Senin, 15 Oktober 2012



Apr 26, '08 9:23 PM


Hati kecil ini benar-benar berdoa pada Allah... Ya Allah jika memang bila hamba datang ke talkshow laskar pelangi mendapat kebaikan ... maka redakanlah hujanMu... namun jika tidak maka deraskanlah hujanMu...

Subhanallah... Allah mendengar doa hamba... seketika hujan reda, tinggal genangan air sisa hujan tadi sore membasahi jalan...

Sengaja aku datang lebih awal.  Sambil membayangkan aku adalah orang pertama yang datang lalu duduk paling depan sehingga bisa melihat Andrea Hirata lebih dekat. Dalam hati ini menyebut namanya seperti sesosok orang yang pantas untuk dikagumi karyanya, saat ini, walaupun tiada yg lebih pantas menggantikan Rasulullah. Dugaanku salah. Sesampainya di sana, tubuh-tubuh besar kurus, gendut, dari berbagai bentuk ciptaan Allah untuk manusia- memadati ruangan itu. Aku pikir ada kursinya eh ternyata kita dipersilakan duduk ndlosor di atas tikar. Aku sempat kebingungan sendiri, iya karena aku dengan PD-nya datang sendirian ke acara itu. Di mana ya? Ya ampun di mana aku harus duduk. Haduh! ditengah kebingungan memutar mata ke segala penjuru mencari tempat nyaman untuk menatap penulis buku Laskar pelangi itu. Nah, akhirnya selembar tikar di gelar, paling belakang dan dengan sigap aku mendudukinya bersama beberapa orang.

Alhamdulillah, g bayangin klo harus berdiri sampai akhir acara yang g aku ketahui kapan. Seperti biasa jam ngaret Indonesia masih berlaku. Sampai jam 19.30 acara baru di mulai (harusnya 19.00). Diawali dengan basa-basi kumpulan pemusik yang menamakan dirinya hmmm 'lupa???', dengan dalih menggabungkan musik jazz dan keroncong, apapun namanya sama sekali aku tidak bisa merasakan harmoni campuran kedua aliran musik itu, aku menikmati musik itu karena lagunya cukup populer, tidak lebih. Entah karena jiwa musikku yng rendah atau apa, ah enggak juga. Atau mungkin ini jawaban yang paling tepat, otak dan hatiku telah bekerja sama menciptakan suasana ‘coriousity'  yang begitu tinggi tentang Laskar Pelangi & Andrea Hirata. Jadi, embel-embel apa pun yang disediakan untuk menghibur penonton di awal sama sekali tidak membuatku bergidik. Di tengah kesesakan pengunjung, duduk bersila dengan orang yang tidak aku kenal dan aku yakin beberapa jam lagi kakiku kesemutan, aku mengagumi orang2 di sekitarku itu sambil bertanya-tanya apakah feeling yang aku rasakan tentang acara ini sama dengan mereka. 

Supaya penonton yang rela berhujan-hujan sejak tadi sore datang ke event ini semakin penasaran maka para panitia itu mengulur-ulur waktu, lagi-lagi dengan basa-basi memanggil tiga penulis buku terbitan Bentang (bukan Andrea Hirata tentunya) untuk diajak berdialog soal tulis-menulis. Jujur aku bosan! Tapi berusaha seminimimal mungkin menangkap hikamah dari obrolan yang mereka sajikan. Intinya, perhatikan lingkunganmu sedetail mungkin, terus berusaha keras bila ingin konsisten menulis, banyak membaca, dan akan ada banyak peluang terbuka dengan menjadi penulis

Lalu, detik yang telah dirindu-rindu, saya yakin semua manusia yang ada di dalam ruangan itu berharap sama denganku. “Mari kita sambut... Andrea Hirata” serentak semua bertepuk tangan dan yang paling menyebalkan, ketika tangan-tangan manusia di depanku mulai mendjulur-julur ke atas sambil memfokuskan kamera digital yang mereka bawa. Oh sungguh, bersabarlah!


Seperti yang telah kuduga sejak awal, di belakang sini aku nggak bakal bisa melihat Andrea dengan begitu mantap. Mata yang memang tidak diragukan lagi kerusakannya tidak mampu menaruh bayangan wajah Andrea dengan tepat di bintik kuning. Yang bisa ku lihat hanyalah Andrea duduk dan berbicara tepat lurus di depanku, sedikit bersyukur. Sungguh, banyak sekali kata-kata berharga yang keluar dari bibir si penulis kondang itu, dan aku tak sanggup merekam semuanya, kuharap aku tidak berlebihan. Sebentar ya, aku berusaha keras mengingat dan menuangkannya dalam tulisan ini, mungkin bahasanya g bisa plek pas, rangkumannya aja ni:  Bila anda ingin menulis maka fokuslah pada bidang yang anda geluti, jika anda seorang matematikawan, psikologi, fisikawan, dkk tulislah karya mengenai hal itu maka itu akan lebih diapresiasi (sip... bener banget tuh!). Lalu lakukanlah riset, baca buku-buku ilmiah, penelitian, jurnal, dan semacam itu, dan katanya Andrea sebuah alasan mengapa ia mengidolakan Roma Irama, masih ingat lagunya 135 juta penduduk Indonesia “k-lo Kak Roma nggak riset mana mungkin dia bisa melagukan lagu itu?! (wush.... iya ya?

Trus ada seorang penanya. Klo riset ilmiah bagaimana dengan saya yg fokus di bidang agama? Kata seorang penanya dgn antusiasnya. Andrea menjawab, justru karya-karya dengan basic agama itu yang akan membuka sebuah pintu di hati manusia yang jarang di dapatkan dari karangan-karangan biasa, itu nilai lebihnya! Jadi kenapa tidak?! (wah..wah.. bisa bisa bisa nih bisa!) Trus ada pertanyaan lagi menganai kepopuleran dan celebritaisme. Andrea dgn rendah hati mengatakan, sebenarnya ini bukan karena Andrea Hirata itu hebat atau Laskar Pelangi itu hebat tapi inilah moment kebangkitan karya sastra Indonesia bayangkan ada 5000 orang rela menonton acara semacam ini juga dan dijaga oleh 30 orang sekuriti, emang kapan sih ada diskusi sastra yang bisa sebegitu hebatnya... (pertanyaan&pernyataan yg ma’jleb!) maka sebenarnya ini adalah kehebatan para pembaca Indonesia yang (haduh lupa-lupa... g inget apa namanya... sleeping apa gituh?) itulah.
Andrea juga mengatakan bahwa klo dikira-kira ada sekitar, ya hanya sekitar 150.000 pembaca (the real pembaca: yang rela berkorban demi membaca, yang menyediakan budjet tiap bulan untuk membeli buku) dari 20an juta penduduk Indonesia. (oh... miris sekali). Oya, Andrea juga baru saja pulang dari Kuala Lumpur dan di sana dia juga mengadakan acara diskusi sastra, tau nggak ternyata eh ternyata karya-karya sastra Indonesia baik itu film, lagu, buku, dsb sangat diapresiasi di Malaysia, mereka mungkin justru jauh lebih antusias menghargai hasil karya orang Indonesia di banding orang Indonesia sendiri (ya ampun... malu saya!) tapi ya harus segera dipatenkan! Biar g diaku-aku... hehe...


Trus lagi ni,,, ditengah diskusi yg g tau kapan selesainya, si MC pemandu acara yang dari awal dah ngoceh melulu (ya namanya juga MC) memanggil sebuah nama “Pras, ada yang namanya Pras di sini?” sungguh mencengangkan ketika yang beridir adalah seorang laki-laki “Usianya berapa?” ... dengan lantang si Pras itu menjawab “enam tahun”. Gyaaaa.... keren banget! Menit itu aku menjadi lebih kagum pada si adik itu dibanding Andrea, dan yang bikin aku malu sendiri dia udah menyelesaikan membaca Edensor sementara Laskar Pelangi aja aku belom selese baca. (huuu...) truss si adik ini emang sudah persiapan lebih matang dari aku, dia melukis sebuah lukisan pelangi (kayaknya sih, cz dari jauh g keliatan) dan dipersembahkan untuk mas Ikal. Sebagai pembalasannya si adik di kasih seperangkat marcendaise (apa ya?) pokoknya masih berhubungan dengan laskar pelangi n penerbitnya. Eh ngomong-ngomong soal penerbit, ada ni sebuah pertanyaan jujur yang dilontarkan salah seorang penonton dari balik jeruji kawat duri bercelah dihalang tembok bata sehingga cuma terdengar suaranya saja, yah bisa dibayangkan kan betapa buanyaknya penggemar yang merubung ingin masuk namun karena keterbatasan tempat dan keterlambatan hadir mau g mau ya “nrimo”. Pertanyaannya begini,, “apakah anda tidak merasa dikapitalismekan oleh penerbit?” (bleb) Andrea tertawa entah kagum atau terasadar, lalu karena itu sebuah pertanyaan bagus ia pun menjawab dengan bagus pula, yakni dengan menerangkan sebuah bab kuliah ekonomi tentang entahlah apa namanya yang aku tangkap begini; ketika sebuah buku akan diluncurkan maka akan melalui proses begini,  40% para distributor meminta jatah, lalu 10% untuk si penulis, kemudian 30% untuk percetakannya jadi penerbit hanya mengganyang 20% n belum lagi dipotong panjak, dan dengan sisa itu penerbit menyelenggarakan berbagai acara “penting” ini, oya belom lagi k-lo dibajak (maklum?) dsambung dengan cerita ketika andrea n the crew makan di sebuah warung ada seorang penjual buku Laskar pelangi bajakan sambil mengatakan “mas beli buku ini lho mas... bagus” penjual itu mengatakan hal itu di depan andrea... kontan andrea membalas “mas buku itu bajakan mas, saya penulisnya” seketika di penjual kabur... (haduh-haduh penjual yang tidak kompeten!) tertawalah seluruh penonton.

Saat ini andrea sedang disibukkan dengan penggarapan film laskar pelangi yang disutradarai oleh Riri Reza dan Mira Lesmana. Satu peran yang belum dapet aktornya adalah mbah dukun, hahaha, spontan penonton terbahak-bahak dan lebih lagi waktu dia bilang bahwa nggak salah memilih sutradara untuk menggarap film laskar pelangi, soalnya untuk casting buaya aja itu bener-bener diperhatikan. Sumpah aku geli banget dengernya. Pertama dipilihlah buaya yang keren tapi ganas, wah g jadi, trus ada lagi buaya yang cakep tuh tapi pendiem, trus ada lagi buaya yang cuma manggut-manggut kayak boneka, jadinya belum ada buaya yang ideal deh memerankan tokoh buaya di film ini... (gubrakk!) so selain mbah dukun masih ada lowongan mengisi casting bagi yg punya piaraan buaya, hihihi.

Truss adalagi pertanyaan tentang “keseimbangan alam semestah” (filsuf banget!) dan Andrea bercerita tentang keajaiban-keajaiban yang terjadi pada dirinya “kebetulan saya Islam eh salah saya telah ditakdirkan Allah menjadi Islam, wah klo ibu saya mendengar hal itu bisa dirajam saya” 
"Dia ada dikampung belitong yang sangat-sangat udik bahkan tidak ada toko buku,  itu siapa yang duga, lalu dia tentang semua semua yang dulunya nggak pernah ia duga terjadi padanya, terjadi juga (bener kan?)

Kemudian ada satu cerita menarik mengenai kejeniusan si Lintang temannya itu. Jadi waktu itu Andrea kuliah di Prancis lalu dia mendapatkan soal dari dosennya (aku nggak begitu paham) yang pasti untuk menyeleseikan soal itu ada blok-blok yang harus dipisah-pisah, Andrea menyerah lalu dia berfikir untuk membawa soal itu ke Lintang, akhirnya dengan buku setebal kamus dia membawa kasus itu ke Lintang, Lintang bilang “iya aku baca dulu bukunya” (glek!) trus diselesaikanlah soal itu dan dibawa hasil itu kembali ke Prancis pengerjaan soal itu dan diserahkan ke dosen Andrea, lalu setelah itu Andrea ditelepon dan diminta masuk keruangan dosen itu, dosen itu bilang “jawaban ini belum ada solusinya, tapi memang telah ada jalannya” (subhanallah... tepuk2 tangan menggema) lalu ketika ada seorang penanya lagi-lagi dari luar tembok hehe. “apakah Andrea pintar, karena saya membaca buku ini andrea bisa menjelaskan rumus-rumus ekonomi dengan renyahnya” (ini point penting bagiku...) “saya bukan orang yang pintar, tapi saya termasuk orang yang rajin, punya obsesi, n terus tekun mencari tahu”. Tahu kenapa aku menganggapnya point penting, karena aku juga merasa tidak sejenius orang2 jenius tapi aku masih punya rasa curiosity yang tinggi dan aku yakin bahwa inilah yang harus aku optimalkan dan juga kerja lebih keras untuk mencapai keinginanku. 

Overall, secara subjektif aku menilai andrea memang sosok yang punya wawasan luas dan keilmuan yang cukup dalem. Tapi ada satu hal yang kutunggu-tunggu keluar dari pembicaraannya adalah... “kapan dia benar-benar mengagungkan Allah atas keberhasilan ini?” ucapan rasa syukur yg sempat ia lontarkan terkesan standar, entahlah ini cuma penilaian dari sudut pandangku., ya tentunya aku tidak menuntut hal itu terjadi, cuma timbul semacam konflik ketika dia mengagungkan guru atau kepala sekolah SD Muhamadyah yang katanya inspirator banget itu.




[tulisan awal awal ng BLOG (2008) penuh dengan celotehan batin tidak jelas, diambil bagian pentingnya saja yang ada tulisan bold biru] ^^


0 comments:

Posting Komentar

feel free to comment ^^d