Senin, 02 November 2015

Eh saya mau sharing. Ceritanya ada undangan dari seorang teman untuk menghadiri talkshow parenting. Awalnya senaaaaang, akhirnya ada seminar dari pembicara asal Jakarta. Jarang Bontang ku ini dikunjungi pembicara nasional. Lalu tiba-tiba saya kehasut mikir eh belum punya anak juga, entar lah belajar parentingnya dan lalu cenderung malas datang soalnya temanya "Al Quds Parenting" plus sayanya belum kenal pembicaranya.  Apa tuh Al Quds? Akan namun, saya tetap datang karena saya mikir lagi "kan mumpung belum punya anak, jadi sedia payung sebelum hujan ~sedia ilmu parenting sebelum jadi parent. Daan luar biasa ternyata keren banget! Gini kurang lebih isinya.


Baru sebentar nyimak rasanya sudah ketampar-tampar. Tamparan pertama. Kita dilihatin video anak Palestina yang beraninya luar biasa. Saya jadi inget waktu Bontang sempat digaungkan sirine panjang (artinya ada kecelakaan kerja di Pabrik PT Badak), teman-teman pada panik kalau pabrik meledak? Ngungsi kemana? intinya kita masih pada takut mati ketika itu. 180 derajat berbeda dengan orang-orang Palestina yang bahkan gak perang aja mereka sudah disiapkan menjemput kematian atau gempuran peluru. #plak

Tamparan kedua. Jika setiap hari mereka harus rela kehilangan keluarga (ayah, suami, istri, anak, saudara). Enak nyerah aja kan sama musuh? Daripada mempertahankan diri yang mana setiap hari harus ditinggalkan orang-orang kesayangan, menangis, kesepian, dan banyak kesedihan lain (kalau mereka mau bersedih). Tetapi justru mereka menunjuk diri sebagai "penjaga" tanah waqaf warisan umat islam. Masdjidnya umat islam di Palestina. Ibarat di vatikan ada gereja vatikan milik umat nasrani. Maka kita yang muslim ini punya masjid umat yaitu Masjidil Al Aqsa. Cuman kita sering gak sadar kalau kita punya masjid umat islam level internasional dan itu masjid mau direbut sama pembenci islam. Namanya rebutan yak, segala cara akan dilakukan, termasuk mati. Bedanya kalau mereka mati membela Al Aqsa demi umat islam, matinya syahid, langsung express ke surga. Oleh karena itu mereka berlomba-lomba menjemput surga dengan syahid. Nah kita? Ngapain? #plak



Tamparan ketiga. Mengapa anak-anak Palestina bisa seberani itu? Ya karena keteladanan orang tuanya. Ibu bapaknya. Setiap kali ada yang wafat, wajah ayah-ayah mereka sebagian tersenyum. Isyarat bahwa cita-cita mereka tercapai. Anaknya si bapak yang wafat tadi gmn coba kehilangan bapaknya? Sedih. Nangis. iya wajar. Tetapi ia sadar bahwa dirinyalah yang juga akan meneruskan cita-cita bapaknya itu. Siapa yang tidak mau meninggal dengan wangi harum dan wajah tersenyum. Lalu bagaimana dengan ibunya? Aduuuuh. Luar biasa memang. Tamparan ketiga ini sangat menghantam saya. Bagaimana tidak? Sebagai wanita yang perasaannya lebih sensitif, mereka para ibu-ibu di Palestina harusnya kan meratap yak. Putus asa. Mikir, gimana nasib? Suami meninggal, siapa cari nafkah, anak-anak makan apa? Anaknya yang lain juga wafat padahal udah bertahun-tahun dirawat dengan cinta. BIG NO!! buat ibu-ibu di sana. Sedih wajar. Tetapi merekalah yang kemudian membisikkan ke anak-anaknya bahwa mereka harus berani dan kuat, mereka harus syahid juga kelak, bahwa Allah sajalah yang akan menjaga mereka. Ibu-ibu di sana percaya bahwa anak-anaknya yang syahidlah yang akan menyelamatkan mereka kelak di akhirat. Investasi akhirat yang tidak bisa dibeli oleh emas sekarat-karat apapun. Lah kita? Listrik mati aja udah rempong banget yak. #plak



Tamparan keempat. Dalam hati saya "Kok bisaaaaa mereka kayak gitu? Kok bisa ada ibu sekuat dan sesabar itu?" Lalu saya simak lagi kalimat-kalimat pembicara. Ibu Nurjanah yang sudah dua kali ke Palestina bercerita, bahkan sebagai ibu kita harus berjuang keras untuk tidak mengeluh di depan anak. Se capeek apapun, se menderita apa pun, di depan anak harus tegar. Tidak boleh membanding-bandingkan nasib. Tidak boleh membentak-bentak anak. Jangan sampai anaknya kena marah gara-gara stress akhir bulan "aduh jajan terus, ibu gak punya uang, ni liat ni dompet ibu kosong!". Jleb! Jangan ngeluh soal apapun ke anak karena itu tidak ada gunanya. Keluhkan semuanya hanya pada Allah saja. Sekalinya kita mengeluh atau muring-muring di dapur bisa jadi itu sebab tidak makbulnya doa-doa kita. 
"Gimanaaa gimanaaa caranya bisa nahan emosi begituuu?" Allahu Rahim saya terpana. Ibu Nurjanah mengatakan bahwa kuncinya adalah ibadah dan Alquran. Semakin berat ujian dalam keluarga, maka seharusnya semakin sering kita beribadah, berzikir, dan berinteraksi dengan Alquran. Contoh kecil, ditinggal pembantu kan otomatis kerjaan rumah nambah. Biasanya bisa tilawah 1 juz, pembantu pulang eh tilawah bolong-bolong. Tidak begitu. Kebalik. Seharusnya kita tilawah 2 juz. Kita kadang lebih banyak mengeluhnya daripada ibadahnya makanya stress. Anak bandel. Caranya bukan fokus marah-marahin anak biar anteng. Tetapi kita banyakin benerin diri tilawah zikir sodaqoh. Keluarga didera ujian. Bukan fokus sama ujiannya, tetapi fokus membersihkan diri dari dosa-dosa diri sendiri. Udah gitu aja sebenernya. Mendekat pada Allah, membersihkan hati-hati kita yang kotor.


Tamparan kelima. Allahu Akbar. Di Palestina, ibu bapak anak, anak tetangga, anak satu kompleks adalah penghafal Alquran. Anak usia 2 tahun bisa menghafal 30 juz dalam 2 bulan. Menghafal 30 juz dalam waktu yang singkat. Aktivitas sehari-hari di bulan biasa mereka bisa murajaah 5 juz dan di bulan Ramadhan 10 juz. Tidak heran kalau kemana-mana mereka selalu membawa tasbih. Mulut yang selalu basah dengan pujian pada Allah dan istighfar. Semua kesabaran dan keberanian mereka berasal dari Alquran. Bukan yang lain. Kita mah kemana-mana bawa hape, gak tau dah dipake buat zikir apa selfie mulu sama update status. Begimana euy. Mau surga tapi masih begini! #plak



Tamparan demi tamparan membuat saya menangis. Kecewa sama pemerintah (pendidikan, ekonomi, ketahanan, pembangunan) tapi kita sendiri masih jauh dari Allah yang memegang hati para pemimpin itu. Akhirnya, saya lebih kecewa pada diri saya sendiri. Tidak usah tengok kanan kiri, orang lain. Tapi ke dalam diri. Betapa cemennya, betapa sangat kurangnya kita memanfaatkan nikmat yang sudah diberikan oleh Allah. Betapa tidak tahu diri nya kita pada saudara kita yang menjaga warisan umat Islam di sana. Betapa tukang mengeluhnya kita. Lalu apa selanjutnya yang harus saya lakukan? Saya sudah belajar, memproses hati saya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mau menjadi mau, tetapi sampai saat ini belumlah layak diri bersujud di Al Aqsa. Setiap kali kita bertanya kita bisa bantu apa? Mereka tidak pernah menjawab kami butuh duit. Tidak. Harga diri mereka untuk Allah jauh lebih tinggi. Jawaban mereka hanyalah bantu dengan doa dan perbaiki diri kalian sendiri semaksimal mungkin agar kelak mungkin kalianlah yang ditunjuk Allah menjaga dan memenangkan umat islam di dunia dengan kemerdekaan Al Aqsa. Menyaksikan video rekaman yang menampar dan menyayat hati, tangan mana yang tidak mau mengulurkan bantuan pada mereka. Dan beryukurlah jika hati kita sudah bisa seperti itu. Artinya Allah memberi kita kesempatan untuk membela Masjid kita umat islam dari jauh, dengan cara memberikan bantuan doa, dana, jasa, sekecil apapun yang ada pada kita. Ya, kesempatan selagi kita hidup sekarang. Dan pun jika kita diberikan kesempatan punya anak kelak, niatkan dalam hati agar bisa terus memperbaiki diri dalam mendidik anak-anak amanah ini menjadi sekuat anak-anak Palestina Al Hafidz. Sekian sharing tamparan dari saya, banyaak yang belum bisa saya tulis. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. 

Allahu'alam bisowab.

0 comments:

Posting Komentar

feel free to comment ^^d