***
"dan satu hal yang harus kita perhatikan adalah, bahwa orang Indonesia yang datang ke Malaysia, sudah dicap sebagai TKI" (jleb)
Sore itu, beberapa hari sebelum keberangkatan, kami dibekali oleh seorang penulis tersohor. Fokus pembekalan kali itu adalah tentang apa dan bagaimana yang harus kami lakukan ketika berada di bandara internasional dan berada di negara tujuan.
Beliau menceritakan pengalamannya lebih lanjut. "dulu waktu saya mengantri di bandara Singapore untuk pengecekan pasport, di depan saya ada rombongan TKI Indonesia yang diperlakukan semena-mena oleh petugas bandara. Bayangkan, tas mereka direbut paksa, dihambur hamburkan isinya, ditanyai dengan kasar, dsb, sungguh tidak manusiawi sekali perlakuaannya. Setelah itu mereka didorong digiring ke sudut ruangan, diteriaki, dipisahkan dari penumpang-penumpang lainnya. Jangan heran kalau petugas bandara di sana lebih ramah pada orang bule berkulit putih, daripada orang Indonesia."
"Oleh karena itu saya menyarankan u/ melakukan hal hal berikut"
1. Pastikan pasport dan undangan dari UTM (Universitas Teknologi Malaysia) dibawa, itu dua benda yang paling 'sakral'
2. Belajarlah bahasa Inggris. Walaupun bahasa Inggris saya agak pas pasan tapi tidak mengapa, percaya diri saja ngomong pakai bahasa Inggris. Itu akan meningkatkan sedikit derajat anda di depan mereka. Karena TKI tidak mungkin bisa berbahasa Inggris.
3. Berpenampilan : sebagai bisnisman atau pelancong. bisnisman itu rapi, pakai tas yang eleganlah ya jangan tas sekolah, kalau ada jas pakai jas. kalau pelancong, yg keren, ada camdig dsb dipamerin saja
Mendengar hal tersebut, sebenarnya saya agak tersinggung. Saya nggak ngerti apakah ini lebay saja. Bagaimana mungkin negara Malaysia bisa memandang orang Indonesia, yang masih satu rumpun, sebegitu rendah. Tetapi memang begitulah kenyataannya, negara kita masih sabagai pengekspor TKI.
***
Alhamdulillah. Saya bisa langsung ngacir waktu dicek. Saya tidak membayangkan bagaimana jika tidak membawa undangan itu maupun tidak bisa berbahasa inggris, akankah saya disisihkan seperti barisan di ujung sana. Ya, saya benar melihat saudara-saudara saya dengan kaos seragam khas TKI, dibariskan berjalan menuju barisan paling ujung. Sedangkan 'wisatawan' lain bebas mengantri di mana pun.
Saya masih menunggu kawan kawan di loket pengecekan pasport. Lalu, barisan TKW (karena wanita semua) lewat di depan saya. Perasaan sangat iba bercampur sedih pada diri sendiri seraya memandangi mereka, ya Rabb mereka sedang berjuang. Tapi sepertinya pandangan mata saya salah fokus, ada seorang di antara mereka lalu menyeletuk "kenapa mbak, belum pernah liat TKW ya!" kontan saya kaget, saya buang pandangan saya ke teman-teman. Betul, itu pertama kalinya saya melihat secara langsung.
***
Selain Ptaling Street, sepertinya jarang sekali ada pasar tradisional. Bahkan ketika kita minta di antar ke pasar yang agak murah, mobil ini berhenti di Giant supermarket. Baiklah, kita punya definisi yang berbeda tentang pasar murah. Saya melirik lirik baju kurung, khas Malaysia. Kami bertanya dengan bahasa melayu saja pada pelayan toko : "berapa ini?" dengan raut wajah agak terpaksa dan nada bicara nggak ikhlas dia menyahut "RM35". Heh? Mahal bener. Kami yang emang masih kere mencoba menawar, lalu disahut "kalau yang murah yang ini" kami bandingkan jenis kainnya jelas berbeda, ini murahan. Lalu si kakak tadi tanya balik "dari mana?" saya masih sumringah dan menjawab "Indonesia" si kakak tanya lagi "ngapain?" sambil megang megang baju kurung saya jawab datar "belajar kat UTM" seketika si kakak jadi ramah. Nadanya jadi lembut, melayani kami memilih baju kurung yang lain. Tapi maaf kak, saya mendadak kere untuk membeli baju kurung disini.
Capek sekali muter2 mall gede gini. Sebelumnya kami harus berjalan cukup jauh. Kami putuskan serombongan untuk duduk di tangga kecil, sambil nungguin kelompok putra. Di tempat itu tidak ada orang berlalu lalang. Dari kejauhan saya memperhatikan pelayan toko yang sedang berberes ngedumel pake bahasa malaysia "ih apalah, duduk duduk kat situ" wajah penuh hina dilemparkan pada kami. Kami hampir diusir. Untung ada kakak cantik malay yang jadi guide kami "tak pe, ni pelajar UTM". Model pakaian kami mudah sekali diidentifikasi sebagai orang Indonesia. Jilbab malaysia saat itu lagi trend model mesir, hampir 90% perempuan pakai baju kurung, dan kalaupun pakai jilbab segiempat, mereka tidak menggunakan ciput model topi.
Masih serombongan kami berkeliling, singgah di money changer. Tiba-tiba seorang makcik bertanya : "Nak ape di Malaysia? bekerja kah?" beuh.. ni makcik apatis sekali. Emang ada cap TKI apa di wajah kami. Saya langsung jawab "no, we are student, study in UTM for 2 weeks". Si makcik kayaknya tengsing, "oh UTM KL?". Saya jawab yes, langsung ngacir.
_________
hmm,, masih banyak pengalaman lain tapi.. klo diterusin panjang bener.
to be continued
"dan satu hal yang harus kita perhatikan adalah, bahwa orang Indonesia yang datang ke Malaysia, sudah dicap sebagai TKI" (jleb)
Sore itu, beberapa hari sebelum keberangkatan, kami dibekali oleh seorang penulis tersohor. Fokus pembekalan kali itu adalah tentang apa dan bagaimana yang harus kami lakukan ketika berada di bandara internasional dan berada di negara tujuan.
Beliau menceritakan pengalamannya lebih lanjut. "dulu waktu saya mengantri di bandara Singapore untuk pengecekan pasport, di depan saya ada rombongan TKI Indonesia yang diperlakukan semena-mena oleh petugas bandara. Bayangkan, tas mereka direbut paksa, dihambur hamburkan isinya, ditanyai dengan kasar, dsb, sungguh tidak manusiawi sekali perlakuaannya. Setelah itu mereka didorong digiring ke sudut ruangan, diteriaki, dipisahkan dari penumpang-penumpang lainnya. Jangan heran kalau petugas bandara di sana lebih ramah pada orang bule berkulit putih, daripada orang Indonesia."
"Oleh karena itu saya menyarankan u/ melakukan hal hal berikut"
1. Pastikan pasport dan undangan dari UTM (Universitas Teknologi Malaysia) dibawa, itu dua benda yang paling 'sakral'
2. Belajarlah bahasa Inggris. Walaupun bahasa Inggris saya agak pas pasan tapi tidak mengapa, percaya diri saja ngomong pakai bahasa Inggris. Itu akan meningkatkan sedikit derajat anda di depan mereka. Karena TKI tidak mungkin bisa berbahasa Inggris.
3. Berpenampilan : sebagai bisnisman atau pelancong. bisnisman itu rapi, pakai tas yang eleganlah ya jangan tas sekolah, kalau ada jas pakai jas. kalau pelancong, yg keren, ada camdig dsb dipamerin saja
Mendengar hal tersebut, sebenarnya saya agak tersinggung. Saya nggak ngerti apakah ini lebay saja. Bagaimana mungkin negara Malaysia bisa memandang orang Indonesia, yang masih satu rumpun, sebegitu rendah. Tetapi memang begitulah kenyataannya, negara kita masih sabagai pengekspor TKI.
***
Alhamdulillah. Saya bisa langsung ngacir waktu dicek. Saya tidak membayangkan bagaimana jika tidak membawa undangan itu maupun tidak bisa berbahasa inggris, akankah saya disisihkan seperti barisan di ujung sana. Ya, saya benar melihat saudara-saudara saya dengan kaos seragam khas TKI, dibariskan berjalan menuju barisan paling ujung. Sedangkan 'wisatawan' lain bebas mengantri di mana pun.
Saya masih menunggu kawan kawan di loket pengecekan pasport. Lalu, barisan TKW (karena wanita semua) lewat di depan saya. Perasaan sangat iba bercampur sedih pada diri sendiri seraya memandangi mereka, ya Rabb mereka sedang berjuang. Tapi sepertinya pandangan mata saya salah fokus, ada seorang di antara mereka lalu menyeletuk "kenapa mbak, belum pernah liat TKW ya!" kontan saya kaget, saya buang pandangan saya ke teman-teman. Betul, itu pertama kalinya saya melihat secara langsung.
***
Selain Ptaling Street, sepertinya jarang sekali ada pasar tradisional. Bahkan ketika kita minta di antar ke pasar yang agak murah, mobil ini berhenti di Giant supermarket. Baiklah, kita punya definisi yang berbeda tentang pasar murah. Saya melirik lirik baju kurung, khas Malaysia. Kami bertanya dengan bahasa melayu saja pada pelayan toko : "berapa ini?" dengan raut wajah agak terpaksa dan nada bicara nggak ikhlas dia menyahut "RM35". Heh? Mahal bener. Kami yang emang masih kere mencoba menawar, lalu disahut "kalau yang murah yang ini" kami bandingkan jenis kainnya jelas berbeda, ini murahan. Lalu si kakak tadi tanya balik "dari mana?" saya masih sumringah dan menjawab "Indonesia" si kakak tanya lagi "ngapain?" sambil megang megang baju kurung saya jawab datar "belajar kat UTM" seketika si kakak jadi ramah. Nadanya jadi lembut, melayani kami memilih baju kurung yang lain. Tapi maaf kak, saya mendadak kere untuk membeli baju kurung disini.
Capek sekali muter2 mall gede gini. Sebelumnya kami harus berjalan cukup jauh. Kami putuskan serombongan untuk duduk di tangga kecil, sambil nungguin kelompok putra. Di tempat itu tidak ada orang berlalu lalang. Dari kejauhan saya memperhatikan pelayan toko yang sedang berberes ngedumel pake bahasa malaysia "ih apalah, duduk duduk kat situ" wajah penuh hina dilemparkan pada kami. Kami hampir diusir. Untung ada kakak cantik malay yang jadi guide kami "tak pe, ni pelajar UTM". Model pakaian kami mudah sekali diidentifikasi sebagai orang Indonesia. Jilbab malaysia saat itu lagi trend model mesir, hampir 90% perempuan pakai baju kurung, dan kalaupun pakai jilbab segiempat, mereka tidak menggunakan ciput model topi.
Masih serombongan kami berkeliling, singgah di money changer. Tiba-tiba seorang makcik bertanya : "Nak ape di Malaysia? bekerja kah?" beuh.. ni makcik apatis sekali. Emang ada cap TKI apa di wajah kami. Saya langsung jawab "no, we are student, study in UTM for 2 weeks". Si makcik kayaknya tengsing, "oh UTM KL?". Saya jawab yes, langsung ngacir.
_________
hmm,, masih banyak pengalaman lain tapi.. klo diterusin panjang bener.
to be continued
paracetamol.
BalasHapusyang bareng ina, ida,yaniek, dzi, miftah, pebri, yasser.... ntu ya?
BalasHapushehehe
ato beda lagi?
BalasHapussegitunya ya
BalasHapus=="
BalasHapusyup yup yup. betul banget mbak. eh kok tau?
BalasHapuskenapa mbak?
BalasHapusitu hanya dari satu sisi. belum selese ceritanya bu :D
BalasHapusgie gtu..
BalasHapushalah.. wkwkwkw..
h? ra dong maksudny mbak..
BalasHapuskomen apa ya.............
BalasHapusbinun ah *garuk-garuk pala*
gue maksude.. hahaha
BalasHapusaku gtu lho.. hehe
Gimana ya komentarnya? Bentar mikir dulu.. Kenapa gak ke jalan TAR aja kalo mau nyari yang murah? Trz, kenapa gak ditanya tuh penjaga toko aslinya orang mana? Banyak kok penjaga2 toko orang indonesia yang malu mengakui asalnya. Dan gak semuanya seketus itu :)
BalasHapusKok kalo saya di sana malah disangkanya pelajar ya? Hahaha...
BalasHapusow ow ow.. ada spy empe di sini..
BalasHapussiap bantuin garuk mbak.. :D
BalasHapusehehehe... TAR itu apa mbak? (nggak tau). iya ada beberapa orang Indonesia juga. ni ceritanya masih panjang mbak. ngepasin aja temanya sama TKI yg lagi hot ;p
BalasHapusmbak anaz pernah ke sana juga? :D
BalasHapusSaya di malaysia 5 tahun
BalasHapusyah begitulah Desti... mau gimana lagi...
BalasHapus*fiuuhh*
wowow.. kat mn?
BalasHapushahay. langsung pasrah gitu mbak..
BalasHapusKuala lumpur. Jaln TAR itu, jalan Tengku Abdul Razak di Masjid Jamek.
BalasHapusHAHAHAaa... mungkin mak cie itu mendambakan TKW macam awak gitu hehehee
BalasHapuskan wajahnya indonesia, jadi wajar seperti TKI, dari negara yang sama :)
BalasHapushmm.. kayak pernah denger. itu yg pasar india bukan mbak? lupa.
BalasHapus:((
BalasHapus:)
BalasHapusaku termasuk yg boikot gak mau jalan2 ke situ, karena udah geregetan duluan denger2 cerita tidak mengenakkan tentang orang sana Des...
BalasHapusbtw, ini dalam rangka study banding ya ?
Aku bagikan di Facebook ya Desti?
BalasHapusg papa jadi TKI, dest! asal TKI yg 'keren'. Kayak jadi pemain bola semisal BP dulu... atau pengajarlah...atau apa lah
BalasHapusdi FK unhas Makassar...byk mahasiswa/i dari malaysia..
BalasHapusga tau apa malaysia dan indo saling dendam gitue? pernah ketemu sama mereka di imigrasi... mereka juga diperlakukan agak kurang ramah (menurut pengamatan saya, dan curhatan beberapa dari mereka yg sempat berbincang2)... juga mereka mengeluh dengan pelayanan imigrasi yg lama...sementara yg baru pada datang, tapi pake calo (biasa kan di indo) tuh cepet banget dilayani...
yah pada dasarnya memang bangsa kita juga harus introspeksi..bnyk hal mendasar yg perlu dibenahi agar ga dipandang hina oleh bangsa lain...
salah duanya moral dan edukasi
hmm gitu ya mbak. selain cerita penulis saat pembekalan itu, aku nggak pernah denger yg aneh2. Alhamdulillah dapat merasakannya langsung. sangat inspiratif.
BalasHapusdalam rangka belajar mbak :D
mmm buat apa Cal?
BalasHapusBP = Bambang Prakoso? wah saya ndak baca biografinya pak.. emang iya ya?
BalasHapusoh gitu ya mbak. seperti lebih sombong kita ya. hehe.
BalasHapusbetul betul betul : instrospeksi :D
bambang pamungkas, des!
BalasHapuskan dulu pernah ngetrend pemain kita main di malaysia
hahaha. *ketawa.com
BalasHapussejak kapan diganti prakoso ya. adanya Bondan Prakoso. :))
hoo.. pernah sekelebat saja mendengar ketenarannya.
saatnya refleksi diri..... coba saja kalau pengalaman semacam ini dibaca oleh bung Muhaimin Iskandar...
BalasHapusyap yap yap. :D
BalasHapusmungkin beliau sudah bosan.