Dana,sumber daya,dan insentif untuk penulis yang tidak terlalu tinggi. Kalau di internasional tidak seperti itu.Jadi banyak yang serius.

Selain visi yang kuat, apa lagi yang diperlukan dalam membangun sebuah sistem?
Kita harus meniru bangsa China soal ini. Bangsa China membangun tembok besar 300 tahun lebih.Sebuah bangsa tidak akan menghabiskan waktu lebih dari 300 tahun untuk menata batu bata.Jika mereka menata batu bata 300 tahun lebih, berarti dia berasumsi bahwa bangsa ini akan eksis ribuan tahun.

Kalau tidak,tidak akan menghabiskan waktu 300 tahun untuk menata batu bata menjadi tembok. Sebuah perspektif panjang. Perspektif kita jangan (hanya) tiga atau empat tahunan, atau hanya memikirkan pilkada dan pemilu. Kalau universitas dibangun untuk mengantisipasi peluang pasar, yaitu sekadar menjajakan ijazah, kacau sudah.

Untuk melakukan yang besar dan jangka panjang, bagaimana caranya?
Kapan kita merasakan efeknya dari jangka panjang ini,harus sambil jalan. Kalau dalam bahasa resminya,namanya visi.

Belajar dari situ,universitas ini ingin punya visi jangka panjang yang dilakukan dengan bertahap dan benar.

Mimpi itu boleh-boleh saja asal kita tahu bagaimana mewujudkannya, kalau mimpi yang tidak boleh itu mimpi yang kita tidak tahu bagaimana mewujudkannya.Tapi, kalau kita tidak punya mimpi kolektif untuk jangka panjang, yang muncul adalah pesimisme karena kita tidak tahu mau ke mana.

Awal kemerdekaan para pemimpin menyebarkan optimisme yang sangat besar,padahal bangsa kondisinya memprihatinkan. Sementara sekarang ekonomi lebih baik, politik lebih terstruktur, kekuatan militer lebih baik, fasilitas lebih baik, tapi tidak ada optimisme kolektif. Hari ini hidup dalam pesimisme yang berlebihan. Bicara Indonesia akhirnya bicara keluhan.Menurut saya, kondisi ini harus dibalik agar muncul optimisme kolektif.

Saat ini rasa optimisme kolektif rapuh di kalangan masyarakat. Apa yang terjadi?
Bangsa ini sedang kaget. Dihantam krisis ekonomi, diiringi transisi politik, lalu kita serasa disoriented. Kita harus punya suasana yang membangun perasaan maju dan berkembang. Kita itu sering melihat gelas yang terisi air setengah dengan kacamata setengah kosong, bukan setengah isi.

Padahal,ini perspektifnya berbeda. Jadi, menurut saya,salah satu yang paling berpengaruh terhadap perspektif negatif ini adalah media masa. Coba Anda lihat media,berita,dan televisi.Kemudian, berikan tanda plus untuk berita optimistik dan tanda minus untuk berita pesimistik.Hampir pasti yang muncul lebih banyak minus.

Kalau begitu, perlu ada yang memandu optimisme kolektif itu?
Ya dan menurut saya adalah seorang pemimpin.Pemimpin harus membangun itu.Kemudian, ditopang media massa. Coba sekarang buka koran,halaman politik, lalu buka halaman bisnis.Mana yang optimistik, mana yang pesimistik? Halaman politik yang diekspos problem dan untuk bisnis yang diekspos adalah yang positif.

Kenapa bisa begitu? Kalau bisnis merencanakan sesuatu, pasti jadi berita. Kalau pemda yang merencanakan sesuatu, apa jadi berita? Nggakada.Maka, kenapa kita menghantami diri sendiri? Self-defeating namanya. Kita menghancurkan diri kita sendiri. Ada self-defeating mechanism. Bahkan, self-fulfilling profecy, kegagalan terjadi karena kita memprediksikan kita akan gagal.

Menurut saya, para pemimpin harus membangkitkan optimisme dan media harus menyebarkan optimisme. Sering kali karena semangat kita di zaman dulu keoposisian, ada kekhawatiran menjadi orang optimistis, berarti menjadi pendukung pemerintah. Ada kesan jika saya optimistis, berarti saya mendukung pemerintah. Padahal, menurut saya optimistis terhadap bangsa itu berbeda dengan mendukung pemerintah.

Indonesia sudah terbuka dan demokrasi sudah tumbuh, prediksi Anda Indonesia 5atau 10tahun ke depan?
Ini akan menjadi baik.Apabila desain institusi politik diperbaiki, demokrasi jadi lebih baik dan deliver untuk rakyat. Politik itu kan untuk menghasilkan policy yang berpihak pada rakyat. Maka, kenapa dibuat demokrasi agar kebijakan pemerintah sesuai dengan yang diinginkanrakyat.Aspek input-nya dari demokrasi sudah jadi, yaitu kebebasan berpolitik, tapi aspek output-nya yaitu praktik demokrasi yang menyejahterakan belum ada.

Apakah cukup waktu 5 tahun lagi untuk itu?
Tidak. Kita masih perlu 2 pemilu lagi. Masih butuh waktu. Ini pemimpin kita harus punya peran. (chamad hojin/rd kandi) 

Senin, 28 April 2008
www.hmi-jogja.com, 

Kamis, 11 Oktober 2012

MP #15 3 Nice Story

Apr 12, '11 10:20 PM


1 Suatu kali semua penduduk desa berdoa memohon hujan. Pada hari semua orang berkumpul untuk berdoa, hanya satu bocah laki-laki yang membawa payung. Itulah "keyakinan"




2 Teladan dari seorang bayi 1 tahun. Ketika Anda melemparkannya ke udara, dia tertawa karena dia tahu Anda akan menangkapnya kembali. Itulah "kepercayaan"





3 Tiap malam saat kita tidur, kita tidak tahu apakah masih hidup saat bangun esok, tapi kita masih mempunyai rencana untuk hari esok. Itulah "harapan"




[note frome my friend]






MP #14 Kesepian


Sep 5, '11 6:01 AM

Aku menangis ketika ia bercerita bahwa suatu saat kita akan renggang, tidak lagi berkomunikasi, dan puncaknya adalah hari dimana ia akan menikah dengan wanita lain. Ini memang resiko dari keputusanku untuk menjadi seorang yang dekat dengannya tanpa komitmen.

Lalu, tangisku surut menjadi kebingungan. 
***

"Dek, aku baru saja mengunjungi nenekku, sudah lama, jarang sekali menemui beliau." Aku meresponnya sambil mengusap sisa air mata. Sepanjang ceritanya, aku hanya mengangguk iya. 

"Bahkan aku hampir tidak mau ikut ketika diajak bapak sama ibu, tapi yaa. Saat bertemu beliau, aku melihat nenek sudah sangat tua, pendengaran dan penglihatan beliau tidak lagi normal." Nada bicaranya semakin rendah,  hampir tak terdengar, tetapi aku tak ingin memotong perkataannya hanya untuk menyaringkan suara, itu merusak suasana, aku saja yang mengeraskan speaker hp juga lebih melekatkannya ke telinga.

"Entah rasanya waktu itu gimana, melihat beliau sekarang tinggal sendirian, kakek sudah meninggal lama. Juga ditambah perlakuan anak-anaknya yang, hmm aku ngerasanya ya tidak begitu peduli, dalam artian sangat. Bapak ibu tinggal jauh. Aku juga merasa jadi cucu durhaka." Mendengar itu, balasku masih bergumam mmm saja.

"Jadi, waktu bapak sama ibu tidur di ruang tamu, aku duduk di samping nenek, harus dekat supaya suaraku terdengar, ngajak beliau bercerita, malam itu kita ngobrol banyak. Seketika aku membayangkan masa-masa tua , dengan keterbatasan penglihatan dan pendengaran, sendirian, kesepian. Waktu ngobrol itu mataku berkaca-kaca. Aku menyentuh wajah nenek dengan tangan, lalu beliau balas menggenggam tanganku." Suaranya bergetar, aku tahu dia menitihkah air mata, ya semakin jelas saat ia menghirup nafas, ada yang menyumbat hingga bersuara. 

"Aku membayangkan bapak ibu nanti dimasa-masa tua. Rasanya aku ingin tetap merawat mereka. Tidak ingin menaruh mereka di panti jompo" seketika aku tersinggung dengan kata itu "jangan, jangan jahat sekali panti jompo!" aku menyela, ia meneruskan "Iya, aku tidak ingin seperti itu, oleh karena itu aku butuh isteri yang juga bisa merawat orang tuaku nanti." Aku terdiam.

Ia mengulang lagi cerita obrolan dengan sang nenek. Tidak kusangka dia menceritakan hal ini, seolah aku bisa melihat ada air mata menetes dipipinya. Sangat terasa mendalam, semakin terdengar suara hatinya.  Aku tahu, tidak mudah bagi kaum adam untuk menangis, itu membuat mereka terlihat lemah. Bahkan saat aku bercerita seperti ini pun, jika engkau pria, kau mungkin akan mengatakan, "hei cemen sekali kau! menangis di depan wanita." Atau sebagian lain akan memaklumi, "pria juga manusia." Atau ada respon lain?

***
Masih, aku masih dalam kebingungan. Kalau ia ingin menikahi wanita lain,  mengapa menceritakan hal itu padaku bahkan sambil menangis. Bukankah wanita itu lebih berhak mendengar suara hatinya. Harus mengoreksi sikapku.

#Edisi baca novel melow