*very latepost note
Mau tidak mau, berteman dengan teman yang update akan ketularan berdiskusi informasi terupdate dengannya. Kabar terupdate dan hot belakangan masih seputar bapak presiden kita dan ketua baru 2015-2020 dua ormas islam besar di Indonesia.
Pikiran Saya tiba-tiba melayang ke beberapa tahun yang lalu. Ketika itu saya mendatangi sebuah kajian tentang Bahaya Syiah dan Liberal. Masih ingat sekali sang pembicara dengan sangat yakin mengatakan bahwa syiah dan JIL tidak akan meraja di Indonesia selama Muhamadyah dan NU tetap berdakwah di Nusantara. Dibandingkan pengaruh dan rekrutmen JIL, peningkatan jumlah majelis taklim aktif dan wanita-wanita berhijab di Indonesia progressnya lebih besar. Itu patut kita syukuri. Jangan terhasut media yang kita tidak tahu milik siapa lalu malah membuat kita berkecil hati. Kita tidak perlulah takut apalagi parno. #tepuktangan.
Beberapa waktu kemarin saya mendapatkan banyak broadcast message yang berisi ajakan mendukung salah satu calon pemimpin ormas islam besar tersebut dalam muktamarnya. Namun berbeda dari harapan yang ada di BM, eh finally, terpilihlah sudah ketua yang katanya begitulah. #Istighfar. Sekarang kedua ormas islam terbesar di Indonesia resmi dipimpin oleh beliau-beliau.
Entah ini takdir buruk atau takdir baik. Mirip-mirip rasanya seperti ketika Kepala Negara kita yang sekarang terpilih tahun lalu. Kalimat pertanyaan menyelisih pikiran. Apa, bagaimana ini jadinya negara kita dengan pemimpin seperti itu? Tet teret tereeet! Jawabannya bisa "waduh celaka sudah" atau "heh jangan prasangka buruk dulu". Simalakama ya.
Masih dikepala yang sama, lalu teringatlah lagi pada sebuah kajian cerdas oleh pembicara cerdas di Ramadhan bulan lalu. Seorang anggota jamaah talkshow tersebut bertanya pada pembicara
"Bagaimana sikap kita terhadap pemimpin jikalau kita dipimpin oleh pemimpin yang zhalim?" Wups, beliau tidak sebut merk sih. Kode-kode saja.
Pembicara pertama mengatakan. "Taat, selama tidak menyuruh pada yang munkar. Beri peringatan." Pastilah bergejolak hati penanya. Apah? Taat sama doi yang jelas-jelas jahat. Gue kagak milih dia waktu itu. Harga diri terusik.
Lalu pembicara kedua menambahkan. "Jangan lupa mendoakan. Kita biasanya lebih sibuk menghujat dan mencaci dibanding mendoakan pemimpin kita." Jleb deh. Disambung lagi dengan kisah Ali bin
Abi Thalib sebagai berikut :
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah, kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah, kondisinya kacau? Jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu”[Syadzaraat Adz Dzhahab 1/51.].
Harga diri sang penanya mungkin sedang meruntuh perlahan. Termasuk saya yang ikut mendengarkan dan mencatat. Wew. Benar sekali ustad. Besok, di alam kubur kita tidak ditanya siapa presidenmu kan ya tetapi ditanya bagaimana sholatmu. Jadi sepertinya cacian-hujatan kepada presiden tentang sholat memakai peci atau apalah-apalah adalah cacian yang ditujukan kepada sekian persen penduduk indonesia yang pemahaman agama dan keikhlasan sholat nya mungkin dipertanyakan. Dalem yak. Rasa-rasanya perlu nengok ke kanan dan kiri orang-orang terdekat dari kita, bagaimana ia. Atau bahkan yang paling dekat menunduk melihat diri sendiri, bagaimana aku. #istighfar.
Siapapun pemimpin kita, mungkin Allah sedang menampakkan sebagiannya perwajahan kita. Jadi kita tidak boleh merasa sok suci dan lebih baik.
Anyhow adalah yang lebih berkuasa di atas presiden kita. China? Amerika? Arab? Nope. The one and only Allah azza wa jala.
Ala-ala Aa' Gym : telek burung yang nemplok di kepala kita itu sudah Allah yang mengatur, apalagi urusan-urusan yang lebih besar. Mudah bagi Allah untuk nyuruh si burung ee' di tekape lain, tetapi Allah berkehendak ee' nya pas di kepala situ. Kalau sudah begitu kita mau nyalahin siapa? Burungnya. Kita kejar-kejar trus digoreng begitu? Tentu tidak. Dengan kejadian yang sama ada orang yang beristighfar lalu sadar, oh mungkin Allah nyuruh supaya tidak pipis di pohon. Istighfar. Lalu ada pula yang maki-maki si burung habis-habisan 'edeeuh dasar burung sialan gak punya otak apa ee' sembarangan, sumpahin lu bur ketabrak pesawat!' Hihi. Intinya urusan siapa pemimpin kita hari ini atau esok sudah atas izin Allah. Tugas kita ikhtiar sungguh-sungguh saja. Andai faktanya pemimpin kita zalim, kita kudu rajin-serajinnya berdoa. Bukankah doa orang yang dizalimi termasuk doa yang makbul, tanpa hijab.
Tinggal pilih,
a. dizalimi lalu maki-maki
b. dizalimi lalu maki-maki lalu berdoa
c. dizalimi lalu berdoa
d. dizalimi tapi diam saja (aeh ini mah apa atuh)
Finally. Mari kita belajar "Memakilah dengan doa" dan tidak lupa bekerja keras membuat karya. Allah tidak diam, Ia Maha Berkehendak, mungkin kita hanya butuh bersabar, butuh bersabar, butuh bersabar.
Allahu'alam bisowab.
#tulisan lamaaaa, lama di draft lupa dipublish.. ^^V
0 comments:
Posting Komentar
feel free to comment ^^d