Senin, 07 September 2020

 (Sekedar sudut pandang pribadi - Desti Purnamasari)


Karakter Bu Tejo yg percaya diri, dominan, ceplas ceplos dan suka menjadi pusat perhatian. Bagaimana karakter itu dibangun? Perhatikan pilihan pakaiannya, berjilbab tp lengannya sesiku, supaya apa, supaya gelang emasnya gak ketutup, pemilihan warna lipstik yg cetar, jilbab dengan bros gede ala pejabat.

Yu Ning secara karakter dibuat lebih polos. Motivasinya mengajak tetangga2nya utk tilik (menjenguk) bu Lurah yang sedang sakit karena ia peduli. Sesederhana itu. Empati menjadi aksi.

Pertanyaannya kenapa Bu Tejo mau diajak Yu Ning capek-capek naik truk bareng ibu-ibu lainnya?

Disinilah menariknya. Tilik rombongan menjadi moment bersama ibu-ibu sekampung. Selama perjalanan beramai-ramai itu Bu Tejo mendapat celah mengungkap informasi yang didapat dari data fakta media sosial. Didukung riset medsosnya itu, Bu Tejo tidak ragu mempengaruhi orang-orang disekitarnya.

Sementara Yu Ning, yang mendengar berita 'panas' dari Bu Tejo, ia tak kuasa berdiam diri. Yu Ning angkat bicara untuk membela rasa empatinya. Menurutnya itu fitnah, karena kita tidak wawancara langsung dengan yang bersangkutan.

Film ini sakjane mengarahkan penontonnya mengambil posisi. Sebagai ibu, anak, suami, tetangga, sejujurnya kita berada di pihak yang mana? Bu Tejo atau Yu Ning?
(Kalau saya sehati dengan Yu Nah )

Akhir cerita, plot twist. Sosok yg jadi tema julid Bu Tejo selama perjalanan muncul dan menjawab teka-teki itu. Seolah-olah jelas sudah siapa diantara Bu Tejo atau Yu Ning yang benar?!

Karena adegan itulah, umumnya netijen auto berpihak pada Bu Tejo. Tetapi ya belum tentu kita boleh auto mencontoh Bu Tejo.

Bagi saya pribadi, Bu Tejo memang ada BENARnya saat mengatakan jangan hanya menggunakan medsos untuk nggaya tok, tapi untuk mencari informasi. Hanya saja Bu Tejo sendiri lalai mengkonfirmasi langsung "tersangka". Info hanya didapat dari apa yang ia lihat. Jika penonton lebih teliti lagi ada kepentingan pribadi seperti isu popularitas, isu jabatan (lurah), diselipkan di sana. Plus bumbu-bumbu nyinyir.

Meskipun Yu Ning ngotot dengan prasangkanya padahal juga tidak mendapat informasi pasti, tetapi BENAR lah saat ia menyanggah bahwa kita tidak boleh menyimpulkan secara sepihak sebuah berita, jika belum terkonfirmasi/tabayun. Dan untuk ketulusan Yu Ning sregep ngajak tilik orang sakit, ia layak diacungkan jempol. Jauh lho itu.


Aih, inilah kejadian sehari-hari di tengah kita semua. Kalau berkaca mgkn kita pernah seperti Bu Tejo atau Yu Ning tipis-tipis. Kadang benar kadang salah. Yaa yang penting kita belajar tidak merasa paling benar.


Btw, yang jelas tidak bisa dibenarkan oleh ibu2 adalah sugardaddie yang ngasih janji manis tanpa kepastian. 😤😤

1 comments:

feel free to comment ^^d