Rabu, 08 Maret 2017

Tegakkan Tradisi Syura
-Fathi Yakan

Prinsip syura harus ditegakkan. Jauhkan kediktatoran dan egoisme. Inilah prinsip yang Allah swt tanamkan kepada Nabi-Nya saw dengan firman-Nya.
Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah (Ali-Imran-159)

Allah swt mengidentifikasi umat Islam dengan sifat itu dalam firman-Nya yang lain,
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah di antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka (Asy-Syura : 38)
Musyawarah ini, baik dilakukan untuk menetapkan putusan yang mengikat maupun pemberitahuan, merupakan benteng perlindungan bagi amal. Ialah jalan yang bisa menunjukkan pemecahan problem dan penguraian benang kusut setiap masalah. Dari sinilah kita memahami apa yang disabdakan Rasulullah saw

إن أمتي لن تجتمع على ضلالة

Sesungguhnya umatku tidak terhimpun dalam kesesatan (HR Ibnu Majah).

Sabdanya yang lain, "Tidaklah rugi orang yang bermusyawarah dan tidaklah sesat orang yang menimbang-nimbang. Dan sesuatu yang dimusyawarahkan itu terpercaya.

Sebuah gerakan yang memegang teguh prinsip ini, tidak dimonopoli pemikiran pemimpinnya, memperhatikan dan mengambil manfaat pendapat orang lain, maka gerakan itu akan senantiasa berada dalam lindungan Allah. Langkahnya benar dan lurus.

Karenanya Rasulullah saw. bersabda, "Puncak akal setelah beriman kepada Allah adalah berlemah lembut terhadap orang lain dan mencintai mereka. Tidak ada orang rusak lantaran musyawarah dan tiada orang bahagia lantaran merasa cukup dengan pendapatnya sendiri. Apabila Allah swt berkehendak membinasakan seorang hamba, maka pertama kali adalah membinasakan pendapatnya. Adapun ahli makruf di dunia, adalah ahli makruf di akhirat. Dan ahli mungkar di dunia, merekalah ahli mungkar di akhirat."



Apabila kita menganalisis beberapa faktor penyebab yang melatarbelakangi berbagai fenomena yang merobek tatanan organisasi dan gerakan, barangkali segera tersingkap bahwa salah satu faktor penyebab yang pokok adalah dominasi pemimpin, di mana ia merasa cukup dengan pendapatnya sendiri, tanpa mau mendengar pendapat orang lain. Hal itu merupakan penyakit ujub yang apabila mengenai jamaah, alangkah cepatnya merusak, memusnahkan kekuatan dan menciptakan pertikaian internal. Inilah implikasi negatif yang tidak menjanjikan kebajikan namun justru mengkhawatirkan.

Rasulullah saw bersabda,

Apabila engkau melihat kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan dan kekaguman seseorang dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah engkau berpegang pada dirimu sendiri. (HR. Tirmizi)

Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz r.a. apabila sedang berkhotbah lalu datang kekhawatiran terhadap rasa ujub, ia hentikan khotbahnya. Apabila sedang menulis lalu datang kekhawatiran terhadap ujub, ia sobek kertasnya. Selanjutnya ia berkatalah, "Ya Allah, saya minta perlindungan kepada-Mu dari kejelekan diriku."

Sesungguhnya, sebuah gerakan apabila hubungan antara anggota dan pemimpinnya semisal budak dengan majikannya, tidak ada ukhuwah dan kebersamaan di dalamnya, ia laksana sekam berapi. Setiap saat siap meledak kemudian hancur berkeping-keping. Sebuah gerakan yang tidak memberi peluang adanya perbedaan pendapat dan kritik hanya akan menjadi penjara hawa nafsu dan ambisi, yang mudah sekali tergelincir dalam kesulitan dan masalah. Perbedaan pendapat menguatkan dan mengukuhkan bangunan gerakan selama masih dalam batas syariat, juga merupakan penjamin keamanan dan keselamatannya, agar tidak terjungkal dalam jurang kegagalan dan kebinasaan.

Namun semikian, ini sama sekali tidak berarti bahwa Islam membolehkan oposan untuk keluar dari barisan, sebesar apapun perbedaan pendapat yang terjadi. Satu-satunya alasan yang secara syariat membenarkan pihak oposan untuk mencabut mahkota kepemimpinan seseorang adalah apa yang diisyaratkan Rasulullah sawt, dalam sabdanya 

Janganlah engkau mencabut tanganmu dari ketaatan, kecuali jika engkau melihat kekufuran yang nyata, yang engkau memiliki dalilnya dari sisi Allah (HR Muslim)

Adapun terciptanya oposisi dengan gerakannya dan munculnya berbagai aliran pendapat dengan sikapnya dalam satu bangunan organisasi, dengan alasan menghilangkan kemungkaran, hal itu dengan sendirinya sebuah kemungkaran yang tidak dibenarkan Islam. Ia jelas akan menjadi faktor penghancur.

Inilah yang Rasulullah saw isyaratkan dalam sabdanya

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ يَعْنِي ابْنَ حَازِمٍ حَدَّثَنَا غَيْلَانُ بْنُ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي قَيْسِ بْنِ رِيَاحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ خَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِي يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا وَلَا يَتَحَاشَى مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلَا يَفِي لِذِي عَهْدٍ عَهْدَهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ و حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ غَيْلَانَ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ رِيَاحٍ الْقَيْسِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِ جَرِيرٍ وَقَالَ لَا يَتَحَاشَ مِنْ مُؤْمِنِهَا


Barangsiapa keluar dari taat dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliah. Barangsiapa berperang dengan bendera fanatisme, marah demi membela fanatisme, menyeru pada fanatisme, dan menolong demi fanatisme kemudian terbunuh maka ia terbunuh dalam keadaan jahiliah. Barangsiapa keluar menuju ummatku lalu ia membunuh orang-orang yang baik maupun buruk, tidak mengecualikan orang mukminnya dan tidak melindungi janjinya orang yang memiliki janji maka ia bukanlah golonganku dan aku pun bukan golongannya (H.R. Muslim)

Beliau Saw juga bersabda
Sesungguhnya akan ada hanat dan hanat (fitnah). Barang siapa memecahbelah umat, padahal ia sudah satu kata, maka bunuhlah orang itu dengan pedang di mana pun ia berada (H.R. Muslim)

Imam Syahid Hasan Al-Banna telah meletakkan prinsip dan landasan yang merupakan pilar-pilar tatanan gerakan yang khas, di anataranya berikut ini,
"Seorang al-akh yang memiliki perilaku khusus, ia memandang pemimpin dengan pandangan seorang teman dekat dan tidak memperhatikan pendapatnya kecuali sebagian, maka memberi kepercayaan kepadanya merupakan hal yang membahayakan, betapapun baiknya dia. Yang demikian itu karena jamaah terperdaya dengan kebaikannya dan ia retak karena perselisihannya."

"Dalam membangun jamaah, tidaklah banyak yang bermanfaat kecuali apa-apa yang dibangun oleh pemimpinnya sendiri atau oleh kesungguhan para ikhwan yang melihat pemimpin (qiyadah) sebagai bagian dari mereka dalam proses tarbiah dan taklim. Oleh karena itu, segala rumusan yang tanpa mekanisme kepemimpinan tidak banyak bermanfaat."

"Apabila ada anggota yang beroposisi terhadap pemimpin dan keluar dari jalur yang telah disepakati bersama dengan niat ikhlas dan bermaksud baik akan tetapi salah jalan, maka pemimpin harus berbaik sangka kepadanya. Ia tetap menghargai aktivitas dakwahnya, khidmah dan pengorbanan yang telah dipersembahkan olehnya. Jagalah ukhuwah dan kebersihan hati mereka. Janganlah mereka ditindak dengan keras atau dijauhkan dari sesama anggota. Akan tetapi upayakan sebauh terapi yang baik. Apabila mereka kembali kepada kebaikan, itulah yang diharapkan. Namun, apabila tetap membangkang, maka pemimpin memiliki kewajiban untuk menyingkirkan mereka. 

Diambil dari buku "Robohnya Dakwah di Tangan Da'i" (hal 115-121)

0 comments:

Posting Komentar

feel free to comment ^^d