Selasa, 27 Januari 2015


Sampai bab 26 ini, saya hanya bisa berkomentar "andai di posisi Hanum, mungkin saya akan melakukan hal yang sama, speechless". :(

Dari novel pertama pasangan romantis ini, sampai akhirnya difilmkan, saya sudah menanti-nanti sekuel berikutnya. Tagline yang selalu nempel di kepala "Menjadi Agen Muslim yang Baik".
Mbak Hanum dan suaminya Rangga mendapat semboyan berharga dalam hidup mereka itu saat berada di negara asing, mayoritas non muslim. Kadang saya mikir, ada yang salah ya dengan islamnya Indonesia? Apakah muslim di Indonesia tidak cukup menginspirasi? Lebih lagi saya mikir, Hanum dan Rangga pun berasa "diingatkan" bukan dari kalangan ustad atau ustazah atau seorang ulama terpandang. Memangnya ceramahnya ustad Indonesia kurang "jleb" kah?

Sederhananya memang hidayah itu datang dari mana saja dari siapa saja dan kapan saja. Jadi tidak perlu dipikirkan terlalu dalam pertanyaan saya yang itu. Karena ada pertanyaan bersambungnya. Hehe. Andai bisa menghitung berapa orang islam Indonesia yang tersadarkan oleh novel dan film ini, apakah sebelumnya mereka kita bukan agen muslim yang baik di negeri sendiri atau pun di negeri orang? Ini susah ya dijawab.

Tetapi memang saya akui, menjadi "Agen Muslim yang Baik" itu tidak mudah. Atau biasa kita sebut menjadi "Mukmin" dan atau bahkan "Mukhlis". Kenapa ya? Hmm.. menurut saya pakai analisis abal-abal aja ni ya. Bisa jadi susahnya dikarenakn standar "kesolihan" di negara kita sebagian masih tercampur budaya manusiawi masyarakatnya. Kadang penilaian "mukmin" itu kudu ada embel-embel Haji/Hajah atau embel-embel ustad/ustazah atau kiyai atau syekh dan sebutan-sebutan lain yang di Alquran terbitan mana pun gak ada dalilnya. Jadi kalau belum dipanggil dengan embel-embel itu kadang suka amnesia kalau agamanya islam. Lebih lagi kalau temen-temennya, saudaranya, lingkungannya, gurunya juga sama-sama lupa ingatan. Kompak sudah! #elushati
Di dalam negeri yang mayoritas muslim aja sering lupanya ya, bagaimana di negeri yang mayoritas non muslim?!


Nah, qodarullah. Terbitnya buku 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika menyentil kita bahwa gak pake embel-embel itu kita harus selalu ingeeeet bahwa kita ini muslim. Tokoh Pasha sukses menuai berkah berlipat-lipat karena inspirasinya disampaikan lewat tulisan mbak Hanum lalu tersebar ke penjuru Indonesia. Wanita solihah dalam buku ini nyata dan embel-embelnya cuma Fatma, itupun nama depan.

So, mas Bro mbak Sist semoga selalu ingat sudah bersyahadat. Coba cek dulu KTP nya, kalau kaget kok tulisan agamanya Islam coba tanya dulu ke bapak sama emak ya, andai mereka juga lupa mungkin bisa tanya ke pak RT sampe pak Lurah dulu cetaknya gimana. Kalau tiba-tiba sembuh amnesianya gara-gara cek KTP, alhamdulillah, hidayah, lanjutlah jadi agen muslim yg baik a.k.a mukmin bahkan mukhlis. Manatau ke luar negeri kapannanti, eh gantian kamu yang menginspirasi.
Bismillah ya, kita sama-sama.

Allahu'alam bisowab.

2 comments:

  1. Kalo soal selera, lebih suka yang 99 Cahaya dibanding ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih mupeng travelling versi 99 Cahaya dibanding ini. Haha :D
      *trimakasihsudahmampir

      Hapus

feel free to comment ^^d