HALAMANKU

Senin, 08 Februari 2016

LGBT di Indonesia itu Aneh

Masih booming nggak ya LGBT (Lesbian Gay Bisex Transgender)? Sejak kemarin-kemarin gatal rasanya ingin menulis tentang LGBT, apadaya tak cukup waktu karena ada agenda kejar setoran. Saya kira isu dan kasus LGBT ini juga pernah muncul pada tahun-tahun sebelumnya, dan mungkin di tahun mendatang akan ramai lagi dibicarakan, jadi saya tetep nulis saja lah, siapa tahu beneran akan muncul lagi kasus LGBT ini untuk menutupi kasus strategis lainnya. Asik.

Semasa kuliah di Psikologi, saya agak 'emoh' belajar Psikologi Abnormal. Mata kuliah ini membahas tentang aspek-aspek kejiwaan yang menyebabkan seseorang sakit jiwanya, dan karakteristik yang menjadi standar baku seseorang dikatakan tidak sehat psikologisnya. Semua itu terangkum dalam kamus DSM/PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa). Selama belajar, entah kenapa saya pribadi merasa kasus abnormalitas kejiwaan manusia ini lebay, sample penelitiannya pun lebih banyak dilakukan di populasi atau negara yang mayoritas bukan muslim. DSM/PPDGJ pun ceritanya telah direvisi beberapa kali, termasuk isu yang sensitif adalah hilangnya Penyakit LGBT dari buku panduan itu. Peneliti yang menetapkan kebijakan tersebut beranggapan bahwa lesbian merupakan naluri kejiwaan yang alami, namun masyarakatlah yang menganggapnya tabu. Seperti jika pada umumnya wanita suka bunga, tetapi ada beberapa wanita yang tidak suka bunga, lalu wanita yang tidak suka bunga ini dianggap tidak normal, padahal suka atau tidak suka pada bunga adalah selera. Sehingga normal atau tidak normal nya LGBT tergantung pada masyarakatnya. Jika Gay dianggap wajar oleh masyarakat maka itu tidak termasuk penyakit jiwa dong, sehingga tidak perlu disembuhkan. Oh ya?!

Aneh bin ajaib menurut saya, karena peneliti kelas dunia itu tidak mengungkap fakta-fakta klinis yang menjadi penyebab terjadinya LGBT. Seolah ia mengatakan bahwa LGBT itu normal, sedangkan masyarakat yang menolaklah yang tidak normal. Kita memahami bahwa kasus LGBT mayoritas terjadi di masyarakat atau negara yang meremehkan adat-istiadat, norma sosial dan hukum agama. Masyarakat yang jauh dari aturan kemanusiaan, biasanya penuh konflik. Sehingga saya beranggapan LGBT hanyalah satu dari kasus-kasus keabnormalan manusia lainnya. Umpama, di sebuah negara terdapat 20% LGBT, 20%phedofil, 25%psikopat, 25%schizophrenia, maka sisa 10% masyarakat yang tidak terjangkit penyakit tersebut lah yang dianggap tidak wajar/normal. Logikanya seorang pesakit tentu tidak akan peduli dengan pesakit lainnya, bahkan terkadang ia tidak menyadari bahwa dirinya sedang sakit dan harus disembuhkan. Contohnya, seorang psikopat yang "hobi"nya membunuh tidak peduli apakah yang dibunuh itu LGBT atau psikopat juga. So if you stand for LGBT, maybe you are saying to others that you are a part of people who are sick. Bener gak?!

Maka dari itu, jika LGBT terjadi di Indonesia, yang wajar adalah LGBT tidak normal. Seandainya gak bawa-bawa agama Islam nih soal LGBT, secara logika saja LGBT sudah aneh di masyarakat Indonesia yang berbudi luhur. Coba kita tanya pada leluhur kita, bagaimana mereka menikahkan anak-anaknya. Simbah buyut saya kalau mejodohkan anak-anaknya ya dengan lawan jenis. Pun sejak saya SD ketika belajar sejarah, tidak pernah saya temui di buku-buku sejarah, foto-foto atau kisah pahwalan dan pejuang bangsa ini yang memiliki pasangan sejenis. Kisah Datuk Maringgih misalnya, R.A. Kartini juga dinikahkan dengan laki-laki, kisah nyata romantis B.J. Habibie dan Ainun, dan lain-lain. Tidak pernah terpampang foto pahlawan Indonesia yang istrinya sama-sama laki-laki. Atau pejuang yang istri/suaminya dua, yang satu laki-laki yang satu perempuan. Nggak kan? ya tidak perlu dicari-cari juga nanti. Perlu diingat selalu, nggak ada pahlawan Indonesia yang ngondek. Horor nggak tuh?!. Dahulu para pejuang Indonesia gak sempet mikirin dia LGBT apa bukan, karena yang dia pikirkan adalah bagaimana supaya negara tercinta ini merdeka dan berjaya. Nih, ada artikel bagus tentang kaitan LGBT dan cinta Indonesia. Cekidot :  LINK ~negara Brazil sudah jadi korban, jaga Indonesia kita ya. Pemerintah jangan ikutan aneh bin rempong mensahkan UU Pernikahan Sesama Jenis, jelas maksa bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.

Bagi para tim kampanye LGBT. Setiap kondisi kejiwaan yang tidak normal, hipotesisnya, pasti ada kasus traumatik yang terjadi sebelumnya. Fakta lapangan, saya pernah menemukan beberapa kasus LGBT. Peristiwa traumatik yang mereka rasakan sebelumnya kebanyakan adalah karena di PHP-in pacarnya, putus lalu baper, lebay, nggak bisa move on. Sekalinya bisa move on eh salah jalan. Adapula disebabkan konflik keluarga, atau korban kekerasan seksual sebelumnya. Salah satu dari kasus lesbi tersebut mengaku bisa sembuh kok. Asal dia dibekali konsep diri yang baik. Bukan malah dibiarkan gak sadar kalau itu bahaya buat masa depan korban LGBT.

Satu pesan dosen saya kala itu, bahwa setiap manusia memiliki 1% potensi menjadi abnormal atau sakit jiwa. Tetapi 1% itu akan tetap 1% jika kita tidak menumbuhkannya. Saya sepakat jika memang ada naluri menyukai sesama dalam diri manusia, tetapi cuma sebesar 1% tidak lebih dan tidak lebay. Ada 99% potensi yang terabaikan atau tertular, ketika 1% abnormal itu tidak dicegah pertumbuhannya. Ya semacam sakit kanker gitu deh. Kalau ada kampanye pencegahan kanker, kenapa gak bikin kampanye pencegahan LGBT aja yak. 

Itu saja kira-kira yang bisa saya tulis di blog ini. Kurang lebihnya untuk pelajaran diri sendiri dan untuk yang dijebloskan oleh Allah ke blog saya ini. He. 

Allahu'alam bisowab.

Minggu, 07 Februari 2016

Sejenak

Adakalanya kita dibiarkan melakukan kesalahan  tersebab dengan jalan itu kita bisa mengeruk hikmah lebih dalam dan mengambil jarak terdekat dengan Allah.


#sejenak
Kita membaca shirah Nabi saw, kita membaca shirah sahabiyah, lalu merasa terharu dan terbakar karena kisahnya. Tak jarang kita lalu berkoar-koar tentang khilafah, berkoar-koar tentang idealisme kemenangan islam. Semangat membuncah mengambil jalan cepat tanpa hikmah. Begitulah manusia yang fitrahnya bersifat isti'jal. Terburu-buru, bekalau-kalau jika ini tidak dilakukan maka akan begitu. Wajar. Sampai fitrah yang lain pun mengikuti yakni pelupa. Kadang ia lupa bahwa Nabi saw dan para sahabiyah adalah penghafal Alquran, tak putus tahajud, tak enggan sedekah. Terkadang kita mensejajarkan semangat membara kita dengan semangat yang sama dengan para sahabiyah. Padahal kita sadar hafalan kita begitu lemah, sedekahpun diselingi ragu. Mungkin hentakan dan takbir kita boleh jadi sama lantangnya dengan para sahabiyah dalam shirah, akan tetapi kita tidak bisa menyamakan detak jantung dan nadi mereka saat berteriak "khaibar ya yahud, jaisyu muhammad saufa yahud" . 

#sejenak
Saat mereka para sahabiyah melantangkan kalimat itu, telah terhadang di depan mereka ribuan musuh dengan senjata tombak, panah, pisau, dan beberapa langkah lagi siap dihunus syahid oleh senjata-senjata tajam itu. Kita? Kita berteriak di depan tugu berharap ia menjadi saksi aksi kita, sambil melirik lawan jenis yang terlihat kece, sambil update status, sambil selfie wefie, tersadar lalu istighfar. Kita tidak bisa benar-benar membayangkan bagaimana jika musuh berada di depan muka, mungkin tak sanggup rasanya mata ini berkelik apalagi merogoh hp.

#sejenak
Duhai, terkadang jika posisi kita sebagai pemimpin. Yakni sosok yang otak dan jiwanya seolah dituntut bisa menjadi teladan bagi jundi, sayangnya kita kadang keliru menafsirkan keteladanan itu. Kita terburu-buru menjustifikasi dan merasa petuah adalah solusi. "Bukan, jundimu yang ditakdirkan Allah berada di bawah arahanmu tidak sedang ingin mendengar kalimat-kalimat motivasimu, tidak sedang ingin disuguhi bacaan-bacaan pembakar jiwa, jika hal itu sudah berulang kali dilakukan tetapi ia masih tak sehebat motivasimu, buku-buku rekomendasimu, maka itu saatnya...."

#sejenak
Kita murajaah lagi motivasi dan niat kita, kita murajaah lagi kitab Alquran kita, kita murajaah lagi lembaran-lembaran buku "lawas" itu. Sadarilah bahwa Allah ingin mengatakan, "jangan aniyaya dirimu dengan tergesa-gesa, karena Aku punya rencana. Bukan karena kamu atau jundimu tidak bisa bekerja, tetapi Aku yang mengizinkan bagaimana kalian bekerja. Kalau ingin kau ubah rencana dan izin-Ku, agar menjadi rencana dan berkah untukmu maka mintalah kepada-Ku saja, kau tahu kan cara-cara yang Aku sukai? Mengeluhlah pada-Ku saja. Aku yang akan memutuskan, bukan jamaahmu atau bahkan musuhmu."

#sejenak
Kita lupa bahwa ketika Nabi saw hampir berputus asa menjelang badar, padahal Ia telah dijamin surga dan bersamanya adalah ratusan sahabat dengan Alquran di hatinya, beliau tetap merintih pada Allah.

#sejenak
Muhasabah diri. 

Allahu'alambisowab.