Rabu, 24 Mei 2017

Seandainya suatu hari nanti ada teman atau orang asing yang datang ke kamu dan menawarkan tes STIFIn, salah satu kemungkinan yang kamu lakukan adalah googling, searching, dan kegiatan kepo lainnya untuk memastikan uang Rp 350.000,- yang kamu keluarkan untuk tes bukan penipuan dan penyesalan. 

Saya yakin, seperti yang saya lakukan, kamu akan mendapati STIFIn dengan testimoni positif dan negatif. Positif, ada banyak pengakuan bahwa seseorang benar-benar menemukan jatidirinya, ibarat tersesat lalu ketemu jalan pulang, dengan tes STIFIn dia tertolong. Negatif, bantahan dari Prof Sarlito (alm) atau seorang Psikolog yang juga Ustad Fauzil Adhim yang mana mereka mengatakan bahwa STIFIn is Pseudosience atau bahkan syirik, syirik masuk neraka lho. Horor gimana gitu kan?

Ketika saya merasa yakin tetapi juga jadi resah karena orang yang cukup dipercaya memberikan testimoni sebaliknya, maka saya akan mencarinya lebih dalam, kayak lagunya Sherina, lihatlah lebih dekat. Pertama, terkait Pseudoscience, teman-teman di Psikologi tentu pernah belajar mata kuliah Psikologi Umum yang membahas tentang sejarah penemuan dan perkembangan teori-teori psikologi yang dipakai sampai sekarang. Tentang bagaimana setiap ilmuan menguji hipotesanya, dengan uji validitas dan reliabilitas, jika tidak cukup membuktikan maka dianggap tidak layak untuk digunakan sebagai referensi ilmiah. Secara umum ini dasar sebuah teori dianggap Pseudoscience. Teori yang "aneh", selanjutnya akan digantikan oleh teori yang lebih relevan. 

Jadi, saya dapat jawaban nih, kalau memang STIFIn dinyatakan Pseudosience maka validitas dan reliabilitasnya pasti diragukan oleh ilmuwan-ilmuwan, sebagaimana membaca garis tangan, zodiak, dan lain sebagainya. Intinya Pseudoscience adalah teori/science yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Sampai di sini saya pikir opini Prof Sarlito (alm) dapat dijawab. Faktanya STIFIn bukan Pseudoscience, karena secara ilmiah dapat dibuktikan validitas dan reliabilitasnya. Baca dibuku tentang STIFIn. Titik. Mau penjelasan lebih panjang? Buat riset sendiri jangan ngomong dan berprasangka doang itu nggak ilmiah. He. 



Kedua, terkait opini seperti "mempercayai STIFIn adalah bentuk kesyirikan yang dikemas dengan teknologi canggih." Oke. Coba kita detailkan apasih yang dimaksud syirik? Menyembah selain Allah, menduakan Allah, percaya kepada selain Allah, dan seterusnya. Saya tanya. Apa kamu menyembah STIFIn? Menjadikan STIFIn tujuan hidup selain Allah? dan percaya bahwa STIFIn adalah satu-satunya petunjuk hidup selain Allah? Jika kamu melakukannya maka jelas kamu syirik. Tapi itu kamu lho ya. Apakah ada pernyataan bahwa dengan STIFIn kamu pasti masuk surga? Jika tidak, maka dimana letak syiriknya? Logika yang sama misal ketika kamu percaya pada suatu kitab karangan seorang imam, lalu mengkultuskan si imam karena kitabnya, apakah kitabnya yang syirik atau cara kamu memperlakukan kitab dan imam itu yang syirik? 

Saya bocorin sedikit konsep STIFIn, setelah kamu tes lalu dapat hasilnya maka potensi yang Allah berikan ke kamu melalui sebuah organ di tubuh kita yang bernama otak, apa yang disarankan oleh STIFIn :




STIFIn dengan keilmiahan ilmunya menunjukkan potensi genetik dasar kamu, personality genetic. Setelah kamu tahu potensi mu, kamu harus upgrade diri sampai melalui mentalitas, moralitas, dan spritualitas. Titik tertinggi yang diharapkan dari konsep STIFIn adalah mencapai titik spiritualitas yakni kedekatan dengan Allah, yang diawali dengan rasa bersyukur karena Allah sang Pencipta memberikan kita rejeki potensi genetik yang unik. Tau dari mana Allah yang ngasih? Maka saya akan bertanya, apa orang tua yang ngasih? Nenek? Kakek? Guru? Bisakah mereka merencanakan anak yang lahir akan jadi arsitek? Sejauh mana? Bukankah lebih sering kita menemukan anak yang berbeda karkater dan cita-cita dengan orang tuanya? Lalu siapa yang mengaturnya jika bukan Allah. Itu kan yang kita imani sebagai seorang muslim. Ingat hadist tentang penciptaan manusia. bahwa "Kematian, Susah Senang, Rejeki" Allah yang mengatur. Maka orang tua hanya dititipkan, bukan diminta merekayasa genetik sang anak, dosa kan. Potensi genetik bagian dari rejeki. Peranan orang tua pada tahap mentalitas, moralitas, dan pencapaian spiritualitas. Ketika Anda merasa gagal, coba koreksi, bisa jadi cara Anda mengasuh tidak sesuai dengan karakter genetik yang Allah berikan kepada anak Anda. Anda pada titik tertentu akhirnya mengakui bahwa sebagai orang tua belum benar-benar mengenal karakter anak anda yang sulit dinasihati. Banyak yang tidak mengakui ini, lalu menyalahkan si anak, menyalahkan pasangan, menyalahkan lingkungan. Salah faham ini bisa terjadi di rumah (pasangan - ortu - anak), di kantor (atasan-bawahan), di sekolah (guru-murid-teman) dan seterusnya.


Logiskah ketika anda sudah melakukan yang terbaik sampai pada spiritualitas bahkan sampai mengetahui karakter genetik tetapi masih gagal, maka hal terakhir yang bisa Anda imani sebagai muslim adalah mengapa Allah melakukan hal ini pada kita? cuma ada dua pilihan jawaban : takdir baik dan takdir buruk yang semuanya kita yakini adalah sebagai ujian agar lebih dekat dengan Allah. Anda akan mengoreksi diri/muhasabah, apa saya kurang bersyukur dengan rejeki yang Allah berikan, apakah di fase pembentukan mental yang keliru, atau fase moral, muamalah/silaturahim kita dengan orang lain yang salah, atau paling tinggi di hubungan kita dengan Allah. Sejauh ini saya kepoin konsep STIFIn, saya mencoba memahami alur STIFIn, dan saya belum menemukan dimana syiriknya? 
Saya rasa syirik adalah faktor personal yang mengkultuskan STIFIn. Atau boleh jadi, ketika kamu tes STIFIn si promotor melakukan kesalahan tata bahasa dengan menggunakan kata-kata "kamu pasti begini, kamu pasti begitu" padahal STIFIn hanya menjelaskan dominasi personality genetic dan merekomendasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan potensi genetik. Kalau kamu hanya meyakini sampai tahap genetik saja. Contoh : menurut hasil tes STIFIn kamu dominan di otak kanan bawah, dengan dominasi emphaty kamu "berpotensi" jadi pemimpin, tetapi setelah itu sikap kamu preman, kata-kata kasar, suka cari musuh, egois dan koruptor misalnya. Gak naik ke mentalitas. Gak usah pakai STIFIn anak kecil juga nggak bakal suka dipimpin orang yang seperti itu. 

Terakhir. Aplikasi STIFIn, terkadang tidak bisa berdiri sendiri. Misal di perusahaan, kita tidak bisa merekomendasikan seseorang menempati posisi tertentu hanya karena potensi genetiknya. Kembali ke penjelasan di atas, bahwa banyak faktor selain genetik yang membentuk karakter seseorang. Sebagian praktisi yang menggunakan STIFIn mereka juga menggunakan paper based test seperti Talent Ma**ing, MBTI dll untuk memberikan rekomendasi ke perusahaan. Artinya STIFIn bisa memberikan evaluasi pada aspek apa saja yang perlu dilakukan, peluang dan faktor resiko, seorang kandidat harus menempati posisi tertentu jika dikaitkan dengan personal genetiknya. Dan pssst... solver STIFIn juga bisa memprediksi, prediksi lho ya, apakah paper based test itu jujur, terlatih, atau manipulasi. hehe. :D

Allahu'alam

0 comments:

Posting Komentar

feel free to comment ^^d