HALAMANKU

Kamis, 29 Oktober 2015

Generasi Wacana

Baca sampai habis dulu ya...

_________________________________________________________________________________

Saya sering kasihan melihat anak-anak muda yang makin pintar tetapi hidupnya galau. Penyebabnya beragam. Misalnya, karena hal sepele saja. Belum lagi tamat SMA, mereka sudah dikejar-kejar orang tuanya, "Mau kuliah di mana? Swasta atau negeri?"
Bahkan, sampai menjelang lulus SMA sekalipun, masih banyak yang bingung mau kuliah di mana dan jurusan apa? Jangan heran kalau banyak yang salah jurusan.

Bahkan, sarjana nuklir pun berkarir di bank, sarjana pertanian jadi wartawan, dan seterusnya. Susah-susah kuliah di fakultas kedokteran maunya jadi motivator. Karena sejak awal sudah galau, setelah lulus tetap galau, setelah lulus hanya mampu menjadi generasi wacana. Jadi, karena dulu sudah galau, setelah lulus hanya mampu berwacana. Ribut melulu. Paling jauh cuma bisa buat heboh di media sosial, membuat meme, tetapi tidak berani bertindak. Apalagi mengambil keputusan. 

Suaranya Keras
Indikatornya simpel. Kita bisa dengan mudah menemukan mereka di mana-mana. Contohnya begini. Ada dahan yang patah dan menghalangi jalan. Lalu lintas pun jadi macet. Apa yang dilakukan generasi wacana? Dengan gadgetnya, mereka memotret dahan itu. Juga memotret kemacetan yang terjadi. Lalu, mengunggahnya ke media sosial, tentu disertai komentar. Isinya kritik, "Di mana dinas pertamanan kita? Ada dahan tumbang kok didiamkan!" Lalu, ketika hasil uanggahannya dikomentari banyak orang senangnya bukan main.

Begitulah potret generasi wacana. Padahal, kalau mau membantu, dia bisa menyingkirkan dahan tersebut dari jalan. Tidak hanya berwacana. Begitulah kita juga saksikan sikap mereka terhadap asap. Itu hanya satu contoh. Contoh lainnya ada di mana-mana.

Sebagian generasi wacana tersebut memasuki dunia kerja. Karir beberapa di antara mereka meningkat dan menduduki posisi-posisi penting. Kalau di perusahaan swasta, mereka itulah yang berteriak paling keras ketika kondisi ekonomi menjadi lebih sulit. Misalnya, ketika pemerintah mengubah kebijakan atau ketika rupiah melemah/kembali menguat seperti sekarang ini.

Kalau di dunia politik, mereka ributnya minta ampun. Persis sepeti anggota DPR kita. Bisanya kritik sana kritik sini, tetapi kerjaan utamanya, seperti membuat undang-undang, malah tidak diurus. Kalau di lingkungan pemerintahan, mereka adalah orang-orang yang sibuk mengaankan posisi dan cari selamat. Caranya? Adu pintar debat dan lihai membangun argumentasi. Mereka sangat pintar kalau soal ini. Tetapi, nyalinya langsung menciut ketika ditantang untuk mengambil keputusan.Akibatnya, kita merasakan dampaknya. Penyerapan anggaran akan terus sangat rendah dan kinerja perekonomian kita melambat. Kalau pemerintah saja tidak punya nyali, apalagi kalangan swasta.



We-Change
Kalau mau melihat masa depan suatu negara, lihatlah generasi mudanya. Kalau generasi mudanya mudah galau, hanya bisa berwacana, bisa ditebak kelak seperti apa nasib negaranya. Kata banyak orang, karena galau dan hanya sibuk berwacana, negara kita tertinggal sepuluh tahun dari negara-negara lain.

Contohnya gampang. Lihatlah jalan tol kita. Kita membangun jalan tol sejak 1973. Lebih dulu ketimbang Malaysia dan Tiongkok. Tapi, coba lihat berapa panjang jalan tol yang sudah kita bangun?
Malaysia mulai membangun jalan tol pada 1990. Namanya jalan tol Anyer-Hitam. Panjangnya sekitar 10 kilometer. Itu pun yang mengerjakan adalah BUMN kita, PT Hutama Karya. Kini panjang jalan tol di Malaysia sudah mencapai 3000 kilometer. Begitulah kalau negara lain sibuk membangun, kita sibuk berwacana lantaran tidak berani mengambil keputusan.

Rhenald Kasali. Karyanya sebagai penulis banyak buku best seller serta mendirikan Rumah Perubahan sekaligus sebagai mentor di sana.

Artikel lebih lengkap : Jawa Pos. Sabtu, 17 Oktober 2015.

_________________________________________________________________________________
Ini artikel ngejleb yak. Saya pribadi, biar tidak termasuk golongan Generasi Wacana sedang merintis "sesuatu" di kota kecil saya ini. Mohon doanya pembaca budiman. Rahasia. :p


Senin, 26 Oktober 2015

Belajar Memakilah dengan Doa

*very latepost note

Mau tidak mau, berteman dengan teman yang update akan ketularan berdiskusi informasi terupdate dengannya. Kabar terupdate dan hot belakangan masih seputar bapak presiden kita dan ketua baru 2015-2020 dua ormas islam besar di Indonesia.

Pikiran Saya tiba-tiba melayang ke beberapa tahun yang lalu. Ketika itu saya mendatangi sebuah kajian tentang Bahaya Syiah dan Liberal. Masih ingat sekali sang pembicara dengan sangat yakin mengatakan bahwa syiah dan JIL tidak akan meraja di Indonesia selama Muhamadyah dan NU tetap berdakwah di Nusantara. Dibandingkan pengaruh dan rekrutmen JIL, peningkatan jumlah majelis taklim aktif dan wanita-wanita berhijab di Indonesia progressnya lebih besar. Itu patut kita syukuri. Jangan terhasut media yang kita tidak tahu milik siapa lalu malah membuat kita berkecil hati.  Kita tidak perlulah takut apalagi parno. #tepuktangan.

Beberapa waktu kemarin saya mendapatkan banyak broadcast message yang berisi ajakan mendukung salah satu calon pemimpin ormas islam besar tersebut dalam muktamarnya. Namun berbeda dari harapan yang ada di BM, eh finally, terpilihlah sudah ketua yang katanya begitulah. #Istighfar. Sekarang kedua ormas islam terbesar di Indonesia resmi dipimpin oleh beliau-beliau.

Entah ini takdir buruk atau takdir baik. Mirip-mirip rasanya seperti ketika Kepala Negara kita yang sekarang terpilih tahun lalu. Kalimat pertanyaan menyelisih pikiran. Apa, bagaimana ini jadinya negara kita dengan pemimpin seperti itu? Tet teret tereeet! Jawabannya bisa "waduh celaka sudah" atau "heh jangan prasangka buruk dulu". Simalakama ya.

Masih dikepala yang sama, lalu teringatlah lagi pada sebuah kajian cerdas oleh pembicara cerdas di Ramadhan bulan lalu. Seorang anggota jamaah talkshow tersebut bertanya pada pembicara 

"Bagaimana sikap kita terhadap pemimpin jikalau kita dipimpin oleh pemimpin yang zhalim?" Wups, beliau tidak sebut merk sih. Kode-kode saja.

Pembicara pertama mengatakan. "Taat, selama tidak menyuruh pada yang munkar. Beri peringatan." Pastilah bergejolak hati penanya. Apah? Taat sama doi yang jelas-jelas jahat. Gue kagak milih dia waktu itu. Harga diri terusik.

Lalu pembicara kedua menambahkan. "Jangan lupa mendoakan. Kita biasanya lebih sibuk menghujat dan mencaci dibanding mendoakan pemimpin kita." Jleb deh. Disambung lagi dengan kisah Ali bin 
Abi Thalib sebagai berikut :

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah, kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah, kondisinya kacau? Jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu”[Syadzaraat Adz Dzhahab 1/51.].
Harga diri sang penanya mungkin sedang meruntuh perlahan. Termasuk saya yang ikut mendengarkan dan mencatat. Wew. Benar sekali ustad. Besok, di alam kubur kita tidak ditanya siapa presidenmu kan ya tetapi ditanya bagaimana sholatmu. Jadi sepertinya cacian-hujatan kepada presiden tentang sholat memakai peci atau apalah-apalah adalah cacian yang ditujukan kepada sekian persen penduduk indonesia yang pemahaman agama dan keikhlasan sholat nya mungkin dipertanyakan. Dalem yak. Rasa-rasanya perlu nengok ke kanan dan kiri orang-orang terdekat dari kita, bagaimana ia. Atau bahkan yang paling dekat menunduk melihat diri sendiri, bagaimana aku. #istighfar.

Siapapun pemimpin kita, mungkin Allah sedang menampakkan sebagiannya perwajahan kita. Jadi kita tidak boleh merasa sok suci dan lebih baik.

Anyhow adalah yang lebih berkuasa di atas presiden kita. China? Amerika? Arab? Nope. The one and only Allah azza wa jala. 

Ala-ala Aa' Gym : telek burung yang nemplok di kepala kita itu sudah Allah yang mengatur, apalagi urusan-urusan yang lebih besar. Mudah bagi Allah untuk nyuruh si burung ee' di tekape lain, tetapi Allah berkehendak ee' nya pas di kepala situ. Kalau sudah begitu kita mau nyalahin siapa? Burungnya. Kita kejar-kejar trus digoreng begitu? Tentu tidak. Dengan kejadian yang sama ada orang yang beristighfar lalu sadar, oh mungkin Allah nyuruh supaya tidak pipis di pohon. Istighfar. Lalu ada pula yang maki-maki si burung habis-habisan 'edeeuh dasar burung sialan gak punya otak apa ee' sembarangan, sumpahin lu bur ketabrak pesawat!' Hihi. Intinya urusan siapa pemimpin kita hari ini atau esok sudah atas izin Allah. Tugas kita ikhtiar sungguh-sungguh saja. Andai faktanya pemimpin kita zalim, kita kudu rajin-serajinnya berdoa. Bukankah doa orang yang dizalimi termasuk doa yang makbul, tanpa hijab. 

Tinggal pilih, 
a. dizalimi lalu maki-maki
b. dizalimi lalu maki-maki lalu berdoa
c. dizalimi lalu berdoa
d. dizalimi tapi diam saja (aeh ini mah apa atuh)

Finally. Mari kita belajar "Memakilah dengan doa" dan tidak lupa bekerja keras membuat karya. Allah tidak diam, Ia Maha Berkehendak, mungkin kita hanya butuh bersabar, butuh bersabar, butuh bersabar.

Allahu'alam bisowab.


#tulisan lamaaaa, lama di draft lupa dipublish.. ^^V

"Pohon Harapan" Kota Bontang (a review)

Saya kembali ke Bontang kawan. Kota masa kecil yang telah saya tinggalkan selama kurang lebih 10 tahun. Oh Bontang sudah berubah kawan. Saya takjub, siapa yang nyulap? Mana tu tanah becek di Pisangan, Tanjung Laut, Rawa Indah? Kok udah diaspal semua. Kota kelahiranku jadi rapi dan bersih. Jauh berbeda dari tahun 2004 saat saya rantau ke tanah jawa. 



Kemajuan suatu organisasi tentu dipengaruhi oleh pemimpinnya, begitu pula satu daerah/kota. Saya kira tidak salah kalau Bontang jadi seperti ini berkat rahmat Allah melalui tangan pemimpin kotanya. Nah.. lewat buku Biografi bapak Wakil Walikota Bontang saya jadi semakin tahu apa saja yang telah terjadi serta apa saja yang beliau dan pak walikota perjuangkan demi kemajuan Bontang. Jujur sih ya, dariawal melihat foto beliau di baliho selamat datang, saya sudah tertarik sama bapak ini. Lebih-lebih setelah tuntas baca buku "Pohon Harapan dari Tanah Rawa" Biografi Isro Umarghani saya jadi makin ngefans, aduh maaf ya pak Isro saya kagum, soalnya sosok seperti bapak yang pasti didambakan oleh banyak rakyat daerah lain. Seorang pemimpin yang terus belajar dan berjuang keras demi kepentingan rakyat Bontang khususnya.

Buku yang ditulis oleh Md. Aminudin ini menceritakan sebagian kisah kehidupan beliau yang selalu menjaga amanah dengan baik, bersikap sabar lagi pantang menyerah. Saya nggak lagi kampanye lho ya kawan. Saya tu cuman suka baca buku atau artikel tentang orang-orang yang saya sukai. Karena jaman sekarang susah menilai orang yang baik beneran atau baik pencitraan. Hari gini kita nggak cuma bisa mengandalkan media masa umum, apalagi hanya mendengar desas-desus gosip berita yang tidak jelas serta tidak dapat dipertanggungjawabkan sumbernya. Bagi saya, dengan membaca buku biografi kita bisa mengenali dan menilai seseorang lebih dalam dan lebih baik daripada mengenalnya lewat berita-berita lintasan di media masa umum. 

Kebetulan, pas Kota Bontang berusia 16 tahun di Oktober ini, saya lagi niat banget dan kerajinan bikin review buku inspiratif tentang dibalik sosok Kota Bontang ini. Dari delapan bagian di buku ini  yang masing-masing menceritakan banyak sekali kisah keren dan haru, saya akan merangkumnya menjadi tiga bagian saja. Namanya review, kalau panjang nyalin buku namanya. Tiga bagian itu yakni, pertama tentang karakter Isro, kedua tentang program-program kerja, ketiga tentang mimpi dan harapan. Biar yang baca nggak terlalu serius dan tegang, saya kemas dengan bahasa ala saya ya, tidak formal dan becanda dikit. Saya ceritakan yang baik lagi bermanfaat aja ya, namanya juga fans ^^V


Bagian Pertama, Karakter Isro Umarghani
Meskipun saya belum pernah bertemu dan berbincang langsung dengan beliau (ngarep). Saya mendapati buku tersebut menceritakan bahwa Bapak Wakil Walikota Bontang ini memiliki karakter yang langka. Dibentuk sejak kecil oleh latar belakang keluarga yang sangat sederhana namun kokoh nilai agama kemudian ditempa oleh tanggung jawab kehidupan dan lingkungan semasa sekolah dan bekerja. 

1. Jujur. Pola asuh agamis yang ditegaskan oleh ayahnya yang seorang guru agama islam, menjadikan Isro tidak menyukai hal-hal yang berbau korupsi. Baunya aja nggak suka, apalagi melakukan. Terbukti sejak 2004 ketika menjabat sebagai anggota DPRD Kota Bontang beliau adalah reformis sistem DPRD Kota Bontang yang dulunya tertutup menjadi transparan terutama dalam bab anggaran. Pun tidak pernah ada kasus korupsi yang menyeret-nyeret namanya. Well, dalam agama Islam bohong itu dosa, andai ayah pak isro masih hidup mungkin beliau akan menjewer kuping putranya jika ketahuan 'main-main soal kejujuran'. Hehe. 

2. Cerdas. Sejak sekolah, kecerdasan beliau tidak terbantahkan. Hanya saja takdir Allah saat itu rejeki uang keluarga beliau tidak mampu memenuhi cita-cita Pak Isro melanjutkan ke jenjang kuliah. Tetapi Allah selalu adil, ketika bekerja di PKT potensi beliau melejit, mulus naik jabatan dan ditugaskan sekolah di Jepang gratis. Ya kan, kalau nggak cerdas mana mau perusahaan membiayai karyawannya semahal itu. Beliau pun berprinsip bawah setiap masalah pasti selalu ada cara menyelesaikannya. Begitulah cara berfikir orang cerdas. Di mana ada masalah seberat apapun, yakinlah di situ ada Allah yang Maha Segalanya membantu menyelesaikan masalah. Semangat pak!

3. Kerja keras. Bekerja bagi beliau adalah ibadah. Ada segudang cerita seru perjuangan Pak Isro membela kepentingan rakyat Bontang. Bela-belain supaya ketemu direktur Elizabeth Proust - Total E & P (perusahaan migas terbesar dunia yang mengelola blok Mahakam) serta peras keringat bikin PT BME (Bontang Migas dan Energi) demi menghidup-lancarkan listrik di sebagian daerah Bontang yang masih gelap gulita. Bela-belain ketemu Pak Presiden demi mencegah proyek gas alam yang mau dialirkan ke Jawa. Duh gak kebayang, enak di Jawa gak enak di Bontang dong! andai proyek pipanisasi itu tidak dicegah beliau. Perjuangan beliau nggak cuma itu, perhatian beliau didunia pendidikan juga patut diacungi jempol. Bersama Dinas Pendidikan beliau membuat program untuk para guru supaya menjadi mulia sejahtera, banyak training inovatif untuk guru dan jajaran staf dinas pendidikan, beasiswa, perbaikan fasilitas pendidikan, serta mendirikan sekolah berbasis karakter. Saya heran kok bisa mendirikan sekolah seperti Asy-Syamil waktu itu dengan modal pas-pasan, eh malah sekarang jadi sekolah keren. Semoga Allah memberkahi Pak Isro dan teman-teman yang bekerja bersama beliau demi kepentingan rakyat Bontang. Aamiin. 

4. Humble. Rendah hati. Biasanya ya, orang kalau sudah naik daun lupa tuh sama akarnya. Sudah dipilih lupa sama yang milih. Ada sebuah kisah yang membuat saya terharu, yaitu ketika Pak Isro mendatangi rumah seorang nenek yang sedang sakit sendirian tanpa keluarga. Seketika itu beliau menelpon teman dokternya dan meminta memeriksa sang nenek tersebut. Mewek nggak tuh. Pula, banyak pengakuan rekan-rekan dan teman-teman pak Isro tentang kerelaannya berbagi ilmu tanpa curiga ini itu. Ada kan orang yang pelit ilmu karena takut bersaing jabatan. Big NO lah buat pak Isro. Beliau mengatakan di mana ada ladang amal (berbagi ilmu atau pun bersedekah) di situlah ia akan menebar benih-benih. Diceritakan pula bahwa banyak orang disekitar Pak Isro yang tidak sungkan saat berdiskusi atau kadang curcol dengan beliau.

5. Pendidik Sejati. Keren gak nih. Sifat lembut yang diwariskan ibunda pak Isro salah satunya membuat Pak Isro sangat peka terhadap permasalahan dan kebutuhan masyarakat hingga ke akarnya. Dimanapun, ketika didapati banyaknya kemiskinan dan ketidakadilan di suatu daerah maka problem mendasarnya adalah masalah mindset rakyatnya. Pola pikir, cara perfikir, konsep berfikir, dan semacamnya yang melibatkan otak dan hati sebelum melakukan sesuatu. Dimanakah asal muasal mindset itu dibentuk? Ya, salah satunya di sekolah, melalui para pendidik baik guru maupun orang tua. In my opinion, sebagai lulusan Psikologi saya sepakat pake banget sama Pak Isro tentang membangun mindset ini. O yes.

Kepada anak-anak dan staff kerjanya, Pak Isro selalu mengarahkan dan membimbing dengan teliti bagaimana menghadapi kendala. Beliau mengajak mereka berfikir mendalam, tidak hanya sekedar memberi makan ikan lalu habis, tetapi memberi pandangan juga umpan yang lebih luas. Beliau adalah seorang pendidik yang sabar dan tekun mengawasi jalannya proses perbaikan pada tiap-tiap masalah yang dihadapi oleh semua pihak yang terlibat dalam pembangunan kota Bontang. Aih, kalau saya mendengar suara Pak Isro di radio, cara bicara serta intonasinya membuat saya merasa yakin memang benar adanya beliau seperti itu.

“Isro Umarghani tak segan-segan mengatakan bahwa dirinya masih terus belajar. Hal yang demikian hanya akan terjadi pada pribadi yang sudah matang. Artinya, orang yang agenda pribadinya sudah selesai. Ia tak lagi mengejar kekuasaan, menumpuk kekayaan, atau hal remeh-temeh lainnya. Sosok Isro sebagai sebatang pohon yng akarnya kuat, daunnya menjulang, dan buahnya manis serta mengenyangkan” (hal 119)

Bagian Kedua, Program Kerja
Saya pribadi memang tidak secara langsung mengikuti berjalannya program kerja yang beliau lakukan bersama Pak Adi Dharma selaku walikota. Secara, sepuluh tahun masa itu saya habiskan di pulau orang. Namun, saya nggak kelilipan ya melihat jenjang perbedaan dari saya pergi (2004) hingga saya kembali (2014).  Sepengetahuan saya, program kerja yang terarah tentunya didasari oleh Visi dan Misi yang kokoh. 

Di buku ini digambarkan bahwa Pak Walkot dan Wawalkot Bontang mencanangkan "Terciptanya Masyarakat Bontang yang Berbudi Luhur, Maju, Adil dan Sejahtera" yang terangkum dalam enam program prioritas yaitu :

1. Pendidikan dan kesehatan
2. Meningkatkan infrastruktur listrik dan air
3. Bantuan dana per RT
4. Kesempatan bekerja dan berusaha
5. Lingkungan hidup
6. Komitmen bersama 

Maaf nih, karena ini review buku ala saya, trus saya nya agak bingung menjabarkan tabel, kalau dijabarkan kepanjangan gitu. Jadi saya fotoin aja ya halaman buku yang memuat data peningkatan infrastruktur listrik dan air.






Kemudian terkait pendidikan, tentunya kesejahteraan guru dan murid, juga perbaikan fasilitas pendidikan. Bidang kesehatan, perbaikan kualitas pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bontang. Bantuan per RT diwujudkan dalam fasilitas pelayanan masyarakat seperti posyandu, MCK, bak sampah, dan kegiatan ekonomi kerakyatan. Lalu, pada misi membuka kesempatan bekerja dan berusaha beliau menggandeng perusahaan-perusahaan raksasa di Bontang seperti PT Badak, PKT, KMI, Indominco dll, juga melalui program CSR mereka. 

Jadi, kurang lebih seperti itu program-program pembangunan yang telah dan akan terus dilanjutkan oleh beliau berdua beserta jajaran pemerintah kota Bontang. Tentu banget, masih ada yang belum berjalan seratus persen, masih banyak keluhan masyarakat, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, dan masih banyak ketidakpuasan lain. Saya sih berfikir bahwa keberhasilan pembangunan itu proses. Toh kalaupun sudah berhasil juga terus masih berproses lebih baik lagi atau bertahan. Kita juga kudunya mendukung, dari hal sepele. Kalau mau Bontang bersih, jangan buang sampah permen sembarangan ya kawan. Kecil tapi berarti. Lalu kita lihat hasilnya beberapa tahun ke depan. Untuk membandingkan kita kudu punya data yang kurang lebih seperti foto di atas. Semangat Besai Berinta! 

Bagian Ketiga, Mimpi dan Harapan yang bertajuk 
"Bontang Technopark". 
Ini bagian yang membuat saya berapi-api kawan. Maksudnya senang dan pengen ikut andil dalam mewujudkan mimpi itu. Disebutkan bahwa tiga pilar utama pembangunan yakni akademik (pendidikan), industri, dan pemerintah masih berjalan sendiri-sendiri, begitulah kondisi kota Bontang sementara ini yang digambarkan oleh Pak Isro dalam buku tersebut. Kondisi dimana dunia akademik asyik dengan penelitian dan ilmu pengetahuan, dunia bisnis berkonsetrasi menaikkan laba, pihak pemerintah terus-menerus didera stres oleh segala problem masyarakat yang semakin hari semakin bertumpuk. Di sini dibutuhkan kemauan kuat dari pemegang kebijakan (pemerintah) agar ketiga pihak tersebut mau bekerja sama mengentaskan masyarakat dari problem pengangguran. Konsep triple helix yang melahirkan ide Bontang Technopark. 

Bontang Technopark adalah sebuah kawasan yang menggabungkan dunia pendidikan, perindustrian, perdagangan, dan ekonomi kreatif. Bontang Technopark menjadi semacam kawah candradimuka untuk menggembleng SDM, tidak saja yang berasal dari Bontang, tetapi juga seluruh penjuru nusantara. Ia pun juga didesain untuk mencetak wirausahan baru yang siap menjadi pionir dalam menggeliatkan ekonomi kreatif di Kota Bontang khususnya dan Indonesia umumnya. Jika Amerika punya kawasan industri kretif berbasis IT bernama Silicon Valley yang melahirkan merek-merek berkelas internsional seperti IBM dan Apple, di Indonesia aka ada kawasan bernama Bontang Technopark, rahim tempat membuahi pribadi-pribadi yang kelak siap berlaga di pentas dunia. Itulah impian terbesar masyarakat Bontang. Wow.

Epilog.
Saya menghela nafas panjang setelah menghabiskan 265 halaman buku ini selama kurang lebih 3 hari disela-sela menyelesaikan tugas-tugas bisnis yang lain. Menengadah kepala dan membayangkan Bontang yang akan maju sedemikian rupa, entah dalam hitungan tahun atau belasan atau puluhan. 

Seberapa pun lama dan jauhnya, kita harus memulainya dari sekarang kawan. Kita perlu sesekali menengok kota besar di sana lalu ambil yang baik untuk dibawa ke kota kelahiran kita ini. Besok, entah apakah Pak Adi Dharma dan Pak Isro lagi yang terpilih atau Ibu Neni dan Pak Basri, saya sih hanya berharap mimpi ini tetap dilanjutkan. Saya tidak tahu apa yang sudah dikerjakan serta mimp-mimpi Bu Neni atau Pak Basri terhadap Bontang (gak punya bukunya, ada nggak ya? hehe). Meskipun logika manusiawi ya harus dilanjutkan oleh Pak Adi dan Pak Isro. Biarlah Allah yang menentukan. 

Kita pang berusaha jadi baik saja. Saya pribadi belum banyak berkontribusi untuk kota kelahiran saya ini. Semoga tulisan kecil ini bisa sedikit bermanfaat. Untuk kawan-kawan yang nggak punya bukunya, atau sedang malas membaca buku ini, tetapi masih menyempatkan diri membaca review saya ini, hehe, semoga membantu. Untuk warga Bontang yang sudah membaca saya ucapin selamat aja, yang belum selesai juga selamat, selamat membaca lagi. Saya juga baru ini sempat membaca tuntas. Terimakasih buat Bapak Md. Aminudin yang menuliskan biografi Pak Isro dengan rapi dan inspiratif. Sekali lagi saya nggak kampanye, mending kampanye buat diri sendiri deh :p. 
Anyway dirgahayu 16 tahun Bontang ku. Maju jaya! ^^b