HALAMANKU

Rabu, 04 Mei 2016

Waspadai Amal Kita

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق ” إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة

Dari Abu ‘Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah telah bersabda, – dan beliau adalah orang yang jujur dan dibenarkan – “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 hal: rezeki, ajal, amal dan celaka/bahagianya. Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Bad’ul Khalq)

***

Hadits ini sekilas membuat was-was. Aku yang mana? Seperti itu rasanya. Apakah aku orang yang banyak amal solih tapi berakhir neraka atau banyak maksiat tetapi berakhir surga. Kadang-kadang terasa tidak adil, bagaimana mungkin orang yg banyak amalnya bisa masuk neraka, lalu yang banyak dosanya akan masuk surga. Semua sudah ditetapkan oleh Allah, lalu aku bisa apa, betapa tidak adilnya Allah. 

Nahlho, ini kalau ilmu tafsir otodidak, cari-cari sendiri, mikir-mikir sendiri ya bakalan nyeleneh begitu. Itulah mengapa Ibnu Abaz rela bejalan ribuan kilo meter demi belajar sebuah ayat atau hadist. Biar ilmunya bener bener "bener". Lebih dalam, hadist tersebut sebenarnya membuat kita senantiasa waspada terhadap diri kita sendiri. [cekidot : link] Pun agar senantiada waspada terhadap bisikan syaitan. Syaitan yang sejak diusir oleh Allah swt dari surga, mendeklarasikan dirinya sebagai musuh manusia. 

Sangat mungkin amal-amal solih yang kita lakukan menjadi target syaitan untuk menjatuhkan kita. Dibisikin ujub, sombong, bahwa amal solih itu bisa kita lakukan karena kita yang mau, kita yang berusaha. Menafikkan peran Allah bahwa Ia yang mempermudah amalan-amalan kita. Rasa itu mungkin membuat kita tidak sadar sedang mencuri selendang Allah (yakni sombong). Jelas hukumnya ya. Dulu syaitan asik-asik di surga tetapi karena "sok tahu" lalu membangkang perintah Allah, jadilah diusir. Sudah diusir, ngancem lagi. Ini makhluk, bener-bener kebangetan kan ya. Jadi kita kudu waspada terhadap amalan apa pun yang kita lakukan. Sehingga, pastikan dalam doa-doa kita, agar sifat sombong dicabut dari dalam jiwa kita.

Allah pemegang akhir kehidupan kita. Surga atau Neraka cuma Allah yang tahu. Ada bocoran bahwa amal-amal kita ini punya saksi. Sebagaimana dijelaskan di Q.S Fushilat 19-23 (baca sendiri ya)
dan QS. ath-Thariq: 9-10 :
Rahasia-rahasia akan di-ungkap dan tidak satu pun orang yang akan bisa menutup sesuatu atau mencari pertolongan dari orang lain. 


Siapa yang bersaksi dan mengungkap? mulai dari tubuh kita sendiri, benda-benda yang kita gunakan untuk beramal, binatang-binatang tumbuhan disekitar, keluarga, medsos, teman, juga musuh, bahkan dipersaksikan pula oleh malaikat ghaib tanpa lalai yang tidak pernah kita lihat. Di sini Allah swt kasih "kode" pada kita bahwa Allah Maha Menepati Janji. Contohnya : Allah memberi kesempatan kita menuntut ilmu. Kita bangun tidur sampai ke tempat ilmu itu, entah berapa banyak saksi yang Allah sediakan untuk kita? Setelah berilmu kita beramal, entah berapa banyak saksi yang Allah adakan untuk kita? Setelah beramal kita bersungguh-sungguh bahkan tergerak untuk mencari teman untuk beramal solih juga. Sholat jamaah kan gak bisa sendiri. Entah berapa banyak pahala yang mengalir untuk kita saat ia yang Allah izinkan mengikuti ajakan kita sedang beramal lalu dipersaksikan oleh bumi dan seisinya. Sehingga pastikan dalam melewati sisa usia kita, kita bersama dengan orang-orang yang senantiasa mengamalkan Surah Al Ashr, yakni nasihat kepada kebaikan dan kesabaran, agar selalu ingat bahwa dunia ini sementara akhirat yang abadi.

Semoga kewaspadaan kita dalam berdoa dan beramal, dapat menjadi benteng penghalang syaitan merusak niat dan pahala-pahala dari amal yang telah kita lakukan, dan semoga Allah berkenan memperbanyak saksi-saksi amal kita, saksi yang menjadi penolong kita kelak di akhirat sebagaimana yang Allah janjikan kepada kita. Saksi Malaikat, Saksi Nabisaw, Saksi Alquran.

Andai ilmu tentang janji-janji Allah ini terhalang sampainya pada diri ini, entah apa yang akan terjadi. Rasa syukur tak terbalas beriring istighfar atas lalai diri. 


Selasa, 03 Mei 2016

Hati yang Hiruk Pikuk

Ikhlas itu 
seperti engkau berjalan di pantai, 
berbekas jejak kakimu di pasirnya, 
lalu kau biarkan ombak menyapu jejakmu.

Ikhlas itu 
seperti engkau berlari di padang pasir, 
berbekas pijak langkahmu, 
lalu kau tak mencari-cari lagi tapak kaki yang terhapus angin.

Jerih bekas perjuanganmu mungkin akan hilang tak terkenang manusia, 
tetapi tiadalah luput sedetik pun sang Malaikat 
menghitung pahala pada setiap langkah-langkah itu. 

Ikhlas itu 
seperti air bening, 
yang rela bercampur dengan sirup, teh, kopi, jamu, 
bahkan ramuan obat terpahit, lalu itu lebih bermanfaat bagi orang lain, 
namun tahukah, 
bahwa air bening meski tak berwarna, 
tak pernah mengundang bosan lagi penyakit.

Tak utuh 
kita mendapati kisah jejak perjuangan hati-hati yang ikhlas itu,  
sebagian besar tersapu zaman dan angan, 
lalu sebagian diizinkan membekas 
menjadi hikmah pada hati-hati yang bening. 
Hati yang bening 
tidak menolak rasa manis dan pahitnya 
perjalanan.

Hingga mungkin, 
estafet perjuangan itu hanya bisa dilanjutkan 
oleh mereka yang tak merasa bening, suci lagi berjasa. 

Ikhlas itu 
tergenggam erat oleh Sang Pemilik, 
yang Ia lepaskan pada mereka yang terpilih 
pada waktu-waktu yang Ia kehendaki. 
Siapakah yang lebih mengetahui di antara kita?





"Membeningkan hati yang pikuk dengan hiruk."
Bontang, April 2016